Derita Emak-Emak Kian Bertambah


524

Derita Emak-Emak Kian Bertambah

Oleh: Ndaru Anugerah

Siapa yang paling kalang kabut dengan adanya krisis di Ukraina?

Banyak pihak, tentunya. Salah satunya kaum ibu atau yang biasa disapa dengan istilah emak-emak.

Betapa tidak.

Mereka kini tengah menanggung derita karena meroketnya harga minyak goreng (migor) di pasaran. Harganya bisa mencapai Rp 25 ribu per liter-nya. Dengan harga demikian tinggi, siapa yang nggak megap-megap mengingat kondisi ekonomi bukannya membaik malah kian jeblok dari hari ke hari. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220317074348-92-772392/harga-minyak-goreng-kemasan-siap-melesat-jadi-rp25-ribu-per-liter)

Pemicunya nggak lain karena adanya KONFLIK YANG DIPAKSAKAN di Ukraina.

Kok bisa?

Asal anda tahu, bahwa Ukraina dan Rusia adalah produsen utama minyak bunga matahari bagi dunia. Di tahun 2020 saja, keduanya menyumbang sekitar 7,3 juta ton dan 5,8 juta ton bagi konsumsi global. (https://www.cpopc.org/the-russia-ukraine-war-will-edible-oils-fryers-spill-over-from-sunflower-oil-to-palm-olein/)

Dengan angka ekspor yang mencapai angka lebih dari 70% konsumsi global, menjadi wajar jika konsumsi dunia menjadi terganggu akibat putusnya rantai pasokan gegara konflik tersebut.

Ini diperburuk dengan penerapan sanksi ekonomi yang dilakukan AS dan sekutunya, pada semua hal yang berbau Rusia, tidak terkecuali produk minyak nabati bunga matahari. (https://www.visualcapitalist.com/history-us-sanctions-on-russia/)

Nah, karena minyak bunga matahari makin langka di pasaran, harganya otomatis meroket. Sebagai akibatnya konsumen cari alternatif penggantinya. Setelah putar-putar otak, dapatlah apa yang dicari sebagai gantinya, yaitu minyak goreng sawit.

Otomatis, karena banyak diburu orang, harga minyak sawit kemudian menjulang tinggi. Selanjutnya saya nggak perlu cerita lagi, karena anda tahu detil kisahnya. Singkatnya, emak-emak dibuat nangis Bombay akibat skenario ini. (https://www.thevibes.com/articles/business/55819/cpo-price-to-stay-above-rm5000-per-tonne-amid-edible-oil-shortage)

Menariknya, derita kaum ibu tersebut bakal ditambah dengan hadirnya kenaikan harga komoditas yang lain, yang tentu saja buat mereka makin pusing tujuh keliling.

Kenaikan harga yang dimaksud adalah untuk komoditas susu (dan produk derivasi-nya). Jadi, mau susu bubuk ataupun lemak susu anhilat, bakal menjulang tinggi dalam waktu dekat. (https://www.ft.com/content/e669685d-1f4f-42e5-96b0-9609a3599651)

Bagaiman mungkin?

Karena konflik tersebut mengganggu tersedianya pakan bagi ternak, khususnya yang menghasilkan produk susu seperti sapi

Dengan kata lain, jika lockdown telah berkontribusi dalam mendongkrak harga susu, maka konflik di Ukraina menambah parah naiknya harga.

Bisa kebayang gimana galaunya kaum ibu yang kini tengah memiliki debay. Mau dikasih minum apa buah hatinya kelak, kalo harga susu sudah tak terbeli?

Satu hal yang saya mau sampaikan, bahwa krisis yang dipaksakan ini hanya akan mendorong agenda sang Ndoro untuk mengganti pola makan global dengan ‘menu’ yang mereka sajikan.

Jika harga-harga produk konsumsi mulai merangkak naik, apa solusi yang ditawarkan sang Ndoro selain produk GMO yang berkelanjutan? (baca disini, disini dan disini)

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!