Antara Kaufman dan Mikovits
Oleh: Ndaru Anugerah
Apa yang membuat Dr. Andrew Kaufman dan Dr. Judy Mikovits menjadi hits saat pandemi C19 berlangsung?
Ada 2 hal. Pertama menyangkut hal yang dilontarkannya, dan kedua respons yang diberikan oleh media mainstream.
Apa yang dilontarkan keduanya bersifat normatif dan merangsang orang untuk mau berpikir kritis. “Bener gak ya pandemi bernama C19 ini? Kalo benar, benarnya dimana. Nah kalo salah, salahnya dimana?
Begitu kurleb yang mereka sampaikan. Karenanya mereka kasih solusi penyeimbang dari banyak hal yang beredar di media mainstream yang isi beritanya sama semua tentang C19.
Kedua, yang kemudian jadi tanda tanya besar adalah: kalo hal yang disampaikan kedua tokoh medis kelas dunia tersebut BIASA-BIASA SAJA, ngapain juga media mainstream bertindak LEBAY dengan men-take down berita dan video seputar kedua tokoh tersebut.
Dan yang cukup aneh adalah manakala elite global menggandeng lembaga sekelas FACT CHECKER dalam menyampaikan sanggahan atas apa yang telah diucapkan kedua tokoh tersebut.
Pertanyaannya: SEJAK KAPAN LEMBAGA FACT CHECKER TAHU TENTANG HAL MEDIS YANG BUKAN BIDANGNYA, MELEBIHI KEDUA PAKAR TERSEBUT?
Ini jelas TANDA TANYA BESAR.
Coba kita telaah apa yang dikatakan kedua tokoh tersebut.
Dr. Kaufman bilang ada yang salah prosedur dalam menentukan jenis virus pada C19. Darimana tahu kalo virusnya bernama COVID 19? Selama ini peneliti kan cuma mengambil urutan genetik (bisa DNA atau RNA) dari inang, dan bukan dari virusnya lewat proses pemurnian.
Sampel virus diambil dari tenggorokan hingga paru-paru dengan RT PCR. Sampel tersebut bisa berisi macam-macam materi genetik semisal: dahak, sel paru-paru, sel imun, bakteri, jamur, materi genetik bebas hingga exosome, yang masing-masing punya DNA atau RNA.
Kesalahan besar terjadi saat para ilmuwan menemukan C19 hanya berdasarkan KIRALOGI alias kira-kira semata. “80% ada kemiripan urutan RNA virus SARS-CoV-2 dan virus SARS-CoV-1,” begitu kurleb-nya.
Ini jelas blunder, mengingat 96% urutan DNA manusia kan juga sama dengan DNA simpanze. Toh kita nggak bisa bilang simpanze sama dengan manusia, kan? (https://youtu.be/Xr8Dy5mnYx8)
Harusnya gimana?
Sampel tersebut dimurnikan dulu dari inangnya melalui filtrasi dan sentrifugasi. Ini dilakukan agar kita dapat tahu jenis virus yang jadi penyebab penyakit. Bukan asal main comot, dan karena ada KEMIRIPAN dengan virus Corona, langsung diklaim sebagai Corona jilid 2 alias COVID-19.
Sebaliknya, Dr. Kaufman telah melakukan pemurnian virus dari inangnya lewat proses (yang lumayan ribet) dan mendapatkan temuan yang mencengangkan. Yang diduga oleh para ilmuwan sebagai virus Corona jilid 2, nyatanya adalah exosome. Dan exosome nggak berbahaya bagi tubuh, malah dibutuhkan oleh tubuh untuk melawan infeksi dalam tubuh.
“Exosome berfungsi alat komunikasi antar sel dan juga sebagai pentransfer protein MHC yang sarat peptida ke sel yang tidak terinfeksi, sekaligus sebagai penyaji antigen.” Aliasnya, exosome dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk sistem kekebalan tubuh, bukan malah dibasmi. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2248418/)
Kesalahan dalam deteksi jenis virus, berakibat fatal pada treatment-nya. Akibatnya, jumlah pasien jadi MELEDAK, ya karena salah treatment. Yang diperangi dalam penanganan C19, justru MEMBUNUH KEBERADAAN exosome. Disangka virusnya yang telah dibunuh, nggak tahunya exosome-nya.
