Tokoh Utama Di Balik Layar (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Kita telah membahas tentang siapa sosok David Rockefeller (DR) yang diklaim sebagai sosok humanis dan philantropis. Nyatanya klaim itu hanya sepihak, mengingat langkah yang dibuat DR justru bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian.
Apakah layak seorang dikatakan humanis jika dia menjadi ‘pendukung’ setia aliran eugenika dan juga Nazi Jerman?
Selain itu, apakah ada ‘makan siang yang gratis’? (baca disini)
Sekarang kita gali lebih dalam menyangkut sosok DR.
Tahukah anda, jika DR lewat Rockefeller Foundation (RF) sebagai pemilik saham pada Monsanto Corporation, telah membiayai penelitian untuk menciptakan teknik manipulasi ekspresi gen pada tanaman, yang belakangan dikenal dengan istilah Genetically Modified Organism (GMO)? (https://www.nytimes.com/1966/07/29/archives/james-s-rockefeller-on-monsantos-board.html)
Apa tujuan dari diciptakannya GMO yang bersifat transgenik, selain mengendalikan rantai makanan pada manusia dan hewan? Memangnya GMO aman untuk digunakan? (baca disini dan disini)
Ironisnya, saat ini di AS sana, lebih dari 90% kedelai yang dipakai di AS merupakan produk transgenik alias GMO, dan orang nggak sadar akan fakta ini. Ini bisa terjadi kaena produk tersebut dapat beredar di pasaran tanpa diberi label GMO. (https://foodinsight.org/soybeans-are-the-stars-of-genetically-modified-foods/)
Itu dari sisi pangan. Berikutnya kita akan lihat sepak terjang DR pada bidang energi.
Anda harus tahu bahwa kekayaan dinasti Rockefeller, didasarkan pada bisnis minyak. Untuk itu banyak perusahaan minyak didirikannya dari mulai ExxonMobil hingga Chevron. Dan untuk menjalankan bisnis minyak ini, DR memakai tangan anak didik kesayangannya yang bernama Henry Kissinger sejak 1954.
Nggak aneh jika Kissinger sengaja ‘dipasang’ dalam memanipulasi diplomasi Timur Tengah di tahun 1973, guna memicu embargo minyak oleh anggota OPEC saat itu. (https://www.nytimes.com/1973/12/09/archives/kissinger-on-the-middle-east-washington.html)
Aksi boikot minyak yang belakangan dikenal dengan istilah Oil Shock tersebut adalah setting-an yang dirancang oleh DR.
Pada bulan Mei 1973 (5 bulan sebelum perang Yom Kippur digelar), DR dan kepala perusahaan minyak utama AS dan juga Inggris, telah bertemu di Saltsjoebaden, Swedia, guna mematangkan rencana Oil Shock tersebut. (https://publicintelligence.net/bilderberg-conference-1973/)
Dan setelah rencananya matang, maka ‘kejutan minyak’ langsung dieksekusi Kissinger.
Jadi Oil Shock telah direncanakan sebelumnya, guna memicu naiknya harga minyak dunia. Yang dikambing hitamkan tentu saja negara-negara Arab yang telah melakukan aksi embargo.
Lalu, siapa yang diuntungkan dari skenario Oil Shock ini?
Tentu saja kartel Wall Street dan juga dollar AS yang memang telah dicanangkan sejak awal sebagai mata uang dunia berdasarkan cetak biru The American Century. (http://www.takeoverworld.info/pdf/Engdahl__Century_of_War_book.pdf)
Setelah sukses menggelar operasi Oil Shock, Kissinger kemudian ngomong begini kepada publik dunia, “Jika anda mengontrol minyak, maka anda akan dapat mengontrol seluruh negara. Jika anda mengontrol makanan, maka anda akan dapat mengontrol orang.”
Selanjutnya Kissinger menambahkan, “Jika anda dapat mengendalikan uang, maka anda akan dapat mengendalikan seluruh dunia.”
Apa implikasi pernyataan Kissinger yang terakhir?
Anda tahu Paul Volcker?
Saat DR menjabat sebagai ketua Chase Manhattan Bank, Paul Volcker adalah wakilnya. Dan atas ‘jasa’ DR, Volcker berhasil meraih jabatan sebagai ketua Federal Reserved alias The Fed semasa Presiden Jimmy Carter.
Pada Oktober 1979, Volcker membuat terapi kejut dengan mengkerek suku bunga The Fed alih-alih untuk mengatasi inflasi, yang berujung pada terciptanya Krisis Utang Dunia Ketiga di tahun 1980-an. (https://www.jchistorytuition.com.sg/jc-h2-history-tuition-notes-what-caused-the-1980s-third-world-debt-crisis/)
Sekali lagi, siapa yang diuntungkan dari krisis ini selain dollar AS dan juga bank-bank Wall Street, termasuk Chase Manhattan yang dimiliki DR?
Apa motivasi DR menggelar terapi kejut tersebut?
Nggak lain untuk memaksa privatisasi negara dan devaluasi mata uang nasional, utamanya pada negara-negara di Amerika Latin seperti Argentina, Brasil dan Meksiko. Negara dipaksa untuk menjual aset perusahaan negara dengan harga obral kepada kartel Ndoro besar.
Untuk memuluskan langkah ini, maka JDR memakai ‘badan dunia’ sekelas IMF untuk menekan negara-negara tersebut agar ‘manut’ pada program privatisasi, sebab kalo nggak nurut, maka utangan nggak akan diberikan pada mereka. (https://www.researchgate.net/publication/260183368_The_IMF_and_Neoliberal_Reform_in_Latin_America)
Selain itu, dalam bidang moneter, JDR juga menginisiasi terbentuknya Komisi Trilateral di tahun 1974, yang merupakan organisasi induk untuk memajukan agenda Globalisasi yang dimilikinya. (https://www.technocracy.news/trilateral-commission-a-deep-insight-into-the-globalist-mind/)
Untuk rencana ini, DR menugaskan anak buahnya Zbigniew Brzezinski untuk menghimpun komisi tersebut, yang anggotanya diambil dari beberapa negara semisal Amerika Utara, Jepang dan Eropa. Tentu saja anggotanya adalah bagian dari kartel Ndoro besar. (https://www.rockefellerfoundation.org/wp-content/uploads/Annual-Report-2007-1.pdf)
Sekarang kembali ke pertanyaan awal: apakah sosok David Rockefeller adalah seorang yang humanis sekaligus philantropis?
Kini giliran anda yang menjawab-nya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Maaf bang, itu bener john rockefeler meninggal 2017, bukan david rockefeler?
akhirnya, ada juga yang kritis. thx atas revisi-nya. kalo JDR meninggal di tahun 2017, itu pasti zombie-nya. =)