“TNI AD tetap pertahankan Enzo Zenz sebagai Taruna Akmil,” demikian pernyataan KASAD Jenderal Andika Perkasa (13/8) sore tadi.
Mendengar amar putusan tersebut, bagi pihak yang kontra tentu mempertanyaan putusan yang dikemukakan sang Jenderal tersebut. Padahal tokoh nasional sekelas Mahfud MD pun pernah menyatakan pendapatnya agar sebaiknya pihak TNI AD mengambil langkah tegas terhadap kasus Enzo.
Toh, yang namanya masukan sah-sah saja untuk dipakai, apalagi di tolak. Dalam hal ini pihak TNI AD tetap ambil sikap tegas pada keputusannya, dengan berbagi pertimbangan, tentunya.
Sebenarnya, sejak pertama kali bergulir, saya pribadi sudah tahu jawaban yang akan diluncurkan oleh petinggi matra darat tersebut.
Namun, sebagai gerakan moral, yah nggak apa-apa juga kita suarakan bersama, walaupun ujung-ujungnya aspirasi kita yang peduli pada nasib bangsa, nggak terakomodir.
“Kenapa bisa terjadi, bang?” demikian tanya seorang disana.
Bayangkan sebuah bank yang katanya super ketat sistem keamanannya, kemudian kecolongan oleh maling yang menguasai teknologi. Apa kira-kira tanggapan nasabahnya kalo tahu ternyata sistem keamanan yang digembar-gemborkan super aman tersebut, ternyata bisa dibobol juga?
Apa kira-kira nasabah akan percaya pada kredibiltas bank, kalo tahu bank-nya dibobol?
Yang bisa dilakukan bank adalah mati-matian meng-cover proses pembobolan bank tersebut, agar tidak terekspos ke publik. Bahwa sistem keamanan yang dimiliki oleh bank ada kelemahan, itu soal lain. Tapi yang terpenting, kasus itu tidak terungkap ke publik.
Tujuannya satu, agar nama besar bank tetap bisa terselamatkan. Minimal reputasinya nggak rontok.
Sejak kasus ini diungkap oleh seorang netizen bernama Salman Faris, dan masalah ini sampai ke Cilangkap, selaku linguis saya mengadakan discourse analysis. Yang saya lihat tanggapan dari mulai Kemenhan sampai Panglima TNI. Semua jawabannya normatif.
“Kalo terindikasi, maka kami akan ambil langkah tegas!”
Dalam wacana, pernyataan ini sejatinya sudah bisa ditarik simpulan, bahwa nggak mungkin ujug-ujug sang calon taruna yang sudah diseleksi secara ketat, bakal dimentahkan.
Coba anda bayangkan kalo punya masalah demikian pelik yang menyangkut reputasi saudara. Apa rela nama besar itu tergilas? Mau ditaruh kemana tuh muka?
Dan yang paling diuntungkan pada kasus ini adalah mamanya Enzo. Sudah maki-maki pemerintah dengan sebutan thogut & memanggil Jokowi dengan sebutan mesra khas kampret ‘Mukidi’. Eh, bukannya ditahan tapi malah dapat bonus anaknya diterima di TNI. Matra darat pula…
Kalo anda kecewa, yah wajar sebagai bentuk ekspresi kecintaan anda terhadap republik tercinta. Bahwa anda sungguh nggak rela kalo lembaga keamanan negara sekelas TNI kemasukan ‘sel-sel’ HTI.
Tapi jangan terlalu berlarut-larut juga. Karena ada kerja-kerja besar yang kita akan lakukan bersama untuk menjaga negeri Indonesia tercinta di periode kedua.
Setidaknya dengan kasus Enzo, pesan yang kita suarakan bersama sudah cukup membahana. Ada justifikasi dalam kasus ini. Bahwa rencana litsus yang akan digelar pemerintah Jokowi sungguh layak untuk diadakan, terutama pada Kementerian Pertahanan yang jadi salah satu targetnya.
By the way, kenapa malam ini ada nuansa yang sama saat Ahok kalah pada gelaran pilkada?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments