Memancing di Air Keruh


515

Memancing di Air Keruh

Oleh: Ndaru Anugerah

Saat bertandang ke rumah kakak, seorang ipar bertanya kepada saya, “Kalo pandemi ini adalah rekayasa, lantas siapa yang diuntungkan?”

Dalam geopolitik, ada pertanyaan standar guna mengungkap siapa otak dibalik peristiwa yang punya implikasi jahat. Ini yang kemudian memunculkan istilah ‘cui bono’ artinya siapa yang diuntungkan dengan adanya kejadian itu? (https://en.wikipedia.org/wiki/Cui_bono)

Untuk menjawab ini, ada 2 kemungkinan jawaban.

Pertama, follow the science. Dengan mengikuti akidah ilmiah, kita akan tahu siapa yang nggak logis menggelar suatu kejadian. Pihak tersebutlah yang ambil keuntungan dalam hal ini.

Misalnya, kalo penemu PCR Dr. Kary Mullis dengan jelas menyatakan bahwa alat yang ditemukannya tersebut dengan bisa mendeteksi virus apapun dalam tubuh seseorang, menjadi aneh kalo PCR saat ini dijadikan alat penentu seseorang terkena Kopit atau nggak. (baca disini)

Jadi kita bisa tahu, siapa yang nggak memenuhi akidah ilmiah tapi (anehnya) maksa terus agar PCR dapat dipakai sebagai alat deteksi seseorang terkena Kopit atau nggak.

Namun ini belakangan jadi sulit, mengingat sang penggelar plandemi memakai media besar untuk menggiring opini publik agar percaya pada narasi mainstream yang dikembangkan. Selain itu, banyak ilmuwan yang ‘dibajak’ untuk melegitimasi kepentingan mereka.

Kalopun ada ilmuwan yang tahu tentang hal ini, mereka lebih pilih diam agar status mereka ‘aman’.

Jika begini ceritanya, maka cara kedua dapat kita pakai, yaitu follow the money. Dengan melihat kemana uang mengalir (sebagai margin keuntungan), kita akan tahu siapa pihak yang berkepentingan atas plandemi ini. Ini bukan konspirasi, mengingat ada istilah ‘memancing di air keruh’, bukan?

Sekarang kita coba gali siapa yang peroleh keuntungan langsung di balik plandemi ini.

Di negara-negara Barat sana (khususnya AS dan sekutunya), vaksin utama yang digunakan adalah Pfizer, Moderna, dan Johnson & Johnson. Setidaknya FDA sudah kasih green light terhadap ketiga vaksin tersebut. (https://www.goodrx.com/conditions/covid-19/fda-covid-19-vaccine-approval-updates)

Nah sekarang kita mau lihat, siapa yang punya saham mayoritas di 3 perusahaan tersebut.

Perusahaan Pfizer yang berpusat di AS, dimiliki oleh 3 besar: Vanguard, BlackRock dan State Street (SS). (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=PFE&subView=institutional)

Moderna sebagai perusahaan farmasi asal AS yang mengembangkan vaksin m-RNA, juga didapati 3 perusahaan pemilik saham terbesar: Vanguard, BlackRock dan State Street. (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=MRNA&subView=institutional)

Hal yang sama juga akan kita dapati saat kita menelusuri Johnson & Johnson, dimana pemilik saham mayoritas adalah: Vanguard, BlackRock dan State Street. (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=JNJ&subView=institutional)

Nggak hanya itu.

Anda tahu obat Kopit yang dikasih nama Molnupiravir, yang dibuat oleh perusahaan farmasi asal AS, Merck dan sudah mengantongi ijin penggunaan darurat? (https://www.merck.com/news/merck-and-ridgebacks-investigational-oral-antiviral-molnupiravir-reduced-the-risk-of-hospitalization-or-death-by-approximately-50-percent-compared-to-placebo-for-patients-with-mild-or-moderat/)

Sekarang jawab: siapa yang punya saham mayoritas pada perusahaan tersebut? Nggak lain adalah: Vanguard, BlackRock dan State Street. (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=MRK&subView=institutional)

Kalo saya tanya: sebagai pemilik saham mayoritas di ke-empat perusahaan tersebut, apakah ke 3 perusahaan (Vanguard, BlackRock dan State Street) nggak mendapatkan keuntungan sebanyak jumlah saham yang dimilikinya dari penjualan vaksin dan obat Kopit?

Salah nggak kalo kita bilang mereka yang diuntungkan dalam plandemi ini?

Nggak aneh jika kemudian BlackRock mengalami peningkatan modal yang dikelolanya, secara khusus sejak plandemi berlangsung. Angkanya kini mencapai USD 9,5 triliun. Warbiyasah, bukan? (https://www.reuters.com/business/blackrock-quarterly-profit-jumps-28-2021-07-14/)

Saya perlu beritahu anda kalo Vanguard, BlackRock dan State Street juga menguasai saham mayoritas pada bank investasi terbesar di AS, Goldman Sachs. Ini berarti, keputusan direksi ada di tangan mereka. (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=GS&subView=institutional)

Lebih jauh lagi, kalo anda tahu lembaga pemeringkat internasional sekelas Standard & Poor’s Global, juga ketiga keperusahaan itu yang pegang kendali. (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=SPGI&subView=institutional)

Atau kalo mau saklek, siapa yang berada dibalik Big Tech yang meraup keuntungan menggiurkan dengan menyediakan jasa tele-conference selama plandemi? (baca disini dan disini)

Apakah ini kebetulan? Apakah ini konspirasi?

Sebagai penutup, sekali lagi saya mengutip pertanyaan yang dikemukakan Marcus Tullius Cicero: Cui Bono?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!