Upaya Biden (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah – 22012024
Apakah ada kaitan antara upaya AS dalam menggempur kekuatan Houthi di Yaman dengan proses pemilihan presiden di AS sana pada 2024 ini?
Untuk itu kita coba gali datanya.
Kita tahu bersama bahwa popularitas opa Biden lumayan jeblok di AS sana jelang pilpres 2024. Itu fakta yang nggak bisa dinegasikan.
Penyebabnya macam-macam, namun yang utama adalah karena sosok Biden mendukung perang di Gaza dan kedua dirinya juga mendukung perang di Ukraina yang nggak kunjung berakhir. (https://www.nbcnews.com/meet-the-press/first-read/poll-shows-decreasing-us-support-war-ukraine-rcna123300)
Ekonomi dalam negeri aja sudah babak belur, ngapain malah dukung perang yang bisa mendorong perekonomian global makin runyam?
Dengan popularitas yang demikian rendah, bagaimana mungkin dirinya terpilih kembali di tahun ini? (https://www.ft.com/content/6d53d7ab-a9cf-4b46-a738-b78aa825b5b2)
Jadi harus ada cara untuk menjadikan dirinya terpillih kembali.
Pertama dengan membuat narasi yang lumayan laku untuk dijual, dan kedua dengan cara menyingkirkan kompetitor potensialnya.
Untuk langkah yang kedua, mungkin dalam proses, mengingat Trump dalam proses pengadilan saat ini. Yah, kalopun Trump nggak berhasil dibui, minimal elektabiliitas Trump (diharapkan) bakal melorot. “Masa anda mau pilih capres yang punya kasus hukum?” begitu kurleb-nya. (https://www.nytimes.com/2023/11/30/podcasts/run-up-donald-trump-prison.html)
Bagaimana dengan rencana pertama?
Yang paling mungkin dilakukan Biden adalah membuat narasi, dimana mayoritas warga AS akan mendukungnya. Dan narasi tersebut bernama perang kembali melawan terorisme.
Tentang ini pernah saya bahas saat Biden terpilih di 2020 silam. (baca disini dan disini)
Maka jangan aneh jika administrasi Biden mendukung penuh perang melawan kelompok Houthi di Yaman, karena memang itu narasi yang akan dikembangkan. Houthi sama dengan terorisme, karenanya harus diperangi. Titik.
Padahal bukan itu awal rencananya.
Biden rencananya akan mengaktivasi kembali pasukan proksi-nya di Timur Tengah, ISIS. Caranya tentu saja mempersenjatai proksi tersebut. Biasanya persenjataan disalurkan lewat jalur darat, salah satunya melalui Arab Saudi.
Namun hubungan AS dan Saudi yang kurang harmonis akhir-akhir membuat Biden harus putar akal menanggulangi masalah ini. (baca disini)
Jalur alternatif yang paling mungkin adalah melalui darat, dan itu harus lewat Israel. Jadi melalui Laut Merah, persenjataan dan peralatan perang lainnya dikirim dan mendarat di pelabuhan Eilat, Israel.
Nah dari pelabuhan Eilat, peralatan dikirim ke Yordania dan dipindahkan dengan menggunakan kereta api dan truk menuju wilayah AS yang ada di Suriah.
Jadi bukan kebetulan jika ada pangkalan pasukan AS ada di Al Tanf, Suriah bisa eksis karena memang disanalah pasukan ISIS menerima persenjataan dari AS. Aliasnya pangkalan Al Tanf dirancang bukan untuk memerangi pasukan Daesh tersebut, melainkan untuk menyokongnya. (https://sana.sy/en/?p=312284)
Dengan kata lain, pengiriman persenjataan dalam jumlah besar, harus melalui Laut Merah, untuk mempersenjatai pasukan ISIS guna mengaktivasi GWOT versi 2.0.
Disini masalahnya lumayan pelik.
Awalnya AS berpikir bahwa wilayah Laut Merah ada dalam kendali mereka.
Namun sialnya, skenario berbalik saat pasukan Houthi menembaki kapal-kapal berbendera Israel ataupun yang punya afiliasi dengan Israel (termasuk yang berencana merapat ke pelabuhan Eilat). Ini dilakukan sebagai aksi balasan atas agresi yang dilakukan Israel pada warga Palestina yang ada di Jalur Gaza.
Dan puncaknya saat medio Januari ini, dimana kapal kontainer AS (Gibraltar Eagle) yang berlayar di Laut Merah, merasakan rudal balistik Houthi, dan mengakibatkan kapal tersebut terbakar. (https://www.abc.net.au/news/2024-01-16/houthi-rebels-strike-us-ship-yemen-coast-israel-gaza-hamas-war/103323120)
Memang apa yang istimewa dari Gibraltar Eagle?
Kalo anda baca di media mainstream, isi kontainer tersebut nggak akan dibuka secara vulgar.
Kenapa?
Karena isinya yang lumayan bisa ‘membuka’ mata anda.
Sekarang coba saya tanya: ngapain kapal kontainer AS nekat melewati jalur air paling berbahaya di dunia saat ini, khususnya bagi pelayaran AS? Apa mungkin senekat itu kalo nggak ada tujuan utamanya? Apa iya hanya sekedar barang dagangan yang diangkut?
Apa mungkin pasukan Houthi (yang berafiliasi ke Iran) salah sasaran dengan menembakan misil balistiknya ke arah Gibraltar Eagle? Kalo itu alasannya, ini jelas mengada-ada.
Lantas apa kira-kira isi kontainer yang diangkut Gibraltar Eagle?
Sasus beredar jika Gibraltar Eagle mengangkut persenjataan, termasuk kendaraan Toyota Tundra yang sengaja dirancang dan dimodifikasi untuk alat transportasi yang bisa dipakai oleh para pasukan ISIS di padang pasir.
Masuk akal jika pasukan Houthi bereaksi keras dengan merudal ‘kapal dagang’ AS tersebut, karena mereka tahu apa isi kapalnya dan digunakan untuk tujuan apa.
Kira-kira bagaimana skenario pengiriman senjata ini dilakukan?
Apa kendala lain dari opa Biden untuk membuatnya terpilih kembali?
Pada bagian kedua tulisan kita akan membahasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
bang, bahas jalur perjalanan senjata AS utk ISIS, awalnya dr mn shg mesti lewat laut merah. trims