Transformasi Digital Itu Bukan Teori Konspirasi
Oleh: Ndaru Anugerah
Selaku analis, saya kadang tertawa sendiri. Gimana nggak mengingat semua yang saya analisa, selalu dicap teori konspirasi oleh para troll. Seolah-olah nggak ada benarnya apapun yang saya prediksi. Semua dianggap sampah, ya karena kelakuan troll itu tadi.
Bagi saya nggak apa-apa juga. Bahkan sekalipun saya nggak pernah paksakan orang lain untuk membaca analisa yang saya buat. Mau baca syukur, nggak-pun saya nggak dirugikan. Free as you wish and nothing to lose.
Tapi lucunya, ketika banyak prediksi yang saya keluarkan terbukti di kemudian hari, suara para troll tadi langsung hilang bak ditelan bumi.
Ya, namanya juga pasukan bayaran, jadi wajar mereka bergerak karena memang ada cukong antek sang Ndoro besar yang memberi job kepada mereka.
Perintahnya jelas: “Siapapun yang melawan narasi mainstream, sikat!”
Apakah lantas saya patah semangat dalam menulis? Kalo itu yang anda harapkan, anda salah besar, mengingat saya sejak jaman Orde Baru, memang sudah biasa sama keadaan serba ditekan. Dan hingga kini saya masih bisa eksis.
Lupakan soal troll dan kelakuannya.
Kali ini saya mau bahas soal prediksi saya yang kembali menemukan titik cerahnya. Prediksi saya adalah seputar transformasi digital yang akan dijadikan keharusan bagi negara untuk diterapkan, kalo masih mau dapat ‘utangan’ dari lembaga Bretton Woods. (baca disini)
Ke depan, akan ada kebijakan pengurangan pegawai negara yang biasa dipanggil Omar Bakri tersebut, secara signifikan.
Jadi kalo PNS dihillangkan, akan diganti apa nantinya kerja para pegawai negara tersebut?
Dengan robot yang memiliki kecerdasan buatan alias Artificial Intelligence.
Yang ngomong bukan saya, tapi Jokowi sendiri. Diharapkan efisiensi atas belanja pegawai dapat ditekan semaksimal mungkin. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20211125081549-4-294229/terungkap-ini-alasan-jokowi-lebih-pilih-robot-daripada-pns)
Seperti yang kita tahu, bahwa pemerintah keluarin dana ratusan triliun rupiah saban tahunnya untuk membayar pada abdi negara tersebut.
Berdasarkan data APBN 2022 saja, angkanya mencapai Rp. 400 triliun. Dana sebesar itu digunakan untuk bayar gaji plus tunjangan dan juga pemenuhan kebutuhan birokrasi lainnya. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20211125085636-4-294246/kiamat-pns-semakin-dekat-negara-bisa-hemat-anggaran)
Dengan gaji dan tunjangan yang menggiurkan, siapa juga yang tertarik untuk menjadi kaum Omar Bakri? (https://bangka.tribunnews.com/2021/07/19/masa-pendaftaran-cpns-diperpanjang-pelamar-membludak-simak-formasi-favorit-dan-formasi-yang-kosong)
Angka ini jelas lebih tinggi dari belanja barang dan modal usaha yang punya pengaruh lebih besar bagi perekonomian nasional.
Singkatnya: ini terlalu boros. “Masa iya angkanya setara dengan pembayaran utang beserta bunga yang harus dibayarkan pemerintah ke kreditur?”
Apa yang mungkin terjadi ke depannya?
Angka PNS yang lumayan gemuk, bakal dipangkas. Mungkin dari angka yang mencapai 4,08 juta saat ini, bakal dikurangi secara bertahap.
Alasan pengurangan pegawai yang paling masuk akal: kerjanya malas, sering madol dan nggak sesuai kinerja. (https://angkaberita.id/2021/11/23/skenario-pns-tahun-2022-malas-langsung-mutasi-tahun-2030-diganti-robot/)
Begitu skenario ke depannya. Dan ini akan lebih masif dilakukan saat revolusi industri 4.0 (4IR) menemukan ‘kesempurnaannya’. Perlu anda catat: ini nggak akan lama.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments