Format Enjus Masa Depan
Oleh: Ndaru Anugerah
Kapan vaksinasi Kopit akan berakhir?
Tentang ini saya pernah ulas berulang-ulang kali. Jawabannya: nggak akan pernah berakhir, selama hayat masih di kandung badan. (baca disini, disini dan disini)
Terakhir, pernyataan yang dikemukakan Albert Bourla selaku CEO Pfizer menegaskan kembali tentang apa yang telah saya prediksi sebelumnya.
Berbicara pada sebuah televisi Israel, Bourla mengatakan bahwa skenario mendapatkan booster setiap 4 hingga 5 bulan, bukanlah format ideal bagi format vaksinasi masa depan.
Lantas berapa kali angka idealnya?
“Bagi saya, lebih baik jika vaksin tersebut dilakukan hanya sekali dalam setahun,” begitu kurleb ungkap Bourla. (https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/pfizer-ceo-sees-annual-covid-vaccine-rather-than-frequent-boosters-2022-01-22/)
Bourla beralasan bahwa dengan aktivitas enjus penguat sebanyak sekali dalam setahun, akan memudahkan orang untuk melakukannya, ketimbang 2 atau 3 kali.
Dan dengan dalih ini, Bourla mengklaim bahwa vaksin-nya akan bisa dijual di pasaran pada Maret 2022 mendatang.
Artinya, skenario booster setahun sekali, kemungkinan akan menjadi format standar global tentang vaksinasi Kopit. Sama halnya dengan vaksin flu musiman yang bisa didapat sekali dalam setahun, hanya saja vaksin Kopit akan bersifat wajib. (https://www.cdc.gov/flu/prevent/flushot.htm)
Selain itu, format vaksin yang akan diterima adalah berjenis m-RNA, mengingat Pfizer sendiri telah mengembangkan vaksin jenis ini sejak Operation Warp Speed digelar pada tahun 2020 silam. (https://theconversation.com/how-mrna-vaccines-from-pfizer-and-moderna-work-why-theyre-a-breakthrough-and-why-they-need-to-be-kept-so-cold-150238)
Dan ini selaras dengan prediksi saya pada 2020 silam yang menyatakan bahwa kelak semua orang akan mendapatkan vaksin berjenis mRNA ini. (baca disini dan disini)
Satu pertanyaan yang harus dijawab: apakah vaksin booster ini cukup efektif?
Pengalaman di Israel, dimana mereka telah menggelar booster ke-2 alias suntikan ke-4 dengan vaksin besutan Pfizer tersebut, nyatanya nggak efektif dalam menghambat laju infeksi baru, terutama dari varian Omicron. (https://www.reuters.com/world/middle-east/israeli-study-shows-4th-shot-covid-19-vaccine-not-able-block-omicron-2022-01-17/)
Bukan itu saja. setelah booster dilakukan, kasus infeksi di negara Israel justru melonjak tajam.
Prok-prok-prok. Terus, efektifnya dimana itu vaksin?
Belum lagi kalo merujuk rekomendasi EMA, bahwa booster yang berlebihan justru akan meningkatkan risiko autoimun bagi yang menerimanya. (baca disini)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments