Siapa Merancang Perang? (*Bagian 3)
Oleh: Ndaru Anugerah – 18112024
Pada bagian pertama dan kedua tulisan kita sudah bahas tentang bagaimana skenario PD I yang telah dirancang dengan sempurna agar kartel sang Ndoro besar yang diwakilkan oleh kelompok rahasia Cecil Rhodes bisa mewujudkan kekaisaran Anglo-Saxon di dunia. (baca disini dan disini)
Dan pada tulisan yang lain, kita juga sudah bahas tentang bagaimana rencana kelompok ini untuk mendorong AS masuk ke dalam konflik yang sengaja mereka ciptakan di Eropa lewat penenggelaman kapal RMS Lusitania oleh kapal selam U-Boat milik Jerman. (baca disini)
Pada tulisan ini kita akan coba bahas sisi lain dari rencana penumbalan kapal Lusitania oleh kelompok rahasia Rhodes yang belakangan diambil alih oleh Alfred Milner sejak kematiannya di tahun 1902.
7 Mei 1915, Kolonel Edward Mandel House sedang dalam perjalanan guna menemui Raja George V yang berkuasa di Inggris. Menariknya, yang menemaninya adalah Edward Grey, Menlu Inggris yang berasal dari kelompok rahasia Milner.
Keduanya lalu berdiskusi satu topik yang cukup panas, tentang kemungkinan tenggelamnya kapal laut. “Jika ini terjadi, maka akan marahlah rakyat AS dan dengan sendirinya akan membawa kita (AS) ke dalam perang,” begitu kurleb-nya. (https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.173367/page/n457/mode/2up)
Dan satu jam kemudian, di Istana Buckingham, Raja George V bertanya kepada Kolonel House secara spesifik, ”Adakah kemungkinan jika mereka menenggelamkan Lusitania dengan penumpang Amerika di dalamnya?”
Ajaibnya, beberapa jam setelah pertemuan itu, tepatnya pukul 14:00, kapal Lusitania sukses di terpedo U-Boat Jerman dan karam hanya dalam hitungan menit.
Luar biasa. Kok bisa?
Bagaimana mungkin kapal yang membawa peralatan perang yang dirancang khusus dengan baja tambahan tersebut, bisa-bisanya karam dalam waktu singkat hanya karena serangan satu torpedo kapal selam Jerman? (https://www.historyextra.com/period/first-world-war/did-britain-doom-the-lusitania/)
Fakta dibalik tenggelamnya kapal Lusitania baru terungkap saat pemerintah Inggris merilis dokumen resmi di tahun 2014 silam. (https://www.theguardian.com/commentisfree/2014/may/01/lusitania-secrets-of-war-revealed-sinking)
Lalu bagaimana ceritanya sehingga AS dapat terlibat penuh pada PD I?
Sejak awal kita tahu bahwa Kolonel House adalah rekan Milner Group yang ada di AS yang terkoneksi dengan Pilgrim Society. Jadi spirit Anglo-Saxon yang dicanangkan Rhodes sudah ada jaringannya di AS sana. (baca disini, disini, disini dan disini)
Selain itu, John Pierpont (JP) Morgan-pun juga memulai karir perbankannya di London di tahun 1857. Siapa yang membuat perusahaannya di AS menjadi besar selain dedengkot kartel sang Ndoro besar, Lord Rothschild?
Begitupun dengan kartel Wallstreet lainnya semisal Vanderbilt hingga Carnegie yang semuanya terkoneksi dengan House of Rothschild. Memangnya siapa yang merancang dan mengatasi masalah pada peristiwa Panic 1907 selain Rothschild? (https://ia601206.us.archive.org/6/items/lifestoryofjpier01hove/lifestoryofjpier01hove.pdf)
Jadi saat merancang peristiwa Panic 1907, kartel ini telah sudah mem-plotting siapa-siapa saja yang akan digunakan guna memuluskan rencana pembentukkan The Fed. Termasuk pemilihan Presiden AS yang kelak memuluskan UU pembentukkan bank sentral, Woodrow Wilson.
Perlu anda ketahui bahwa awalnya Woodrow Wilson merupakan profesor yang kurang dikenal di Universitas Princeton. Sampai kemudian Prof. Wilson bertemu dengan Kolonel House sebagai ‘sponsor’ utama, yang kelak akan membawanya menjadi orang nomor 1 di AS kala itu. (http://www.carrollquigley.net/pdf/Tragedy_and_Hope.pdf)
Saat gelaran pilpres 1912, Wilson sebenarnya kalah pamor dengan pesaingnya dari Partai Republik, William Howard Taft. Tahu akan gelagat kalah, Morgan lantas membiayai kampanye Wilson yang akhirnya sukses mengandaskan Taft dengan memecah suara Partai Republik. (https://archive.org/details/LundbergFerdinandAmericas60Families1937PDFscan/page/n129)
Dukungan ini nggak sia-sia, karena sesuai skenario Presiden Wilson-lah yang mengesahkan UU Bank Sentral AS, satu tahun setelah dirinya menduduki jabatan di Gedung Putih. Semua tentu mahfum bahwa nggak ada makan siang gratis dalam politik.
Apakah balas jasa yang diberikan Presiden Wilson hanya cukup dengan mengesahkan UU Bank Sentral?
Tentu tidak. Karena ujian kedua atas kesetiaan Wilson pada kartel sang Ndoro besar, adalah bagaimana dirinya menggiring AS agar bisa terlibat pada PD I, tepat 8 bulan setelah The Fed terbentuk.
Awalnya rakyat AS nggak punya cukup alasan untuk terlibat perang di Benua Eropa tersebut. (https://archive.org/details/warguiltpeacecri00bruc/page/20)
Bahkan pada sebuah jajak pendapat yang dilayangkan pada 367 surat kabar di AS pada November 2014 dengan jelas menyatakan bahwa mayoritas nggak menghendaki keterlibatan AS pada perang tersebut. “AS harus bersikap netral,” demikian kurleb-nya. (https://archive.org/details/harperspictoria02hartgoog/page/n336)
Bagaimana caranya menggiring opini warga AS agar kelak mendorong AS terlibat dalam konflik PD I tersebut?
Seperti yang dilakukan saat plandemi Kopit, propaganda-pun dibuat.
Salah satu yang paling terkenal adalah dengan mengarang narasi tentang bayi-bayi di Belgia yang dibunuh dan dibayonet oleh pasukan Jerman. Orang dewasa dibayonet saja, itu luar biasa beritanya. Gimana dengan bayi yang dibayonet? Nggak terbayang betapa biadab-nya pasukan Jerman, bukan? (https://historymatters.gmu.edu/d/6648/)
Nyatanya, itu hanya hoaks yang nggak pernah terbukti kebenarannya. Karena memang itu hanya propaganda yang dibuat untuk membentuk opini publik AS agar AS wajib ikutan PD I dan bergabung dengan pasukan sekutu dalam melawan Jerman yang digambarkan ‘biadab’.
Puncak dari propaganda media ini adalah dengan munculnya Laporan Bryce tentang kekejaman pasukan Jerman. Viscount James Bryce adalah mantan Dubes Inggris untuk AS yang ‘kebetulan’ lagi merupakan teman dekat Presiden Wilson. Laporan Bryce muncul 5 hari setelah tenggelamnya kapal Lusitania. (http://www.gwpda.org/wwi-www/BryceReport/bryce_r.html)
Secara singkat Laporan Bryce mengungkapkan bahwa Jerman telah secara sistematis dan terencana melanggar aturan perang dengan sederet peristiwa kejam (bayi yang dibayonet, pemerkosaan, penyiksaan dan lain sebagainya) yang nyatanya nggak bisa diverifikasi kebenarannya.
Coba anda bayangkan situasi masyarakat AS setelah warganya tewas ditorpedo kapal selam Jerman terus mendapatkan Laporan Bryce tentang kebiadaban pasukan Jerman. Akankah AS berdiam diri untuk tidak terlibat dalam PD I?
“Kita tidak bisa lagi menjadi penonton yang netral. Tindakan kita dalam krisis ini akan menentukan peran kita bagi kebaikan umat manusia,” demikian ungkap Presiden Wilson di depan kabinetnya. (https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.173367/page/n459)
Dan setelah Presiden Wilson menyampaikan pidato kenegaraannya kepada Kongres pada 2 April 1917, AS menyatakan secara resmi berperang terhadap Jerman empat hari setelahnya. (https://www.loc.gov/law/help/digitized-books/world-war-i-declarations/ww1-gazettes/US-joint-res-declaring-war-against-Germany-2-OCR-SPLIT.pdf)
Apakah tujuan dari PD I sesuai dengan rencana awal kelompok rahasia bentukan Cecil Rhodes dalam pembentukkan Kekaisaran Anglo-Saxon?
Pada bagian terakhir tulisan kita akan bahas.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)