Melihat Keseriusan
Oleh: Ndaru Anugerah
“Sebenarnya pemerintah serius nggak sih memberantas radikalisme dan terorisme?” begitu pertanyaan seorang netizen.
Itu pertanyaan tentang 2 sisi pada satu mata uang logam, berbeda tapi pada prinsipnya sama.
Saya mau jawab yang pertama dulu ya. Yang kedua akan saya ulas pada lain waktu.
Goyang mang…
Sewaktu ormas RS ‘dibubarkan’ saya termasuk yang menyangsikan itikad tersebut. (baca disini)
Apakah yang saya sanksi-kan benar atau salah? Kita lihat faktanya.
Nggak lama setelah ormas RS dinyatakan bubar, di Januari 2021, PPATK langsung membekukan 92 rekening yang terkoneksi dengan organisasi tersebut, karena diduga adanya perbuatan melanggar hukum pada rekening-rekening tersebut.
Perbuatan melanggar hukum yang dimaksud adalah yang terindikasi dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya.
Menurut keterangannya, PPATK berkoordinasi dengan Kepolisian dalam menjalankan aksi pemblokiran tersebut. (https://www.beritasatu.com/nasional/726457/ppatk-sebagian-rekening-fpi-diduga-dipakai-untuk-perbuatan-melawan-hukum)
Bukan itu saja.
Pada akhir Januari 2021, PPATK menyebutkan ke publik bahwa ada aliran dana asing yang masuk ke rekening ormas RS tersebut. Walaupun PPATK kasih klarifikasi bahwa aliran dana itu belum bisa dibuat sebagai kesimpulan, mengingat banyak ormas juga melakukan hal yang sama. (https://news.detik.com/berita/d-5347075/kepala-ppatk-soal-aliran-dana-fpi-dari-ln-belum-bisa-disimpulkan-apa-apa)
Tapi publik Wakanda, langsung ‘orgasme’ mendengar ‘temuan’ PPATK tersebut. Seolah ormas RS akan benar-benar dibuat lenyap tak berbekas oleh pemerintah. Bahkan mereka berharap agar PPATK mengungkapkan kepada publik ikhwal temuannya tersebut.
Apa dibuka? Kan nggak.
Kenapa?
Saya sudah kasih petunjuknya pada analisa saya beberapa bulan yang lalu. (baca disini)
Bola bergulir. Laporan PPATK kemudian disampaikan kepada Kepolisian untuk ditindaklanjuti adanya hal yang mencurigakan atau tidak.
Ternyata temuan Bareskrim menyatakan belum menemukan adanya tindak pidana pada 92 rekening yang dibekukan tersebut (4/3). (https://nasional.tempo.co/read/1438997/bareskrim-belum-temukan-ada-pidana-di-92-rekening-fpi/full&view=ok)
Disini saja publik bisa melihat, kalo ada ketidak-cocokan antara PPATK dan kepolisian. Yang satu bilang ada dugaan tindak pidana, sementara yang lain justru bilang nggak ada.
Lalu, siapa yang punya wewenang untuk membekukan rekening tersebut?
Ini cukup ramai manakala PPATK dicecar oleh DPR terkait pemblokiran tersebut. (https://www.merdeka.com/peristiwa/dpr-kritik-ppatk-umumkan-blokir-92-rekening-fpi-ini-kewajiban-hukum-atau-ikutan-saja.html)
PPATK menyatakan bahwa pihaknya memang telah melakukan pemblokiran. Tapi pemblokiran tersebut dilanjutkan atau tidak, itu bukan wewenang PPATK lagi melainkan kewenangan pihak penyidik alias kepolisian setelah PPATK membuat laporan kepada penyidik.
“Dalam hal kepolisian tidak melakukan pemblokiran lanjutan, tentu saja rekening yang diblokir akan terbuka dengan sendirinya dalam tempo 20 hari,” ungkap kepala PPATK. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210325164456-12-622118/ppatk-92-rekening-fpi-terbuka-sendiri-jika-polisi-tak-blokir)
Tapi, pihak penyidik justru kasih statement yang berbeda. “Kewenangan memblokir rekening itu ada pada PPATK.” (https://www.law-justice.co/artikel/105534/polri-ppatk-saling-lempar-blokir-rekening-aziz-ada-yang-tak-beres/)
Ditambahkan lagi, “Kami memang menerima Laporan Hasil Analisa (LHA) dari PPATK terkait hal tersebut, namun bukan berarti kepolisian melakukan pemblokiran tersebut.” (https://nasional.okezone.com/read/2021/03/24/337/2383439/bareskrim-pastikan-tak-pernah-blokir-92-rekening-fpi)
Seharusnya, rekening yang diblokir sudah bisa dikembalikan kepada pihak yang memilikinya karena nggak ditemukan predicate crime yang memadai.
Nyatanya, hingga kini rekening tersebut masih diblokir. Nah terus yang blokir siapa, mengingat kedua pihak saling lempar tanggungjawab.
Sebagai analis saya melihat ada beda visi pada kedua lembaga negara tersebut, dan ini fatal dalam rangka menangani kasus radikalisme di Wakanda.
Gimana mau bisa berantas radikalisme, lha wong ormas yang sudah dibredel saja masih bingung mau diapain rekeningnya?
Itu belum langkah-langkah strategis lainnya yang jauh lebih rumit untuk serius memberantas radikalisme.
Sampai sini paham, kenapa saya menyangsikan dari awal.
Pertanyaan selanjutnya, anda yakin ormas RS benar-benar telah ‘tamat’ riwayatnya?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments