Virus Mematikan?
Oleh: Ndaru Anugerah
Dikatakan bahwa virus si Kopit bersifat mematikan bagi manusia. “Banyak tuh jeng, yang sudah meninggal karena si Kopit,” tutur seorang mama muda dengan genk mamud lainnya via WAG.
Pertanyaannya: tahu darimana kalo si Kopit mematikan atau nggak?
Tentu bukan pakai asumsi, bukan juga pakai magic word ‘katanya’.
Tapi pakai indikator ajeg: Infection Fatality Rate (IFR) alias berapa tingkat kematian yang disebabkan olehnya. (https://www.virology.ws/2020/04/05/infection-fatality-rate-a-critical-missing-piece-for-managing-covid-19/)
Pada awal tahun, saya pernah membahas tentang berapa angka IFR si Kopit yang dipublikasi oleh beberapa ilmuwan dunia. Walaupun itu masih laporan pre-print. (baca disini)
Disitu, IFR si Kopit kurleb berada dalam rentang kurang dari 1%.
Kalo begitu adanya, klaim bahwa si Kopit mematikan, gugur sudah.
Terakhir data yang diungkap pemerintah Portugal tentang kematian akibat si Kopit yang hanya 0,9%, juga menegaskan hal itu. (baca disini)
“Ada nggak sih data terbaru tentang jurnal yang bukan berupa pre-print?” tanya seorang netizen.
Ada tentunya. Dan saya akan coba bahas dalam ulasan saya kali ini.
Dalam dunia medis, pasti orang nggak asing dengan sosok Prof. John Ioannidis dari Stanford University. Ilmuwan kondang tersebut terkenal gaek dalam mempresentasikan data statistik, terutama saat pandemi si Kopit. (https://www.statnews.com/2020/03/17/a-fiasco-in-the-making-as-the-coronavirus-pandemic-takes-hold-we-are-making-decisions-without-reliable-data/)
Saat pertama kali pandemi merebak dipicu oleh pernyataan WHO bahwa IFR dari si Kopit mencapai 3,4%, orang sedunia langsung panik dan banyak memberlakukan lockdown akibat gembar-gembor bahwa si Kopit bersifat mematikan. (https://www.cnbc.com/2020/03/03/who-says-coronavirus-death-rate-is-3point4percent-globally-higher-than-previously-thought.html)
Bahkan demi mempertahankan reputasi bahwa si Kopit demikian mematikan, ada pihak yang sengaja mengedit halaman di Wikipedia yang tujuannya menyama-nyamakan si Kopit dengan Flu Spanyol dengan cara mengubah nilai IFR-nya. (https://en.wikipedia.org/wiki/Spanish_flu)
Luar biasa.
Di tengah situasi tersebut, Prof. John Ioannidis bersuara keras pada April 2020 silam. Menurutnya IFR si Kopit nggak sampai 3,4% seperti klaim WHO, tapi hanya 0,27%. (https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.05.13.20101253v1)
Banyak pihak geger terhadap penelitian yang dipublikasi oleh Prof. Ioannidis tersebut.
Guna menjawab keraguan publik, Prof. Ioannidis akhirnya kasih klarifikasi tentang data penelitian yang telah dipublikasi tersebut. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7849322/)
Dan yang paling gres, Prof. Ioannidis kembali melakukan penelitian tentang IFR si Kopit pada Februari 2021 silam. Laporan tersebut telah dirilis pada jurnal yang sudah dilakukan proses peer-review.
Apa hasilnya?
IFR si Kopit makin drop. Angkanya hanya 0,15%. Jadi, rasio kematian akibat infeksi si Kopit hanya sekelas penyakit flu biasa. (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/eci.13554)
Dan ini selaras dengan pernyataan tidak langsung dari WHO, yang menegaskan bahwa IFR si Kopit hanya sekitar 0,14% pada Oktober 2020 silam. (baca disini)
Cukup?
Saya kasih data lainnya agar anda bisa terbuka wacananya.
Anda pasti tahu Imperial College, bukan? Tempat asal Prof. Lockdown-pun tersebut, pada Oktober 2020 silam menyatakan bahwa IFR si Kopit hanya 1%. (https://www.imperial.ac.uk/news/207273/covid-19-deaths-infection-fatality-ratio-about/)
Bahkan WHO juga dengan gamblang bilang kalo IFR si Kopit kurang dari 1% pada Agustus 2020 silam. (https://healthpolicy-watch.news/less-than-1-of-all-infected-individuals-may-die-from-covid-19-but-easy-transmissibility-makes-the-virus-dangerous-says-who/)
Masih banyak penelitian sejenis yang sudah dilakukan proses peer-review yang juga bilang hal yang kurleb sama, bahwa IFR si Kopit adalah kurang dari 1%.
Masa sih ilmuwan dunia sudah janjian dengan kompakan membuat penelitian yang hasilnya hampir-hampir sama? Itu ilmuwan apa bandar togel?
Kembali ke laptop.
Sekarang coba dijawab dengan nalar, apakah virus si Kopit demikian mematikan seperti klaim kebanyakan orang?
Nggak butuh seorang Einstein untuk tahu jawabannya, bukan? Itu jelas lebay.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments