Polusi Udara di Planet Namek (*Bagian 1)


533

Polusi Udara di Planet Namek (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

“Menurut Abang, apa yang menjadi penyebab polusi udara di Planet Namek?” begitu kurleb pertanyaan seorang netizen yang dialamatkan ke saya.

Sedikit curcol, kalo belakangan ini, saya agak kesulitan membagi waktu untuk menulis, dikarenakan padatnya jadwal yang saya miliki. Jadi aturan first thing first terpaksa saya berlakukan, karena ada pekerjaan yang lebih penting ketimbang menulis sebuah analisa geopolitik.

Tapi itu bukan berarti bahwa kegiatan menganalisa geopolitik kurang penting untuk dilakukan. Bukan begitu. Tapi karena ada pekerjaan lain yang mendesak dan tidak bisa saya tinggalkan.

Mumpung saat ini ada yang tanya, dan saya punya sedikit waktu untuk dibagikan, saya akan membahas pertanyaan yang dialamatkan ke saya tersebut.

Berdasarkan data yang tersaji pada media mainstream, tingkat polusi udara di Jakarta pada medio Agustus silam, berada pada angka 155 AQI US. Angka tersebut mengindikasikan bahwa kualitas udara di Jakarta nggak lagi sehat.

Dengan tingkat konsentrasi PM2,5 di Jakarta setara dengan 12,8 kali lipat nilai panduan kualitas udara yang dirilis oleh World Health Organization, artinya kualitas udaranya nggak layak hirup. (https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230810150951-33-461911/parah-kualitas-udara-jakarta-terburuk-no1-di-dunia)

Lantas berapa di posisi berapa polusi udara di Jakarta?

Kuwait ada di posisi puncak, dengan nilai 158 AQI US dan posisi kedua ditempati Dubai dengan indeks 153 AQI US. Posisi ketiga ditempati Jakarta, dengan nilai indeks 150 AQI US. Angka ini masih di atas Malaysia yang berada di posisi kelima dengan indeks 142 AQI US.

Bahkan jika merujuk pada data di 10 Agustus silam, maka nilai indeks udara Jakarta yang mencapai 156 AQI US, berada pada puncak klasemen dan didaulat sebagai kota dengan udara terkotor di dunia.

Luar biasa menakutkan, bukan?

Memang berapa ambang batas pencemaran udara yang ditoleransi?

Berdasarkan panduan yang dikeluarkan WHO, ambang batas Air Quality Index (AQI) yang lebih besar nilainya dari 50, dianggap tidak aman untuk dihirup alias membahayakan kesehatan manusia. (https://www.iqair.com/id/newsroom/what-is-aqi)

Menjadi wajar jika nilai AQI  dari Jakarta yang berada 12,8 kali lebih banyak dari nilai panduan WHO, dianggap membahayakan bagi kesehatan karena tidak layak hirup.

Bagaimana proses penghitungan Air Quality Index dilakukan?

Panduan yang dirilis oleh EPA (Environmental Protection Agency) dengan tegas menyatakan bahwa terdapat 5 polutan udara utama yang diukur kandungan pada suatu wilayah. Ini merujuk pada Clean Air Act yang ada di AS sana. (https://www.epa.gov/criteria-air-pollutants)

Apa saja kelima polutan udara tersebut?

Macam-macam. Mulai dari karbon monoksida, sulfur dioksida, polusi partikel, ozon dipermukaan tanah dan nitrogen dioksida. Masing-masing polutan ada panduannya untuk menetapkan status ambang batas keamanannya bagi kesehatan masyarakat.

Dan dari kelima polutan tersebut, 2 diantaranya – kandungan ozon dipermukaan tanah dan partikel di udara – merupakan polutan yang menimbulkan ancaman terbesar bagi kesehatan manusia yang menghirupnya. (https://www.weather.gov/safety/airquality-aqindex)

Anda pernah dengar istilah PM2,5?

Berdasarkan klasifikasinya, PM(Partindahculate Matter) 2,5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 2,5 mikrometer. Yang termasuk partikel ini adalah debu, jelaga, kotoran, asap dan tetesan cair yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop elektron.

Nah, karena ukurannya yang sangat kecil dapat membuat PM2,5 tetap melayang di udara untuk waktu yang sangat lama dan bisa diserap jauh ke dalam aliran darah saat seseorang menghirupnya. (https://www.epa.gov/pm-pollution/particulate-matter-pm-basics)

Hal yang sama juga terjadi dengan kandungan ozon di permukaan tanah alias surface level ozone.

Saat dihirup, ozon secara kimia akan bereaksi dengan jaringan di paru-paru seseorang dan menyebabkan masalah pernapasan dan mampu merusak jaringan paru jika terus menerus terpapar alias terakumulasi. (https://airquality.gsfc.nasa.gov/surface-level-ozone)

Jadi anda paham kan kenapa kedua polutan tersebut dipandang sangat berbahaya.

Darimana asalnya kedua polutan tersebut?

Nggak lain dan nggak bukan adalah hasil aktivitas manusia yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti: batubara, minyak bumi dan gas alam. Bisa dikatakan bahwa polutan tersebut berkolaborasi dengan gas rumah kaca yang menyebabkan bumi makin panas. Setidaknya itu klaim yang terus menerus didengungkan. (https://www.epa.gov/ghgemissions/overview-greenhouse-gases)

Aktivitas manusia apa yang paling banyak menggunakan bahan bakar fosil?

Dari mulai berkendara, proses industri hingga aktivitas keseharian lainnya.

Makin banyak anda menggunakan peralatan listrik, apa nggak makin banyak bahan bakar fosil yang digunakan untuk menghasilkan daya listriknya? Apakah ini nggak menyebabkan polutan makin banyak?

Lalu bagaimana dengan Planet Namek?

Apa yang menyebabkan polusi udara di sana?

Jawaban: gaje.

Kok gaje? Maksudnya apa?

Pada bagian kedua kita akan membahasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!