Tanduk Afrika Mulai Memanas
Oleh: Ndaru Anugerah
Mau tahu dimana potensi perang besar akan berlangsung?
Bukan di wilayah Laut China Selatan, bukan juga di perbatasan Belarusia dan Polandia. Tapi di kawasan Tanduk Afrika.
Tentang ini saya pernah bahas beberapa bulan yang lalu, dan sekarang mulai menunjukkan bukti atas prediksi yang saya buat sebelumnya. (baca disini dan disini)
Kita tahu bahwa presiden Ethiopia Abiy Ahmed dan pemimpin Eritrea Presiden Isaias Afwerki telah berkolaborasi untuk menggilas pasukan Tigray (TPLF) di wilayah Ethiopia yang berbatasan dengan Eritrea. (https://www.bbc.com/news/world-africa-55295650)
Secara teknis, pasukan Ethiopia akan menyerang TPLF dari wilayah Selatan, sementara pasukan Eritrea akan menyerang dari Utara. Kolaborasi yang sempurna.
Pertanyaannya: apakah gerilyawan Tigray (TPLF) mudah untuk ditaklukan?
Justru sebaliknya. TPLF justru berhasil mendekati ibukota Ethiopia Addis Ababa, dan ini buat frustasi pasukan Ethiopia dibawah kepemimpinan Abiy Ahmed. Wajar, mengingat TPLF lebih terlatih ketimbang pasukan Ethiopia. (https://www.bbc.com/news/world-africa-59288744)
Yang kedua, TPLF bekerjasama dengan pasukan Anti-Abiy Oromo Liberation Army (OLA) yang bergerilya di dalam kota. Atas kerjasama ini, TPLF berhasil merebut kembali ibukota provinsi Tigrayan, Mekelle. (https://www.nakedcapitalism.com/2021/11/the-war-nerd-the-tigray-ethiopia-war.html)
Kini, situasi makin memanas di Ethiopia dan buat Abiy Ahmed merasa frustasi sama keadaan ini. Sampe-sampe dirinya meminta keterlibatan rakyat dalam melawan pasukan TPLF. (https://www.aljazeera.com/news/2021/11/23/ethiopias-abiy-vows-to-lead-army-from-the-battlefront)
Dari sini saja, gambaran perang saudara di Ethiopia sudah tergambar dengan jelas.
Memangnya pasukan TPLF berjuang sendirian tanpa ada pihak yang kasih backing-an?
Nggak juga.
Saya pernah bahas tentang terjunnnya Jeffrey Feltman dan Volker Perthes, dua spesialis revolusi warna, pada wilayah Tanduk Afrika. Menjadi masuk akal jika kemudian AS menjatuhkan sanksi ekonomi atas Eritrea atas upayanya memerangi pasukan Tigray. (https://apnews.com/7da4099fd5782216bac34c72d8652697)
Dengan adanya campur tangan AS, maka pasukan TPLF merasa mendapat angin surga yang berpihak pada mereka. Siapa juga yang nggak berani kalo punya backing-an?
Selain itu ada juga keterlibatan dari Ephraim Isaac selaku ketua The Peace and Development Center yang bermarkas di AS dalam menggoyang kepemimpinan Abiy Ahmed.
Pada pertemuan rahasia melalui kanal Zoom yang bocor ke publik (21/11), Isaac yang punya koneksi ke NED dan USAID, menyerukan agar ada transisi kepemimpinan di Ethiopia menggantikan Abiy Ahmed dalam waktu dekat. (https://ethiopianmonitor.com/2021/11/26/bluemoon-distance-itself-from-dr-eleni-after-leaked-video/)
Maka nggak bisa dipungkiri kalo ada campur tangan AS pada konflik yang terjadi di Ethiopia. Selain itu kita tahu kemana muara dari perseteruan tersebut.
Apa sih biang kerok konflik di Tanduk Afrika?
Karena China punya kepentingan atas wilayah tersebut lewat BRI-nya. Dan ini nggak sejalan dengan cetak biru dunia yang akan dibentuk ke depannya oleh kartel Ndoro besar. Konsep dunia yang multipolar dan unipolar, mana bisa nyambung?
Di Ethiopia sendiri, China mendanai proyek bendungan GERD yang akan memasok kapasitas listrik sebesar 6,45 gigawatt. Ini adalah bendungan terbesar di Afrika yang akan menampung sekitar 74 miliar kubik air. (https://en.wikipedia.org/wiki/Grand_Ethiopian_Renaissance_Dam)
Jika proyek ini sukses dijalankan, maka Mesir dan Sudan nggak dapat aliran air karena sudah dibendung oleh GERD. Apakah Mesir dan Sudan akan diam saja atas rencana GERD yang digulirkan Abiy Ahmed?
Ke depannya, eskalasi akan terus memanas antar negara-negara di Tanduk Afrika yang merupakan pintu masuk ke Laut Merah yang dikenal sebagai jalur pelayaran terbesar kedua di dunia.
Masalah tambah kusut saat Turki ikut-ikutan bermain pada wilayah Tanduk Afrika.
Pada akhir November silam, Jenderal Odawaa Yusuf Rageh dari Somalia bertemu dengan Menhan Turki Hulusi Akar di Ankara, dalam upaya kerjasama militer. (https://allafrica.com/stories/202111240296.html)
Dalam konteks saat ini, Somalia memang mendukung Abiy Ahmed dalam melawan TPLF. Tapi anda perlu tahu, kalo Somalia pernah menginvasi wilayah Ogaden yang ada di Ethiopia di tahun 1977, meskipun invasi tersebut gagal gegara Soviet kasih bantuan ke Ethiopia. (https://www.blackpast.org/global-african-history/ethiopian-somali-war-over-ogaden-region-1977-1978/)
Begitu TPLF berhasil merebut Addis Ababa, sangat mungkin bahwa Somalia akan kembali menyerang Ethiopia dengan bantuan Turki.
Lalu bagaimana dengan Sudan?
Apa anda pikir penggulingan PM sipil di Sudan (Abdallah Hamdok) oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan pada 25 Oktober silam hanyalah kejadian lepas yang nggak berkorelasi dengan kunjungan Feltman di negara tersebut sehari sebelum kudeta berlangsung? (https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-10-21/u-s-envoy-to-visit-sudan-as-risks-mount-for-civilian-government)
Mungkinkah Jenderal Burhan akan diam saja setelah mendapat ‘arahan’ dari Feltman atas konflik di wilayah Tanduk Afrika, setelah berhasil melakukan kudeta di Sudan?
Berikutnya Djibouti, dimana China mendapatkan 2 keuntungan atas negara tersebut.
Pertama China berhasil mendirikan pangkalan AL-nya di Djibouti yang jaraknya hanya sepelemparan lembing dari pangkalan militer AS Camp Lemonnier. (https://www.eastasiaforum.org/2020/05/16/chinas-djibouti-naval-base-increasing-its-power/)
Dan kedua, China berhasil mendapatkan konsesi atas Pelabuhan Doraleh yang berkaitan dengan peti kemas, selain Djibouti sendiri telah masuk dalam keanggotaan BRI. (https://www.globalconstructionreview.com/china-merchants-signs-deal-3bn-expansion-djibouti/)
Dengan konsesi atas Pelabuhan Doraleh, otomatis China dapat mengontrol lalu lintas ke Laut Merah dari Samudera Hindia yang menuju ke wilayah Mediterania.
Apa lantas AS akan diam saja melihat ini terjadi?
Melihat kompleksitasnya, konflik dengan skala besar pada wilayah Tanduk Afrika hanya tinggal menghitung hari saja. Apalagi jika kita melihat rekam jejak Feltman yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi dalam mengorkestrasi kekacauan.
Saran saya: siapin popcorn yang banyak, ya?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments