Kenapa Berseteru? (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah
“Analisa yang pernah Abang turunkan tentang Evergrande, kini beneran terjadi,” begitu saya menerima pesan masuk pada akun media sosial saya.
Maksudnya mungkin berkaitan tentang analisa yang saya buat pada awal April 2021 silam. (baca disini dan disini)
Tentang Evergrande, bukan hal yang mengagetkan bagi saya. Karena apapun faktanya, China nggak bisa menutup-nutupi kasus besar tersebut. Itu hanya pemicu. Kalo anda kritis, efek domino yang akan ditimbulkan yang seharusnya orang sudah mulai pikirkan dari sekarang.
Kenapa bisa saya katakan demikian?
Anda pasti kenal dengan seorang George Soros. Kalo bicara soal tokoh deep state yang satu ini, pertama kali yang terlintas di kepala kita pasti revolusi warna, bukan? (baca disini)
Menariknya, seorang Soros mengatakan bahwa keputusan BlackRock untuk membuka reksa dana milik asing pertama di China sebagai sebuah ancaman bagi para investor BlackRock dan juga keamanan nasional AS. (https://www.wsj.com/articles/blackrock-larry-fink-china-hkex-sse-authoritarianism-xi-jinping-term-limits-human-rights-ant-didi-global-national-security-11630938728)
Awalnya, Soros menulis di Wall Street Journal (WSJ) yang isinya mengkritisi BlackRock. “Adalah kesalahan besar jika BlackRock menuangkan miliar-an dollar ke China pada saat ini.”
Selanjutnya Soros menambahkan, “Dengan membatu rejim Xi yang represif di dalam negeri dan agresif di luar negeri, langkah BlackRock jelas membahayakan keamanan nasional AS dan juga negara demokrasi lainnya.”
Menanggapi ‘serangan’ yang dilancarkan Soros, pihak BlackRock menanggapi dengan menyatakan bahwa AS dan China memiliki hubungan ekonomi yang besar dan kompleks.
“Kami berharap investasi yang kami lakukan akan dapat memberikan kontribusi pada interkonektivitas ekonomi global pada dua negara besar tersebut,” begitu kurleb tanggapan BlackRock. (https://nationworldnews.com/blackrock-addresses-criticism-of-george-soros-firms-china-investment/)
Lantas kenapa seorang Soros tiba-tiba bisa bersuara lantang pada langkah catur yang dibuat BlackRock bagi China? Apakah itu berarti kartel sang Ndoro besar ada benih perpecahan?
Mari kita coba urai, asal-muasal ‘perseteruan’ ini.
Beberapa hari sebelum Soros ‘berkicau’ pada WSJ, Asia Times menulis artikel yang bikin kuping Soros merah. Dikatakan bahwa Soros nggak lain adalah seorang teroris ekonomi global.
“Coba lihat apa yang dilakukannya untuk membantu revolusi warna gagal yang ada di Hong Kong pada 2019 silam, Ini jelas melawan UU baru yang dikeluarkan Tiongkok dalam mengakhiri status kemerdekaan pulau tersebut,” begitu kurleb-nya. (https://asiatimes.com/2021/09/chinese-state-media-label-george-soros-a-terrorist/)
Apakah tindakan yang dibuat Asia Times muncul secara spontan?
Nggak juga.
Pada akhir Agustus 2021 silam, Soros menulis pada Financial Times yang intinya menyerang rejim Xi Jinping karena dinilai telah main keras pada perusahaan swasta China seperti Alibaba yang terkoneksi dengan Jack Ma dan juga Ant Financial. (https://www.ft.com/content/ecf7de34-e595-4814-9cbd-4a5119187330)
Asal tahu saja, bahwa Soros pernah punya saham besar pada Alibaba yang dikelola Jack Ma. (https://www.businessinsider.com/afp-george-soros-sells-off-most-of-his-alibaba-stocks-2015-8)
“Tindakan yang dilakukan Xi akan dapat menghambat secara signifikan ekonomi China dan dapat menyebabkan kehancuran,” pungkas Soros.
Selanjutnya dikatakan, “Indeks saham utama seperi Morgan Stanley’s MSCI dan BlackRock ESG Aware telah menggelontorkan dana miliaran dollar ke perusahaan China yang justru tidak memiliki standarisasi akuntablitas karena dikontrol oleh seorang yang nggak mau tunduk pada otoritas internasional manapun.”
Kita tentu paham siapa yang dimaksud Soros.
Sebagai penutup Soros mendesak agar Kongres AS meloloskan UU yang dapat membatasi investasi manajer aset kepada perusahaan dimana struktur dan tata kelolanya dianggap tidak transparan dan nggak selaras dengan ‘pemangku kebijakan’.
Dari omongan seorang Soros, kita bisa mereka-reka apa maksud tersirat dari kritis pedas yang dilontarkannya tersebut, dan siapa pula yang dimaksud dengan ‘pemangku kebijakan’.
Jadi begitu yang sebenarnya terjadi antara Soros dan BlackRock menanggapi ‘bantuan finansial’ yang diberikan ke perusahaan-perusahaan China.
Terlepas dari apa sebenarnya inti dari perseteruan tersebut, setidaknya kita harus jujur mengakui bahwa tuduhan yang dilontarkan Soros, ada benarnya juga.
Pasar keuangan China memang nggak pernah jelas. Bahkan aturan tentang siapa yang dibantu dan siapa yang ‘dikorbankan’ dalam menanggapi krisis ekonomi, juga nggak pernah diketahui publik secara transparan. (https://www.brookings.edu/blog/ben-bernanke/2016/03/08/chinas-transparency-challenges/)
Kita harus letakan itu sesuai porsinya, meskipun secara pribadi saya berseberangan dengan kartel Ndoro besar.
Nah, kalo sistemnya masih patgulipat, apakah layak diberikan bantuan?
Kalo bantuan itu tidak melibatkan dana besar, kita mungkin masih bisa mahfum. Nah kalo melibatkan dana jumbo dari perusahaan manajemen aset yang mengelola dana global, apa nggak kusut masalahnya?
Misal, bantuan yang diberikan nggak bisa mengatasi masalah yang terjadi. Kemana uang investor yang telah diberikan sebagai bantuan tersebut? Apakah ini nggak bisa memicu efek domino yang jauh lebih besar lagi?
Singkatnya, terlepas apakah perseteruan Soros dan BlackRock hanya sandiwara ataukah sungguhan, satu yang pasti bahwa ada masalah serius yang kini mendera ekonomi China. Dan kartel Ndoro besar coba membantu mengatasi masalah tersebut.
Disini kita bisa lihat dengan jelas, bahwa ada koneksi erat antara China dan kartel Ndoro besar. “Mungkin nggak sih tetiba seseorang kasih bantuan kalo nggak kenal siapa yang dibantu?”
Bagaimana hubungan yang terjadi, pada lain kesempatan saya akan mengulasnya.
Apakah masalah sesungguhnya dibalik bantuan BlackRock kepada China? Saya akan mengulasnya pada tulisan selanjutnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments