Target Berikutnya: Moldova


519

Target Berikutnya: Moldova

Oleh: Ndaru Anugerah

Pemilu Moldova akan berlangsung pada awal November tahun ini. Ada beberapa kandidat yang akan berkontestasi, namun yang terkuat ada dua calon. Pertama Igor Dodon dan kedua Maia Sandu. (https://www.euronews.com/2020/10/01/in-a-divided-moldova-president-igor-dodon-fights-for-four-more-years)

Lantas dimana masalahnya?

Sosok Igor Dodon sendiri merupakan figur yang dekat dengan pemerintahan Kremlin, sementara Maia Sandu merupakan orang yang dekat dengan ‘Barat’ dan otomatis pro Eropa dan AS. Dan menurut beberapa jajak pendapat, Dodon punya kans untuk menang dalam pemilu ketimbang pesaingnya Sandu.

Kebayang jika Dodon memenangkan kontestasi, apa yang akan terjadi?

Tentu saja hasil pemilu seperti biasa akan digugat karena dituding sarat kecurangan dan bukan tidak mungkin akan bermuara pada revolusi warna. “Memang begitu modus yang biasa dipakai, bukan?”

Makanya jauh-jauh sebelum momen revolusi warna meletus, Direktur Badan Intelijen Rusia, Sergei Naryshkin mengatakan, “AS tengah mempersiapkan revolusi warna di Moldova, lewat proses pemilu yang akan berlangsung.” (https://balkaninsight.com/2020/10/21/russia-accuses-us-of-plotting-coloured-revolution-in-moldova/)

Bukan itu saja. Naryshkin menambahkan, “AS dan sekutunya nggak akan berhenti mencampuri politik dalam negeri Moldova yang telah menjaga hubungan konstruktif dengan negara Commonwealth of Independent States, termasuk Rusia.”

Menurut Dinas Rahasia Rusia, Deplu AS memerintahkan kedutaan besarnya di Chisinau, Moldova untuk mendorong oposisi mengorganisir protes massa guna menuntut pembatalan jika seandainya Dodon terpilih kembali.

Selain itu, diplomat AS juga berupaya membujuk pasukan keamanan Moldova untuk tidak ikut campur dalam protes yang dilakukan di jalan dan meminta mereka untuk ‘berpihak pada rakyat’.

Ini nggak mengada-ada, karena tanda-tanda ke arah situ sudah ada.

Pada 9 Oktober yang lalu, David Hale selaku Wakil Menlu AS untuk urusan politik sudah ngomong, “AS menghendaki proses pemilu yang ada di Moldova agar berlangsung secara jurdil dan sesuai dengan keinginan rakyat Moldova.” (https://www.state.gov/under-secretary-hales-calls-with-moldovan-president-dodon-and-former-prime-minister-sandu/)

Gayung bersambut. Pada 13 Oktober, Dubes AS untuk Moldova, Dereck Hogan juga bilang yang kurleb sama, “Kami mengkritik pelaksanaan pemilu di Moldova pada Februari 2019 silam yang kami anggap tidak demokratis.” (https://newsmaker.md/ro/moldova-o-tara-mica-dar-nicidecum-slaba-interviu-nm-cu-ambasadorul-sua-in-moldova-dereck-hogan/)

Jadi mulai paham ya, skenario yang akan dimainkan?

Memang seandainya Sandu memenagkan pemilu, apa yang akan diperbuat pada Moldova?

Sandu akan menyatukan kembali Moldova dengan Rumania yang pada gilirannya akan bergabung dengan Uni Eropa. (https://balkaninsight.com/2018/09/04/romania-moldova-unification-movement-grows-steadily-despite-obstacles-09-03-2018/)

Dan jika ini yang akan terjadi, sudah pasti Dodon yang punya kans menang pemilu nggak bakalan mengijinkan hal ini terjadi.

Bukankah Moldova nggak berbatasan langsung dengan Rusia? Kenapa AS sangat berkepentingan terhadap hal ini?

Memang benar bahwa Moldova nggak berbatasan langsung dengan Rusia. Namun yang perlu diingat bahwa Moldova adalah pintu gerbang yang menghubungkan Eropa Timur dengan negara-negara Balkan. Dan rejim Dodon sangat dekat dengan Moskow.

Bila dia terpilih kembali, maka kepentingan geopolitik AS, Uni Eropa dan NATO di wilayah tersebut jelas akan dihambat. Padahal AS sejak runtuhnya Soviet sudah bercita-cita untuk menanamkan hegemoninya pada wilayah satelit Soviet tersebut.

Apalagi Ukraina sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Moldova, sudah berhasil ‘dikuasai’ oleh Washington sejak 2014 silam. (baca disini)

Akankah revolusi warna kembali merebak di Moldova paska pemilu nanti?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!