Tatanan Dunia Baru (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bang, yang dimaksud dengan tatanan dunia baru itu sebenarnya apa sih? Mohon pencerahannya,” tanya seorang diujung sana.
Jika anda ngomong soal tatanan dunia baru alias New World Order (NWO) pada orang awam, maka percayalah bahwa anda akan dicap sebagai orang gila alias halu.
Kenapa?
Karena nalar orang secara umum nggak akan bisa mencerna tentang hal itu.
Yang gampang gini deh. Coba anda ngomong soal kartel Ndoro besar pada mereka yang ngerti geopolitik, apa yang bakal terjadi? Pasti anda akan dianggap sedang ngelindur. “Mana ada kartel Ndoro besar di dunia? Aneh-aneh wae,” begitu kurleb-nya.
Jadi anda perlu batasi lawan bicara anda saat anda bicara soal tatanan dunia baru alias NWO, karena nggak semua orang paham maknanya.
Secara garis besar, istilah tatanan dunia baru pertama kali disundul oleh penulis Inggris yang bernama Herbert George Wells alias HG Wells pada tahun 1940 silam, pada bukunya yang berjudul The New World Order. (https://archive.org/details/pdfy-hwevgNwolPH1oos6)
Dalam bukunya tersebut, Wells memandang pentingnya sebuah pemerintahan tunggal pasca PD II yang menaungi seluruh dunia. “Ini diperlukan sebagai solusi atas perang,” kilah Wells.
Apa bentuk pemerintahan yang dicita-citakan Wells?
Pemerintahan global yang menganut sistem sosialis, dimana sistem perlindungan atas HAM secara global harus dicapai.
Berbekal apa yang telah dikatakan Wells tersebut, banyak sudah individu maupun institusi politik yang akhirnya menggunakan istilah sejenis (NOW) sebagai sistem pemerintahan global yang tunggal dan bersifat menyatukan.
Misalnya dokumen Komisi Eropa yang disampaikan oleh mantan presidennya Jose Manuel Barroso pada Universitas Yale di tahun 2014 silam.
Barroso mengatakan bahwa tatanan dunia baru adalah sebuah sistem pemerintah global yang bersifat ramah dan mendatangkan manfaat bagi penduduknya. (https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/SPEECH_14_612)
Nggak berhenti sampai disitu, sebab sederet nama beken dunia juga menyuarakan istilah yang sama.
Misalnya Mikhail Gorbachev di tahun 1988 yang menyatakan, “Kemajuan dunia hanya mungkin dicapai melalui konsesus bersama umat manusia dalam gerakan menuju tatanan dunia baru,” (https://www.gorby.ru/en/presscenter/publication/show_23734/)
Atau mantan presiden AS George HW Bush di tahun 1991 yang menyatakan, “Oleh karena itu, dunia dapat memanfaatkan peluang ini untuk memenuhi janji lama mengenai tatanan dunia baru.” (https://www.c-span.org/video/?525425-10/a-world-order)
Berikutnya ada Henry Kissinger yang melontarkan pendapatnya di tahun 1994, “Tatanan dunia baru tidak akan dapat terwujud tanpa andil AS karena kita adalah satu-satunya komponen yang signifikan. Ya, akan ada tatanan dunia baru yang akan memaksa AS untuk mengubah persepsinya.” (https://www.iwp.edu/wp-content/uploads/2019/05/20131028_HenryKissingerDiplomacy1994Ch.1TheNewWorldOrder.pdf)
Dan terakhir ada juga suara dari Afrika yang diusung oleh mantan presiden Afsel, Nelson Mandela di tahun 1994, “Tatanan dunia baru yang sedang terbentuk harus focus pada penciptaan dunia demokrasi, perdamaian dan kesejahteraan bersama.” (https://www.researchgate.net/post/What-do-you-think-about-the-scenario-of-a-supranational-world-order)
Jadi kalo ditanya, tatanan dunia baru itu konspirasi apa bukan?
Ya bukan, karena beberapa tokoh kondang dunia telah menyuarakan hal itu. Yang bilang kalo tatanan dunia baru sebagai konspirasi, tuh orang mainnya kurang jauh.
Kalo bisa disingkat, maka saat tokoh-tokoh dunia tersebut menyuarakan soal tatanan dunia baru, yang dilontarkan sebagai respon atas peristiwa global berupa perang, pergolakan politik, krisis keuangan hingga konflik dagang internasional.
Itu konteksnya.
Dan kalo kita pelajari secara seksama, maka yang dimaksud tatanan dunia baru adalah spirit yang termaktub dalam Piagam PBB yang bercita-cita mewujudkan tatanan dunia yang memperlakukan semua warga dunia dengan rasa hormat, penih kasih dan bermartabat. (https://www.un.org/en/about-us/un-charter)
Sungguh sangat mulia.
Lantas dimana salahnya cita-cita agung tersebut?
Kalo dinalar maka semua negara pada dasarnya dapat mewujudkan perdamaian, kesetaraan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun kenyataannya, apakah hal tersebut bisa dieksekusi?
Kan nggak.
Nyatanya, pemerintah secara konsisten gagal memberikan kesetaraan bagi rakyatnya. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin, makin membesar, sehingga terjadi ketimpangan. (https://equalitytrust.org.uk/scale-economic-inequality-uk)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Credit Suisse, kekayaan 1% orang terkaya di dunia lebih besar jumlahnya ketimbang kekayaan total 99% sisanya. (https://www.theguardian.com/inequality/2017/nov/14/worlds-richest-wealth-credit-suisse)
Bahkan ekonom kondang Thomas Pickety menyatakan bahwa dalam 30 tahun terakhir pertumbuhan pendapatan secara riil untuk separuh populasi dunia yang berada di level bawah adalah sebesar 0 persen.
Angka ini berbeda jauh dengan 1% populasi teratas dunia yang mengalami peningkatan pendapatan riil sebesar 300%. Luar biasa! (https://www.nytimes.com/2016/12/06/business/economy/a-bigger-economic-pie-but-a-smaller-slice-for-half-of-the-us.html?smid=tw-nytimesbusiness&smtyp=cur)
Apakah pemerintah tahu kenyataan ini?
Kalo tahu, apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi kesenjangan ini?
Nggak ada, bukan?
Bukankah semua ketidakadilan atau kesenjangan sosial ada dalam kendali pemerintah untuk bisa diselesaikan? Apakah pemerintah dibuat berdaya atas masalah ini?
Aliasnya, Piagam PBB hanya bersifat deklamatoris namun nggak bisa dieksekusi pada tataran teknis. Begitupun dengan tatanan dunia baru yang bermaksud mewujudkan surga di bumi.
Itu nggak akan mungkin terwujud.
Apalagi saat tatanan dunia baru yang dihembuskan oleh kartel Ndoro besar, dimana pemerintahan dunia kelak akan dipimpin oleh segelintir orang yang didaulat sebagai pemangku kebijakan (stakeholder capitalism). Ini akan lebih mengerikan. Percayalah. (baca disini dan disini)
Darimana ide pemerintah dunia alias NWO ini berasal?
Pada bagian kedua kita akan membahasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments