Vaksin Percobaan (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama tulisan saya telah mengulas tentang klaim lebay yang dikemukakan media mainstream tentang keamanan dan efektivitas vaksin. Nyatanya semua hanya klaim bodong yang nggak ada datanya. (baca disini)
Lalu bagaimana dengan proses uji coba vaksin Big Pharma tersebut?
Pfizer dan BioNTech mengklaim bahwa mereka telah menyelesaikan uji coba tahap 3 per tanggal 18 November 2020 silam, dengan angka kemanjuran 95%.
Dengan hasil tersebut maka angka yang disyaratkan FDA dan EUA (izin penggunaan darurat) telah terpenuhi. (https://www.pfizer.com/news/press-release/press-release-detail/pfizer-and-biontech-conclude-phase-3-study-covid-19-vaccine)
Kalo benar mereka telah memiliki data lengkap tentang uji coba yang telah mereka lakukan, lantas kenapa FDA menyatakan, “Reaksi merugikan tambahan dapat dimungkinkan dengan penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech C-19”? (https://web.archive.org/web/20201212022810/https://www.fda.gov/media/144413/download)
Bukan itu saja, FDA juga menyatakan, “Pada saat ini tidak cukup data utuk membuat kesimpulan tentang keamanan vaksin pada sub-populasi seperti: anak-anak dibawah 16 tahun, individu hamil dan menyusui dan individu yang terkait dengan penyakit penurunan kekebalan.” (https://web.archive.org/web/20201216060923/https://www.fda.gov/media/144245/download)
Aneh bukan?
Tapi informasi kek gini mana ada di media mainstream? Semua orang larut dalam kegembiraan atas klaim efektif vaksin sebesar 95% tadi.
Lantas, angka 95% itu sendiri apa artinya? Dapat angkanya dari mana?
Itu adalah angka pengurangan risiko relatif (relative risk reduction) alias perbedaan persentase antara grup orang yang menerima vaksin dan orang yang menerima placebo. (https://www.bmj.com/content/371/bmj.m4347/rr-4)
Saya akan uraikan secara sederhana.
Jadi pada uji coba vaksin Pfizer, dibagi dalam 2 kelompok. Satu yang dapat vaksin dan satu yang dapat placebo (nggak mendapat vaksin beneran). Yang dapat vaksin sebanyak 18.310 orang, sedangkan yang dapat placebo sebanyak 18.319.
Dari kelompok yang menerima vaksin, didapatkan bahwa serangan Kopit menyasar kepada 8 orang dan kelompok yang tidak menerima vaksin (placebo), tingkat serangan vaksin menyasar kepada 162 orang.
Dengan demikian tingkat serangan Kopit sebesar 0,00044 pada kelompok vaksin (8/18310) sedangkan kelompok placebo sebesar 0,00884. Jadi angka risiko relatif sebesar 100% dikurangi (0,00044/0,00884 x 100%). Jadi angka yang didapat 95% adalah angka pengurangan risiko relatif.
Sedangkan angka pengurangan risiko absolut sebenarnya yang dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas vaksin adalah 0,884% dikurangi 0,044% jadinya hanya sekitar 0.84% saja.
Dan itu selaras dengan nilai The Number Needed to Vaccinate (NNVT) = 256 yang artinya untuk mencegah hanya 1 kasus Kopit, sebanyak 256 harus divaksin, sedangkan 255 orang lainnya tidak mendapatkan manfaat apapun, tapi justru bisa terkena efek samping vaksin yang disuntikkan pada mereka.
Secara singkat, vaksin yang dipakai nggak akan efektif mengurangi penyebaran infeksi virus ataupun dapat menyelamatkan nyawa manusia karena nilainya yang hanya 0,84%. (https://archive.is/fbvhK)
Tapi kalo anda nggak tahu tentang data-data ini, bukan? Yang anda tahu dari media mainstream bahwa vaksinnya punya tingkat efektivitas sebesar 95%. Titik. Padahal ini adalah klaim bodong. (https://archive.is/L4WfV)
Klaim bodong nggak berhenti sampai disini. Oxford Center for Evidence Based Medicine memperkirakan angka CFR alias Case Fatality Rate si Kopit sebesar 1,4%. (https://www.cebm.net/covid-19/the-declining-case-fatality-ratio-in-england/)
Nyatanya, berdasarkan data yang didapat berdasarkan uji coba tahap 3 yang dilakukan oleh Pfizer dan BioNTech adalah 0,88/100 alias 0,012%. Amazing bukan manipulasi datanya?
Lanjut mang…
Berikutnya kita perlu tahu, berapa nilai Health Impact Events (HIE) untuk mengetahui apa risikonya jika kita menggunakan vaksin m-RNA Pfizer tersebut.
Definisi yang ajeg menurut CDC adalah: “Tidak dapat melakukan aktivitas normal sehari-haru, nggak dapat bekerja, sehingga memerlukan perawatan dokter atau ahli kesehatan.” (https://bit.ly/3h580gt)
Berdasarkan laporan per tanggal 18 Desember, sebanyak 112.807 orang sudah disuntik dengan vaksin Pfizer, dan sebanyak 3150 orang mengalami Health Impact Events (HIE). Dengan demikian angkanya 2,8%. Ini jelas lebih besar dari manfaat vaksin yang disuntikkan.
Namun data ini sekali lagi tidak tersedia pada laman ClinicalTrials.gov, meskipun uji klinis untuk vaksin Pfizer/BioNTech bernomor seri NCT04368728 telah didaftarkan. (https://web.archive.org/web/20201223211449/https://www.pfizer.com/science/find-a-trial/search/NCT04368728)
Aneh bukan?
Yang lebih aneh lagi laporan media mainstream yang menyatakan bahwa vaksinnya aman dan efektif. Dapat datanya dari mana kok bisa ngomong demikian? (https://archive.is/1Ta18)
Sekarang, pakai akal sehat aja deh.
Mungkin nggak sih vaksin yang harusnya dibuat dalam waktu bertahun-tahun, kemudian berhasil dibuat hanya dalam hitungan bulan dengan tingkat efektivitas mencapai 95%? Gampang bukan menjawabnya.
Tapi apa yang terjadi jika kita ungkap kebenaran yang sesungguhnya? Maka secara keroyokan dari mulai lembaga fact checker, media mainstream hingga Big Tech akan mengganjar kita dengan julukan khas penganut ‘Teori Konspirasi’. Dan saya sudah mengalami hal tersebut.
Semoga anda makin paham tentang masalah yang sesungguhnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Analisa fakta yg lengkap dan sangat bermanfaat bang. Top markotop jenengan mas, Sehat selalu , panjang umur, banyak rejeki baang, Aamiiin ??
Sama2. Mksh atas doanya. ??