Evaluasi Karantina Darurat
Oleh: Ndaru Anugerah
Apakah program Karantina Darurat yang dibesut oleh pemerintah Wakanda akan membuahkan hasil sesuai yang diharapkan? Silakan baca ulasan saya sebelumnya. (baca disini)
Sekarang mari kita analisa program tersebut. Apakah sudah mencapai target yang diinginkan atau nggak?
Pertama-tama, bagaimana kok program Karantina Darurat bisa berjalan?
Karena adanya Dana Bagi Hasil (DBH) yang dikeluarkan pemerintah pusat pada daerah.
Untuk jumlahnya se-Wakanda mencapai Rp. 7,3 trilyun. Sedangkan untuk ibukota negara, dapat alokasi DBH sekitar Rp. 2,57 trilyun. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210702135854-532-662289/dana-bagi-hasil-dki-cair-rp257-t-buat-ppkm-darurat)
Ini yang bisa menjelaskan kenapa program ini akhirnya bisa jalan juga, ditengah keterbatasan dana.
Namun, apakah dananya cukup untuk lebih dari 2 minggu pelaksanaan? Nggak akan.
Makanya saya bilang, program ini hanya hangat-hangat tahi ayam, mengingat salah satunya nggak ditunjang oleh dana yang memadai.
Yang terjadi kemudian, ada daerah yang menjalankan, sementara daerah lainnya leha-leha. Begitupun sebaliknya. Jadi nggak serentak. Apakah bisa efektif kalo begini jadinya?
Selain itu, salah satu target dari Karantina Darurat tersebut juga blunder.
Maksudnya?
Program tersebut berencana menekan angka kasus harian si Kopit. Cara mengeceknya tentu saja dengan menggunakan tes harian sebagai indikator.
Jadi kalo sebelumnya jumlah test yang dilakukan saban hari hanya mencapai 96 ribu per hari, kali ini akan ditingkatkan mencapai 410 ribu per harinya.
Apakah ini mencapai target?
Nggak juga. Sudah seminggu lebih pelaksanaan Karantina Darurat, laju tes yang bisa dilakukan hanya 122 ribuan saja. Dan angka ini masih jauh dari target. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20210710100250-4-259748/sepekan-ppkm-darurat-kenapa-kasus-corona-ri-malah-meledak/2)
Diharaapkan semakin banyak tes dilakukan, namun angka infeksi si Kopit tetap kecil.
Disini titik masalahnya. Yang ada kemudian, makin banyak tes dilakukan, maka akan banyak hasil kasus positif ditemukan. Ini nggak heran, mengingat test sekelas PCR saja nggak punya standar emas pengujian. Makanya hasilnya abrakadabra. (baca disini, disini dan disini)
Jika kemudian dievaluasi pelaksanaan Karantina Darurat selama sepekan, maka nggak akan mencapai target sesuai harapan. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210709142414-20-665476/evaluasi-sepekan-ppkm-darurat-kritis-di-hulu-hingga-hilir)
Yang ada kasus positif tetap nggak terkendali, dan rakyat misqueen makin menjerit gegara semua-semua dilarang untuk dilakukan, termasuk mencari nafkah. Wajar jika kemudian mereka ‘menjerit’ atas situasi ini. (https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2021/unjuk-rasa-surabaya-menjerit-tolak-ppkm-darurat-batal-diganti-audiensi/)
Mau gimana lagi, Choky?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Mau di tambah sama si Menteri sampai 6 minggu katanya bang….
rusak…rusak…
Mas adakah kemungkinan lain PPKM ini, selain karena para Ndoro berang vaksinasi global dan di indo juga lambat, trus langkah masuk MOderna, ada hal lain. Seperti yang kita sama2 tahu jumlah kasus berbanding lurus dengan eskalasi tes. Kemudian skenarionya, naikkan ‘tagar’ Pfizer dan moderna untuk mengatasi (varian delta), lalu , kepanjangan tangan wehao di indo mengatur umpama menurunkan CT value, setelah moderna dan pfizer mulai dipakai, alhasil kasus menurun drastis, dan 2 paksin Big Pharm panen ‘hasilnya’. Persis skenario global, hanya dimainkan skala lokal. Kalau boleh analisanya tentang kemngkinan itu mas hehe…. terimakasih