Ketika Lanskap Pendidikan Diubah (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama tulisan, saya telah mengulas tentang perubahan yang terjadi pada proses pembelajaran dari konsep brick and mortar ke pembelajaran online. Dan sudah tentu keuntungan yang didapat dari pengembang EdTech saat plandemi, sangat menggiurkan. (baca disini)
“EdTech merupakan segmen yang diharapkan untuk menikmati pertumbuhan yang pesat di tahun mendatang,” demikian prediksinya. (https://www.nasdaq.com/articles/world-reimagined:-the-future-of-education-and-edtech-2021-02-04)
Bahkan laporan yang dirilis oleh Fortune Business Insights, pasar EdTech pada tahun 2027 mendatang, bakal mencapai angka fantastik sekitar USD 251,78 miliar. (https://www.fortunebusinessinsights.com/edtech-and-smart-classroom-market-104662)
Masih banyak laporan lain sejenis yang belum saya paparkan pada analisa saya kali ini. Intinya adalah pembelajaran online nggak akan berakhir, malah akan diterapkan secara permanen ke depannya.
Nggak heran kalo proyeksi keuntungan yang didapat dari EdTech bakal terus berlipat dari tahun ke tahun, karena memang pembelajaran online nggak akan surut, apapun taruhannya.
Orang waras mana yang mau melepas margin keuntungan demikian besar?
Kenapa saya bisa bilang demikian?
Karena pemain utama dalam bisnis EdTech tersebut adalah kartel Ndoro besar. Nggak aneh jika EdTech menjadi salah satu agenda besar mereka, karena berkaitan dengan agenda besar mereka, The Great Reset (TGR). (https://www.worldbank.org/en/topic/edutech/brief/introducing-the-edtech-hub)
Lalu kenapa mereka ingin berkecimpung pada EdTech? Apakah karena didorong motif ekonomi semata?
Pada tahun lalu, saya pernah buat analisa tentang ini. Jadi apa yang saya paparkan kini hanya penegasan saja sifatnya. (baca disini dan disini)
Ini bukan semata-mata karena motif ekonomi alias cari cuan sebanyak-banyaknya, tapi layaknya vaksinasi global, akan ada kontrol yang bisa dilakukan pada manusia lewat pendidikan online tersebut.
Caranya?
Dengan mengkonfigurasi ulang pendidikan secara global. Tentu saja dengan mencampakan pola pembelajaran lama yang memakai bangunan fisik dalam belajar, dan menggantinya dengan teknologi digital. Jadi kedepannya, belajar nggak butuh bangunan fisik alias gedung sekolah.
Sekarang kalo ditanya apakah anak-anak akan bisa bersekolah seperti masa sebelum plandemi melanda, anda sudah tahu jawabannya, bukan? Nggak akan terjadi. Kalopun ada, paling hanya sebentar saja, dan kembali ke belajar ala online.
Bagaimana kita bisa yakin akan rencana tersebut?
Gampang membuktikannya.
Coba dijawab, apa tujuan akhir dari TGR?
Tentu saja tatanan dunia baru yang kelak disebut dengan Inclusive Capitalism atau Sustainable Development Goals (SDG). (baca disini, disini dan disini)
Sekarang coba lihat tujuan ke-4 dari SDG yang akan diwujudkan pada 2030 mendatang, secara khusus pada butir pendidikan.
Dikatakan bahwa pada 2030 mendatang, akan ada pendidikan yang bukan saja berkualitas tapi juga terjangkau, dari level dasar hingga universitas. (https://www.undp.org/sustainable-development-goals?utm_source=EN&utm_medium=GSR&utm_content=US_UNDP_PaidSearch_Brand_English&utm_campaign=CENTRAL&c_src=CENTRAL&c_src2=GSR&gclid=CjwKCAjwmK6IBhBqEiwAocMc8kNWkKW1DJPT2Cql4HR8v61hmUDFZNC2dqsxk2xJdrzXhc-7sPrrrxoCKSIQAvD_BwE#quality-education)
Sekarang coba anda terjemahkan, apa maksud pendidikan yang ‘murah’ tapi berkualitas?
