Apa Risiko Lainnya?
Oleh: Ndaru Anugerah
Guna mengurangi risiko penularan virus si Kopit, maka aturan penggunaan masker secara gencar digenjot dimana-mana.
Apakah ini efektif?
Bagaimana mungkin? Lha wong ukuran si Kopit yang lebih kecil daripada ukuran pori-pori masker (sekelas N-95) jelas tidak memungkinkan untuk melakukan penyaringan atas virus tersebut. (baca disini)
Itu masker N-95 yang teratas di-kelasnya. Bagaimana dengan masker kain yang banyak beredar dimana-mana?
Sebaliknya, saya pernah ungkap tentang bahayanya pakai masker secara berlebihan pada ulasan tahun lalu. (baca disini, disini dan disini)
Apa hanya itu bahayanya?
Temuan baru-baru ini sungguh menarik untuk disimak.
Pada April 2021 silam, Health Canada menyatakan bahwa ada partikel nano graphene yang ditemukan pada masker, yang dapat menimbulkan risiko kesehatan.
“Ada potensi pemakainya bisa menghirup partikel graphene yang berasal dari masker, yang kelak dapat menimbulkan risiko kesehatan,” begitu kurleb-nya. (https://www.nationalobserver.com/2021/04/05/news/health-canada-recalls-masks-containing-graphene-assesses-risks)
Ini nggak mengada-ada, karena ada banyak laporan warga Quebec yang menggunakan masker berbahan graphene tersebut.
Keluhannya mulai dari sesak napas, sakit kepala, hingga masalah iritasi kulit. (https://www.brusselstimes.com/news/eu-affairs/166086/etc-group-canada-jim-thomas-david-azoulay-ciel-center-for-international-environmental-law-coronavirus-europes-problem-with-toxic-face-masks-does-ursula-von-der-leyen-even-know-what-she-has-been-inhal/)
Sekarang kita lihat, apakah dampak dari masker wajah yang berbahan graphene pada tubuh manusia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Andrew Maynard pada 2006 silam, menyimpulkan bahwa ada potensi keracunan paru jika seseorang menggunakan masker berbahan graphene. (https://academic.oup.com/annweh/article/51/1/1/173801)
Memangnya graphene itu apa sih?
Graphene adalah nanomaterial yang memiliki sifat anti virus dan anti-bakteri. Bahan ini pertama kali ditemukan oleh Prof. Andre Geim dan Prof. Kostya Novoselov pada tahun 2004. Atas karyanya tersebut, mereka berdua mendapatkan hadiah Nobel di tahun 2010. (https://www.graphene.manchester.ac.uk/learn/discovery-of-graphene/)
Namun, beberapa tahun kemudian, ada beberapa penelitian yang justru mengungkapkan potensi toksisitas dari graphene jika digunakan. Salah satunya penelitian yang dibesut oleh Dr. Bengt Fadeel dan rekan di tahun 2018. (https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acsnano.8b04758)
Penelitian lainnya dilakukan oleh Dr. Vanesa Sanches dan rekan pada tahun 2011, juga tentang efek toksisitas dari graphene. (https://www.researchgate.net/publication/51677679_Biological_Interactions_of_Graphene-Family_Nanomaterials_An_Interdisciplinary_Review)
Secara singkat, keduanya sama. Bahwa graphene jika terhirup akan dapat masuk ke bagian bawah paru-paru dan dapat menyebabkan inflamasi (peradangan).
Walaupun tahu risiko tersebut, toh belakangan Health Canada mencabut apa yang pernah dirilisnya, beberapa hari sebelumnya. (https://healthycanadians.gc.ca/recall-alert-rappel-avis/hc-sc/2021/75309a-eng.php#issue-problem)
Kenapa tiba-tiba Health Canada mencabut pernyataannya tentang graphene? Apakah ada tekanan? Kalo iya, siapa yang berkepentingan atas pencabutan tersebut?
Memang siapa yang memasok masker wajar yang berbahan graphene tersebut?
Menurut penelusuran, perusahaan asal China Jinan Shengquan Group sebagai pemasok utamanya. (http://e.shengquan.com/index.php?m=content&c=index&a=show&catid=263&id=177)
Jadi melalui Shandong Shengquan New Materials Co., Ltd yang merupakan anak perusahaan Grup Shengquan, masker wajah berbahan graphene disebar ke berbagai negara. (https://www.sqnewmaterials.com/)
Lantas apa bahan baku utama masker berbahan graphene tersebut?
Bahan bakunya adalah jerami alami yang kemudian diolah dengan metode pirolisi berdasarkan deposisi karbon. (http://www.nbgenerator.com/graphene-mask/57701863.html)
Satu yang pasti, bahwa produk masker graphene tersebut juga mengandung sejumlah kecil bebagai logam katalitik, termasuk besi dan nikel, yang kemungkinan dalam bentuk nanopartikel. Dan keberadaan logam katalitik tersebut bisa menimbulkan toksisitas jika terhirup oleh manusia. (https://patents.google.com/patent/CN105504341A/en?oq=201510819312)
Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa masker ini telah diujicoba oleh CDC AS di Laboratorium Teknologi Perlindungan Pribadi (NPPTL) pada Juni 2020 silam. (https://www.cdc.gov/niosh/npptl/respirators/testing/results/MTT-2020-243.1_International_Shandong-Shengquan_KN95ParticulateRespiratorC-Shaped_TestReport_Redacted-508.pdf)
Hasilnya?
Masker ini dapat mencegah paparan partikel di udara, sehingga bisa tersaring. Namun sayangnya, tidak dijelaskan apakah ada partikel yang dilepaskan dari dalam masker ke dalam sistem pernapasan manusia.
Hanya ada pernyataan ‘ada sedikit pelepasan internal partikel halus’, tapi tidak jelas apa partikel yang dimaksud. Apakah partikel itu graphene? No one knows.
Lalu siapa yang kasih ‘persetujuan’ agar masker berbahan graphene untuk bisa digunakan?
FDA jawabannya. (https://fda.report/PMN/K210815)
Dan kalo sudah menyangkut FDA, kita tahu rumusnya: akan ada lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban ditemukan, pada lembaga tersebut.
Yang jelas hal pemakaian masker apalagi yang berbahan graphene, menjadi menarik untuk disimak.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments