Menggeser Krisis Ukraina ke Asia?
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bang, apakah konstelasi krisis di Ukraina nggak ada kemungkinan untuk melebar ke wilayah lain?” tanya seorang netizen.
Kita tahu bersama, bahwa krisis di Ukraina hanyalah kedok untuk memuluskan agenda The Great Reset yang dimiliki sang Ndoro besar. Dengan adanya krisis, otomatis segala dalih dari mulai kelangkaan bahan pangan hingga susahnya bahan bakar menemukan pembenarannya. (baca disini)
“Wajar semua-semua jadi langka, karena adanya krisis di Ukraina,” begitu kurleb narasinya.
Masalahnya, apakah krisis ini sanggup meng-cover skenario The Great Reset?
Untuk wilayah Eropa dan AS, krisis di Ukraina memang bawa dampak katastropik yang lumayan signifikan. (https://www.euronews.com/my-europe/2022/05/31/how-is-the-war-in-ukraine-affecting-the-cost-of-living-crisis)
Tapi untuk kawasan Asia, apa iya dampak merusaknya separah di dua kawasan tersebut? Kalo-pun dampaknya ada, respon-nya sangat lambat.
Dengan kata lain, perlu skenario lanjutan, agar krisis di Ukraina bisa di-ekspor ke wilayah Asia dan krisis global bisa dipercepat. Dan entry point untuk itu adalah wilayah Taiwan?
Ada apa di Taiwan?
Kita tahu bahwa China menerapkan kebijakan satu China pada kawasan Taiwan. Dengan kata lain, Taiwan adalah wilayah tak terpisahkan dari China Daratan. (baca disini)
Kebayang dong, gimana marahnya China kalo Taiwan coba-coba untuk memisahkan diri?
Memangnya ada skenario pemisahan diri Taiwan dari Tiongkok?
Tentu ada, dalam bentuk provokasi yang dilakukan AS.
Ini nggak mengada-ada, karena pemerintahan Biden telah mendorong Taiwan untuk membeli lebih banyak senjata dari AS, guna menghadapi China. Ini diperlukan untuk mengusir invasi laut yang diklaim telah dilakukan China pada kawasan tersebut.
Ngapain Taiwan harus beli senjata dari AS?
Guna membendung invasi China pada Taiwan di tahun-tahun mendatang. “Persenjataan yang tepat dapat mengalahkan musuh yang lebih besar,” begitu ungkapnya. (https://www.nytimes.com/2022/05/07/us/politics/china-taiwan-weapons.html)
Apa iya begitu teorinya?
Perlu anda tahu, kalo AS telah memberikan pelatihan militer secara intensif pada ribuan pasukan Ukraina selama 8 tahun silam. Belum lagi bantuan fulus yang diberikan. (https://thehill.com/policy/defense/overnights/3477721-defense-national-security-more-ukrainians-trained-on-us-weapons/)
Nyatanya, Ukraina nggak akan bisa mengalahkan pasukan Rusia, meskipun telah dibantu AS dengan dana milyaran dollar sekalipun. (https://www.washingtontimes.com/news/2022/may/21/biden-signs-40-billion-ukraine-aid-bill/)
Nah sekarang, dengan dalih yang sama, mungkin nggak sih Taiwan yang scope-nya lebih kecil dari Ukraina, bisa menang jika harus berperang dengan China, meskipun ‘bantuan’ telah diberikan AS?
Itu retorik untuk ditanyakan, bukan?
Jadi, upaya AS untuk menekan China lewat Taiwan, hanyalah dalih untuk dapat menggelar perang di kawasan Asia.
Berdasarkan catatan sejarah, hubungan AS dan China mengalami pasang surut. Jika dulu saat Perang Dingin melawan Soviet, AS menggunakan China untuk tidak mendukung Soviet, kini saat Soviet telah bubar, kebijakan itu segera direvisi.
Nggak aneh jika sejak 1979, AS mendukung kebijakan Satu China dalam menanggapi status Taiwan. “Taiwan adalah bagian dari Tiongkok,” begitu ungkap AS. (https://web.archive.org/web/20210512080858/https://www.state.gov/u-s-relations-with-taiwan/)
Seiring bubarnya Soviet, AS mulai menempatkan pasukan-nya di wilayah Taiwan. Bahkan, sejak 2021 silam, jumlah pasukan AS yang ditempatkan di Taiwan, telah digandakan. (https://www.voanews.com/a/pentagon-us-nearly-doubled-military-personnel-stationed-in-taiwan-this-year-/6337695.html)
Apa maksud penempatan personil militer dengan jumlah banyak? Apa nggak ada maksud tertentu di belakangnya? Bukankah strategi containment yang diterapkan AS pada kawasan bekas Soviet, telah membuka jalan bagi krisis di Ukraina saat ini?
Tentang skenario perang di kawasan Indo-Pasifik yang bakal digelar AS dalam melawan China, memang bukan barang baru. Setidaknya Rand Corporation selaku think-tank AS telah lama membuat skenario ini. (https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR1140.html)
Tapi ini bukan perang nuklir, seperti yang anda takutkan. Ini hanya perang konvensional yang memang dirancang untuk menyukseskan agenda ‘terselubung’ di balik itu.
Lantas apa target-nya jika krisis di Taiwan sengaja digelar?
Tentu saja krisis susulan yang akan mengguncang kawasan Asia secara lebih masif.
Kita tahu bahwa China adalah produsen bahan pangan dunia, khususnya untuk wilayah Asia. (https://www.investopedia.com/articles/investing/100615/4-countries-produce-most-food.asp)
Nggak hanya itu, China juga negara penyedia bahan-bahan kebutuhan industri manufaktur lainnya. (https://www.statista.com/chart/20858/top-10-countries-by-share-of-global-manufacturing-output/)
Jika China dipaksa berkonflik dengan Taiwan oleh AS dan sekutunya, akankah barang-barang kebutuhan yang biasa didapatkan dari China, tidak mengalami kendala pasokan saat konflik digelar? Bukankah muaranya adalah mempercepat agenda The Great Reset?
Kita lihat bagaimana ke depannya, bagaimana krisis ini akan digelar. (https://www.msn.com/en-gb/news/world/ukraine-today-taiwan-tomorrow-tensions-mount-between-us-and-china-over-taiwan/ar-AAXDdFq)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments