Tak Sehangat Tahi Ayam


515

Tak Sehangat Tahi Ayam

Oleh: Ndaru Anugerah

“Benar kata Abang tempo hari. Aturan main Karantina Darurat di Wakanda memang hangat-hangat tahi ayam. Buktinya sekarang ke mall aja nggak ada tuh pemeriksaan lagi. Bahkan beberapa petugas mall nyuekin aja orang keluar masuk tanpa screening barcode,” ungkap seorang netizen.

Seperti anda ketahui, sebagai analis saya paling malas bahas soal Wakanda. Bukan kenapa-napa, karena isinya nggak menarik untuk diungkap. Nggak buat anda cerdas juga untuk mengetahui informasi yang diungkap, bukan?

Dan terakhir saya bahas adalah saat pemberlakukan karantina darurat di bulan Juli 2021 silam. (baca disini)

Saya katakan bahwa program Karantina Darurat itu bersifat temporal alias hangat-hangat tahi ayam.

Kenapa?

Karena ntar juga berhenti dengan sendirinya. Nah kalo ada proyek ngutang lagi, baru deh aturan Karantina diperketat kembali. Begitu terus siklusnya.

Pertanyaannya satu: apakah plandemi Kopit dapat diakhiri dengan aturan Karantina Darurat sekalipun? Kan nggak.

Dan sekarang, meskipun aturan Karantina Darurat terus diperpanjang untuk menegakkan kewibawaan pak Lurah Wakanda, nyatanya itu hanya hangat-hangat tahi ayam. Pada kenyataannya, sejumlah daerah mulai melonggarkan aturan main ‘sesuai kebutuhan’ dan sesuai levelnya. (https://nasional.kontan.co.id/news/ppkm-diperpanjang-hingga-18-oktober-aturan-pembatasan-semakin-longgar-apa-saja)

Nggak usah susah-susah untuk melihatnya. Paramater yang paling mudah dilihat adalah pusat perbelanjaan alias mall.

Awalnya, mall nggak diperbolehkan beroperasi selama Karantina Darurat. Tapi karena level status Kopitnya menurun di berbagai daerah, maka pada Agustus silam beberapa mall mulai dibuka bahkan boleh beroperasi sampai jam 9 malam.

Tapi, bocil yang berusia 12 tahun ke bawah, tetap nggak boleh masuk ke mall. (https://www.suara.com/bisnis/2021/08/31/110307/anak-anak-masih-belum-boleh-masuk-mall-di-masa-ppkm-level-3)

Beleid ini jelas salah sasaran, mengingat banyak pengunjung yang merupakan keluarga dengan atribut bocil diantara mereka.

“Masa iya tega-teganya meninggalkan bocil sendirian di rumah, sementara ortunya plesir ke mall? Mending nggak usah ke mall sekalian,” demikian kurleb-nya.

Dengan aturan anak-anak nggak boleh masuk mall, maka otomatis mall-nya sepi dari pengunjung karena porsi kunjungan keluarga lebih banyak ketimbang orang yang berpacaran. (https://www.beritasatu.com/megapolitan/828979/pengunjung-mal-kota-bogor-sepi-pembatasan-usia-12-tahun-dikeluhkan)

“Sebaiknya anak usia di bawah 12 tahun dipebolehkan masuk mall, guna membangkitkan roda perekonomian daerah gegara imbas Karantina Darurat,” begitu keberatan yang diajukan pemda. Itu terjadi di bulan September silam. (https://voi.id/berita/87209/masih-sepi-pemkot-bekasi-ingin-anak-anak-boleh-masuk-mal)

Singkat cerita usulan dipertimbangkan, karena baik pemda maupun pengusaha juga sama-sama ‘teriak’ hal yang sejalan.

“Kami akan memberlakukan uji coba agar anak-anak usia dibawah 12 tahun dapat masuk ke mall, dengan pengawasan orang tuanya,” begitu ungkap pejabat di Wakanda. (https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/22/115000765/anak-di-bawah-12-tahun-boleh-masuk-mal-ini-syaratnya-menurut-satgas?page=all)

Singkat cerita, karena ‘tekanan’ dan beberapa faktor lainnya, akhirnya mall terbuka juga bagi para bocil. Moms & Dads akhirnya bisa bernapas lega karena si bocil bisa ikutan ke mall gegara aturan hangat-hangat tahi ayam tadi.

Sialnya, selain mall-nya sepi karena banyak vendor yang bangkrut, pengunjung yang juga belum optimal seperti yang diharapkan meskipun aturan telah dilonggarkan. (https://www.suarakarya.id/detail/119129/Jeritan-Pengusaha-Mal-PSBB-Bikin-Kami-Bangkrut-Tolong-Donk)

Alasanya klasik, “Masa mau ke mall aja harus ribet cek ini plus cek itu segala. Lha yang punya uang siapa? Yang butuh uang siapa? Bukannya pembeli adalah raja?”

Sangat masuk akal.

Mungkin dengan alasan agar dapat menjaring pengunjung sebanyak-banyaknya, maka aturan yang harusnya ditegakkan petugas di lapangan, menjadi ekstra longgar. Bahkan nggak sehangat tahi ayam lagi. Entah tahi apa lagi yang anyep-anyep aja alias gada hangat-hangatnya?

Melihat kondisi di lapangan, ketua Karantina Darurat di Wakanda geram, mengingat banyak restauran dan tempat wisata mulai melakukan aksi tipu-tipu scanning barcode, agar tempat usahanya tidak terlihat penuh. (https://www.beritasatu.com/kesehatan/845451/luhut-pandjaitan-ada-pelanggaran-dalam-penggunaan-pedulilindungi)

Misalnya satu keluarga masuk ke tempat tersebut dengan 4 personil. Tapi yang di scan barcode hanya 1 orang dan tidak keempat-empatnya. Ini sengaja dilakukan agar tempatnya nggak terlihat penuh, meskipun ada banyak orang didalamnya.

Ini saya pikir juga berlaku pada mall, seperti yang diungkapkan pembaca setia di awal tulisan.

Lagian, apakah dengan melakukan aksi scanning barcode, lantas otomatis seseorang dapat terbebas dari si Kopit saat berkunjung ke tempat wisata/mall? Bukankah scanning barcode hanyalah tanda bahwa seseorang telah menerima vaksinasi? Apa gunanya aturan scanning tersebut?

Gak tahu deh, mungkin karena takut dibilang kudet sama masyarakat internasional.

Pertanyaannya: apakah si Kopit akan segera berakhir di Wakanda?

Kalo berakhir, ngapain juga suntikan booster terus didengungkan oleh Lurah Wakanda? (https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5772598/ini-dia-arahan-jokowi-soal-vaksin-booster-awal-tahun-2022)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!