Kesalahan bukan saja pada treatment-nya, melainkan pada pengujian C19 yang menggunakan metode RT PCR. Tentang ini saya sudah banyak ulas. (baca disini, dan disini)
Itu tentang Dr. Kaufman. Bagaimana dengan Dr. Judy Mikovits?
Dr. Mikovits merupakan salah satu ilmuwan yang sukses di generasinya. Dia bergabung dengan NIH pada 1980 sebagai ilmuwan post-doktoral dalam Virologi Molekuler di National Cancer Institute. (https://childrenshealthdefense.org/news/the-truth-about-fauci-featuring-dr-judy-mikovits/)
Yang paling dahsyat adalah saat Dr. Mikovits menemukan 67% wanita dengan XMRV justru melahirkan bayi cacat. Bersama dengan Dr. Ruscetti, mereka berdua kemudian mempubilkasikan temuannya pada jurnal Science. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19815723/)
Darimana asalnya XMRV? Menurut temuan Dr. Mikovits, ada pada vaksin MMR, vaksin Polio dan Ensefalitis yang diberikan kepada anak-anak di AS. Nah, ibu yang memiliki XMRV, berisiko melahirkan anak autis.
Tentu saja, temuan Dr. Mikovits tentu saja membahayakan Big Pharma selaku produsen vaksin. Walhasil, karir sains Dr. Mikovits pun tamat, seiring dijebloskan dirinya ke penjara. Dan XMRV tetap ada pada vaksin yang dipakai di seantero Amrik.
Dalam epidemi C19, apa kontribusi Dr. Mikovits?
Mengutip studi Pentagon yang diterbitkan dalam jurnal Vaccine, Dr. Mikovits mendapatkan angka 36% orang yang terkena C19 dipicu oleh vaksin influenza pada tahun 2017-2018. “Menerima vaksin influenza dapat meningkatkan risiko virus pernafasan lainnya.” Dan C19 adalah virus yang menyerang sistem pernafasan, bukan? (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264410X19313647?via%3Dihub)
Terlebih lagi Dr. Mikovits menyatakan, “Siapapun yang telah menerima vaksin flu, cenderung teridentifikasi positif C19 dengan menggunakan test RT PCR. Ini bisa terjadi, karena vaksin tersebut telah terkontaminasi dengan virus Corona.” (https://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2019/03/06/effectiveness-of-flu-vaccine.aspx)
Dan terakhir, Dr. Mikovits menawarkan obat bagi C19 yaitu interferon alpha. “Interferon alpha merupakan antivirus terbaik bagi tubuh anda terhadap serangan ccoronavirus.”
Singkatnya, Dr. Mikovits mereka: “Jangan-jangan ada PLANDEMIC alias epidemi yang direncanakan pada kasus C19, mengingat banyak kejanggalan ditemukan didalamnya?”
Sebenarnya, apa yang diungkapkan Dr. Mikovits nggak lain adalah pandangan alternatif yang dalam sains MERUPAKAN HAL YANG LUMRAH. Kan nggak lucu juga kita nggak setuju terhadap pandangan evolusi Darwin, lalu kita datangi si Darwin pakai bawa-bawa satpol PP segala.
Itu harusnya disikapi dengan ilmiah, dan bukan menerapkan kebijakan REPRESI ALA FACT CHECKER. Kok informasi dimonopoli? Jangan-jangan, kalo Tuhan berkomentar terhadap C19, Tuhan juga bakalan diberi label TEORI KONSPIRASI, lagi?
Kenapa media mainstream dan elite global demikian panik terhadap kedua tokoh tersebut?
Nggak lain adanya proyek besar bernama: vaksinasi global plus yang akan dibesut pada akhir tahun ini oleh Big Pharma dan BG.
“Coba bayangkan, jika semua orang tahu KEBENARAN, apa mungkin rencana besar tersebut bisa sukses diakhir cerita?”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments