Antara Trump dan Tedros


516

Antara Trump dan Tedros

Oleh: Ndaru Anugerah

“Kalo abang bilang WHO bukan jongos-nya China, lantas bagaimana skenario sesungguhnya bang?” tanya seorang menanggapi ulasanku tempo hari. (baca disini)

Ricuh WHO dan Trump tempo hari yang berakibat hengkangnya AS dari Badan Kesehatan Dunia tersebut, dipicu oleh 2 kasus.

Pertama soal tudingan AS yang mati-matian berpendapat bahwa virus SARS-CoV-2 alias si Kopit, asalnya dari China. Makanya AS minta WHO buat penyelidikan soal itu.

Dan kedua soal kedudukan Taiwan di WHO yang kerap dipermasalahkan Trump. (https://foreignpolicy.com/2020/09/11/document-of-the-week-u-s-plan-for-world-health-organization-has-few-followers/)

Maksudnya gimana? Saya coba jelaskan dengan sederhana.

Sejak kasus si Kopit merebak di Wuhan, Trump menuding adanya ketidakjujuran WHO dalam membuka data. Misalnya nih, WHO bilang, hanya 1% kasus yang tidak menunjukkan gejala. Sementara pejabat di China yang bilang, angka sebenarnya mencapai 50%.

Lantas, mana yang benar datanya? (https://www.propublica.org/article/inside-the-trump-administrations-decision-to-leave-the-world-health-organization)

Singkat kata, Trump meminta penyelidikan seputar kasus si Kopit agar mendapatkan data yang akurat, terutama menyangkut asal muasal virus tersebut yang mati-matian dituding Trump sebagai virus China.

Dan kedua mengenai status Taiwan di WHO. Trump mau, Taiwan dijadikan negara anggota WHO.

Dan untuk ini, WHO dapat tekanan dari China. Sekedar informasi, China punya prinsip One China pada status Taiwan. Tentu saja China bakal bereaksi kalo wilayahnya di acak-acak. (baca disini)

Kalo anda sempat ingat, ada postingan di medsos tentang pertemuan Tedros dan para pejabat China pada Januari silam, itu bukan berarti WHO disetir sama China. Lebih tepatnya, China menekankan tentang pentingnya status One China pada negara Taiwan selain penyelesaian pandemi si Kopit.

Dilain pihak, Trump butuh Taiwan untuk merongrong status China di dunia internasional. Nggak aneh kalo Taiwan dijadikan negara pengamat pada WHO oleh AS. Padahal Taiwan bukan anggota PBB. Dan karenanya, mana bisa dijadikan negara anggota WHO? (https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3928271)

Keanggotaan WHO hanya diberikan kepada negara-negara yang menjadi anggota PBB.” (https://www.bbc.com/news/world-asia-52088167)

Anda pernah dengar tentang Resolusi PBB 2758 atau Resolusi Majelis Kesehatan Dunia 25? Isi kedua resolusi tersebut adalah Taiwan mendapat tentangan dari Tiongkok untuk bisa bergabung ke PBB dan juga WHO. (https://tmu.pure.elsevier.com/en/publications/the-road-to-observer-status-in-the-world-health-assembly-lessons-)

Jadi, paling banter yang bisa dilakukan AS adalah menjadikan Taiwan sebagai negara pengamat pada Majelis Kesehatan Dunia (WHA) sejak 1997, dengan mana Tionghoa Taipei. (https://link.springer.com/chapter/10.1057/9780230118966_9)

Karena merasa punya kontribusi atas WHO, Trump lantas kasih ultimatum ke Tedros, “Jika WHO tidak melakukan perbaikan secara substantif dalam 30 hari ke depan, kami akan membekukan dana AS bagi WHO dan kami akan mempertimbangkan kembali keanggotaan kami di WHO.”

Memang berapa sumbangan AS ke WHO?

Lumayan gede.

Dalam siklus pendanaan terakhir, AS sudah kasih sumbangan sekitar USD 893 alias 15% dari total anggaran WHO. Sehingga wajar kalo dikatakan bahwa WHO amat bergantung pada AS untuk menjalankan program-programnya. (https://time.com/5847505/trump-withdrawal-who/)

Karena proposalnya ditolak oleh WHO, maka Trump-pun hengkang dari badan tersebut.

Dan siapa yang dirugikan dalam hal ini? Tentu saja AS.

Bahkan capres AS dari Partai Demokrat, Joe Biden bilang bahwa hal yang diambil Trump untuk keluar dari WHO sebagai sebuah kesalahan besar.

Kenapa? Karena AS nggak punya pengaruh lagi atas badan dunia tersebut. (https://apnews.com/article/9dc4077f95d183649ca24a32a18abf01)

Jadi paham ya, duduk masalahnya?

Saran saya, kalo mau bahas geopolitik, harus tahu benar konteks-nya secara holistik. Jangan cuma berbekal informasi sepotong terus dikembangkan sebagai bahan analisa. Bisa bahaya kalo gitu ceritanya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!