Mungkin nggak sih kalo pendidikan itu pakai konsep brick and mortar alias memakai bangunan fisik semisal gedung sekolah/kampus? Kalo itu yang terjadi, maka jelas nggak akan ada pendidikan murah, mengingat gedung perlu biaya maintenance dan lain-lain.
Pertanyaan selanjutnya, pendidikan model gimana yang dikatakan berkualitas untuk saat ini?
Tentu saja yang mengadopsi pembelajaran berbasis teknologi digital. Jadi kalo anda belajar dengan gaya lama dengan tatap muka, belajar pakai buku dan nggak pakai teknologi digital, anda bakal dicap out of date, karena nggak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sang Ndoro besar.
Dan jika kedua hal tersebut digabungkan, maka EdTech menjawab pertanyaan tersebut. Dengan hadirnya EdTech, pembelajaran bakal dianggap ‘berkualitas’. Dan dengan EdTech juga, maka nggak perlu keluar banyak dana buat belajar. Semua modul bakal disediakan pada EdTech tersebut.
Lalu bagaimana peran guru dan sekolah ‘mahal’?
Ya otomatis bakal ditinggal. Apa fungsinya, lha wong sudah ada EdTech?
Kalopun ada, maka peran guru hanya buat konten pembelajaran di media sosial saja, yang bakal dipakai oleh banyak orang. Sedangkan fungsi utamanya sebagai guru yang harusnya mengajar namun juga mendidik siswa, akan tersisihkan oleh teknologi yang diciptakan sang Ndoro besar.
Terus bagaimana skenario yang dijalankan ke depannya?
Pertama-tama, orang akan belajar melalui sekolah ‘mahal’ yang menggunakan aplikasi EdTech seperti saat ini. Wajar, ekonominya masih ‘mumpuni’ untuk melakukan hal tersebut.
Namun, lama kelamaan, karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan sementara ekonomi kian terpuruk, maka orang akan beralih ke sekolah digital yang disediakan oleh EdTech.
“Toh sama saja proses belajarnya, dimana gurunya juga ngajar secara online alias nggak ketemu fisik,” demikian kurleb-nya. Jadi kalo kita bicara kualitas pendidikan saat ini, jadi nggak relevan.
Nggak percaya? Mari kita buktikan.
Anda tahu Khan Academy?
EdTech yang terkoneksi dengan Bill Gates tersebut mengalami traffic yang sangat signifikan selama plandemi. (https://www.bizjournals.com/sanjose/news/2020/03/26/khan-academy-growth-coronavirus-at-home-learning.html)
Kok bisa demikian?
Materi belajarnya punya standar internasional, dan dibimbing oleh tutor yang kompeten. Selain itu anda nggak perlu keluar biaya untuk mengakses modul pembelajarannya. Tinggal sediain kuota, anak anda bisa pantengin materi via video sampai mata belekan.
Dengan semua fitur yang ditawarkan, jelas saja Khan Academy jadi banyak peminatnya di seluruh dunia. Ini yang akan terjadi hari-hari ke depannya. Anda perlu catat pernyataan saya.
Jadi para pendidik (utamanya swasta), jangan senang dulu kalo saat ini anda masih bisa mengajar dari rumah tanpa gaji harus dipotong, karena itu hanya bersifat sementara.
Percayalah, ke depannya anda akan kesulitan mendapatkan siswa baru, karena tekanan ekonomi yang kian menghimpit. Dan ini nggak butuh waktu lama.
Sebaliknya, EdTech yang dikembangkan sang Ndoro besar, akan mempercepat proses transformasi terbesar dalam sejarah pendidikan di dunia, dimana peran guru akan dicampakkan.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Weits, jujur saya salah satu user Khan Academy mas, untuk belajar bidang2 baru from scratch. Dibalik crowdednya “ancaman” agenda2 TGR, Memang praktis sih jika hanya untuk sekedar cherry picking pengeteahuan2 tertentu. Kalau untuk desain baru system pengajaran anak-anak ya ngga sesimple itu tentunya.
RIP pendidikan manusia seutuhnya..