Apa Kabar Kapitalisme Hijau?


521

Apa Kabar Kapitalisme Hijau?

Oleh: Ndaru Anugerah

Apa yang lebih buruk ketimbang virus Kopit?

Kalo anda tanya kepada genk Davos, maka jawabannya adalah ‘kemakmuran’. WEF secara gamblang menyatakan bahwa kejahatan dari semua kejahatan adalah kemakmuran. “Kemakmuran adalah ancaman terbesar bagi dunia kita,” demikian ungkapnya. (https://www.weforum.org/agenda/2020/07/affluence-bigger-threat-than-coronavirus-scientists-capitalism/)

Bisa dibayangkan, skenario apa yang bakal dimainkan kelak, dengan mengusung tema anti-kemakmuran sebagai plot-nya. Tentunya selepas plandemi Kopit berakhir.

Kalo si Kopit yang statusnya nggak lebih menakutkan ketimbang ‘kemakmuran’, namun orang sedunia sudah berhasil ditakut-takuti, gimana dengan skenario menentang kemakmuran yang statusnya lebih berbahaya daripada si Kopit?

Kira-kira, bagaimana skenario-nya nanti? Coba kita mereka-reka.

Sepertinya, akan ada narasi bahwa selama ini kekayaan yang terkumpul selama berabad-abad, membuat dunia menjadi timpang karena si kaya makin kaya dan sebaliknya si misqueen makin blangsak.

Proses inilah yang ditenggarai memicu kemiskinan, kelaparan dan kesengsaraan. Dan dengan kondisi tanpa uang, maka penyakit kek si Kopit akan lebih mudah menyerang golongan tak berpunya. Ini sungguh tidak adil.

Lantas apa solusi yang ditawarkan?

Sistem baru yang menolak sistem kemakmuran yang diusung oleh kapitalisme jadul. Singkatnya, dunia butuh kapitalisme jenis baru yang berkeadilan dan berkelanjutan, yang dapat memperjuangkan nasib kaum misqueen. Inilah kapitalisme hijau yang mengusung tema kesetaraan.

Sebenarnya, konsepsi kapitalisme hijau sebagai ‘new deal’ bukan barang baru. Adalah Franklin Delano Roosevelt (FDR) yang awalnya memperkenalkan New Deal di tahun 1930-an, guna mengatasi depresi besar yang terjadi secara global. (baca disini)

Pada tataran teknis, FDR menggenjot proyek pekerjaan umum, reformasi keuangan dan pengaturan lainnya guna mengatasi depresi besar. (https://www.newyorker.com/books/under-review/the-new-deal-program-that-rewrote-america)

Dan kini, kartel Ndoro besar kembali buat rencana retro FDR, dengan nama Green New Deal alias Kapitalisme Hijau. Fragmen kata hijau sengaja dipilih guna menekankan pentingnya lingkungan yang bersih dan bebas emisi karbon.

Jadi kalo ada kapitalisme yang berorientasi kepada alam dan pembangunan yang berkelanjutan, salahnya dimana? Apa ada yang bakal menentangnya? Sungguh sangat cerdas. (https://www.imf.org/en/News/Articles/2020/06/09/sp060920-from-great-lockdown-to-great-transformation)

Apakah kapitalisme hijau hanya dipromosikan genk Davos?

Tidak juga.

IMF selaku lembaga keuangan sang Ndoro besar, juga kerap bicara hal yang sama.

Kristalina Georgieva selaku Direktur Pelaksana IMF mengatakan tentang pentingnya transformasi menuju paradigma ekonomi baru. Pergeseran dari kapitalisme kemakmuran menuju kapitalisme hijau yang lebih egaliter. (https://www.imf.org/en/News/Articles/2020/06/09/~/link.aspx?_id=9C8411E26BD84173955E3B29FB6ED485&_z=z)

Kok bisa sama?

Karena yang menggerakan kedua lembaga itu adalah sang Ndoro besar itu sendiri. Jangan heran bila mereka bisa satu suara.

Bagaimana cara agar kapitalisme hijau tersebut dapat diwujudkan?

Pertama-tama, tatanan ekonomi global saat ini harus ‘dihancurkan’. Pada tahap ini The Great Reset akan mengambil peran. Dan rencana ini dapat berjalan lancar karena hadirnya si Kopit yang sukses menakut-nakuti orang sejagat, sehingga kebijakan lockdown banyak diterapkan.

Bahkan menurut proyeksi IMF, pada akhir 2020 saja akan ada 170 negara alias hampir 90% negara di dunia yang mengalami penurunan pendapatan per kapita yang jauh lebih buruk. (https://www.imf.org/en/News/Articles/2020/06/09/sp060920-from-great-lockdown-to-great-transformation)

Sesudah ekonomi global berhasil dihancurkan, maka akan ada program-program pemulihan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan Bretton Woods. Dan ini membutuhkan segudang syarat yang harus dipatuhi oleh banyak negara yang membutuhkan ‘bantuan’ dari sang Ndoro.

Kalo boleh jujur, ini sama saja dengan Washington Consensus, dimana negara yang akan dibantu IMF untuk keluar dari krisis, harus mau tunduk pada perintah sang Ndoro, dari mulai mereformasi, mengubah dan menyesuaikan semua kebijakan ekonomi dan publik yang berlaku di negara tersebut. (https://www.piie.com/publications/papers/williamson0204.pdf)

Dan salah satu program reformasi yang diwajibkan adalah transformasi digital.

Untuk apa mereka ngotot melakukannya?

Karena memang kontrol atas manusia dengan menggunakan teknologi digital itulah grand scenario yang diinginkan oleh kartel Ndoro besar. (baca disini)

Saat itulah anda akan tahu, bahwa memakan daging adalah sebuah dosa besar yang dapat memicu pemanasan global, dan menyebabkan populasi beruang kutub bakal punah.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!