Secret Society: Knights Templar (*Bagian 1)


537

Secret Society: Knights Templar (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, ditunggu kelanjutannya soal secret society,” demikian pesan singkat seorang netizen kepada saya, setelah saya mengulas sekilas tentang organisasi rahasia sebelumnya. (baca disini)

Saya pikir, karena saya sudah janji akan mengulasnya dan mumpung saya ada sedikit waktu, saya coba merespon ‘tantangan’ yang diajukan netizen tersebut.

Berbicara soal secret society, rasanya nggak lengkap kalo kita tidak mengulas Knights Templar (KT) terlebih dahulu, sebagai cikal bakal organisasi rahasia di abad modern.

Bagaimana cerita tentang KT?

Setelah menaklukkan pasukan kekhalifahan Fatimiyah di tahun 1099 dalam Perang Salib pertama yang dideklarasi oleh Paus Urbanus di tahun 1095, pasukan Kristen berhasil menguasai Tanah Suci Yerusalem.

Akibatnya banyak peziarah Kristen yang mulai berani berkunjung ke Tanah Suci, karena dinilai statusnya telah aman.

Namun, perampok dan bandit masih saja bergentayangan di seputar Tanah Suci dan mengganggu para peziarah. Bahkan nggak sedikit nasib para peziarah yang akhirnya meregang nyawa akibat dibantai oleh para bromocorah. (https://archive.org/details/templarsknightso0000burm/page/n1/mode/2up)

Kondisi ini mendorong sosok ksatria asal Perancis yang bernama Hugues de Payens untuk mendirikan pasukan penjaga para peziarah, agar mereka aman dari gangguan selama berkunjung ke Yerusalem. Rencana Payens kemudian mendapat green light dari penguasa Yerusalem saat itu, Raja Baldwin II.

Ini diperkuat dengan restu gereja Katolik saat itu, yang di tahun 1120 memberikan hak kepada Payens untuk bisa mendirikan ordo ‘penjaga’ Tanah Suci yang belakangan dikenal dengan KT. Sebagai tindak lanjutnya, KS dikasih markas yang berada di sisi kerajaan yaitu di Temple Mount yang nggak lain adalah Masjid Al-Aqsha. (https://archive.org/details/templars00read)

Bukan tanpa alasan jika KT minta dan dikasih lokasi strategis ini, mengingat mereka tahu bahwa Temple Mount adalah tempat ‘supranatural’, dimana diyakini mereka bahwa reruntuhan Kuil Sulaiman (yang menyimpan Tabut Perjanjian) pernah berdiri di atas tempat tersebut. (https://www.mgh-bibliothek.de/dokumente/a/a147191.pdf)

Ordo tersebut pada mulanya disebut sebagai Poor Knights of Christ and the Temple of Solomon alias Ksatria Kristus yang Miskin (yang bermarkas di) Kuil Sulaiman, yang didirikan oleh Hugues de Payens dan Godfrey de Saint-Omer di tahun 1118. Sesuai dengan namanya, ordo ini tergolong misqueen.

Gimana nggak, mengingat mereka nggak punya sumber keuangan yang ajeg untuk menjalankan ordo tersebut alias hanya mengandalkan sumbangan orang pada mereka. Nggak aneh jika lambang ordo KT adalah 2 orang yang menunggangi 1 kuda, sebagai perlambang bagaimana ‘susahnya’ hidup mereka. (https://archive.org/details/templars0000read_b6q2)

Tetapi status kemiskinan mereka hanya sebentar saja, karena Bernard dari Clairvaux sebagai sosok terpandang di gereja, akhirnya menulis surat kepada pihak gereja, yang intinya minta dukungan agar ordo KT disokong gereja secara penuh. (https://history.hanover.edu/courses/excerpts/344bern2.html)

Usaha yang dilakukan Bernard nggak sia-sia, karena di tahun 1129 pemimpin gereja Katolik memberi restunya bagi ordo KT sebagai badan amal resmi gereja. Implikasinya, KT menerima uang, tanah dan hak kelola bisnis yang ada di Yerusalem.

Bahkan pihak kepausan, lewat Paus Innocent II memprakarsai sumbangan langsung kepada ordo KT. “Ordo Templar bisa melewati semua batas negara dengan bebas dan nggak perlu membayar pajak,” demikian isi perintah Kepausan. (https://www.livescience.com/knights-templar.html)

Dengan posisi ekonomi yang di atas angin, KT ahli fungsi dari prajurit perang menjadi prajurit yang mengelola infrastruktur keuangan. Meskipun jumlah mereka banyak, nyatanya hanya sedikit anggotanya yang terampil di medan perang.

Jadi kaul miskin sebagai syarat masuk jadi anggota ordo, perlahan mulai pudar.

Bahkan di tahun 1150, KT menerbitkan letter of credit, dimana para peziarah bisa menukar hartanya sebelum melakukan ziarah dengan secarik kertas, dimana kertas itu kelak bisa ditukar dengan sejumlah uang senilai harta yang mereka agunkan pada KT setibanya mereka di Tanah Suci.

Cukup praktis. Ngapain ziarah bawa-bawa uang banyak yang rawan aksi perampokan? Mending ditukar dengan letter of credit terbitan KT, bukan?

Kelak sistem ini digunakan oleh perbankan modern dengan sistem cek. Jadi cikal bakal perbankan modern, ordo KT inilah inisiatornya. (https://archive.org/details/knightstemplarhi00mart)

Dengan kondisi keuangan yang sangat kuat, KT akhirnya berhasil membangun jaringan keuangan khususnya di negara-negara Kristen. KT bukan saja bisa membeli tanah baik di Eropa dan TimTeng, mereka juga mengelola pertanian, membangun kastil, melakukan bisnis ekspor-impor, membeli kapal perang hingga membeli pulau.

Aktivitas bisnis yang dilakukan KT, kelak menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan multinasional pertama di dunia, mengingat sektor bisnis yang dirambah cukup banyak dan kompleks. (https://www.scribd.com/book/456802866/Knights-Templar-Encyclopedia-The-Essential-Guide-to-the-People-Places-Events-and-Symbols-of-the-Order-of-the-Temple)

Tapi kejayaan KT nggak berlangsung lama, karena kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Sultan Saladin, akhirnya berhasil merebut kawasan Tanah Suci Yerusalem di tahun 1187 lewat skenario Perang Hattin. (https://www.worldhistory.org/article/1553/saladins-conquest-of-jerusalem-1187-ce/)

Apa penyebabnya kok Yerusalem bisa diambil alih oleh pasukan kekhalifahan Saladin?

Banyak faktor, tentunya. Dari mulai permusuhan antara KT dengan ordo Kristen lainnya (Knights Hospitaller dan Knights Teutonik) dalam memandang status mereka di Yerusalem, yang belakangan menyulut pertikaian yang kian tajam.

Selain itu, KT sendiri sudah nggak fokus menggarap perang, karena bagi mereka ternyata ngurusin duit jauh lebih enak ketimbang harus ngurus keamanan dan perang.

“Mana ada ceritanya tentara yang sibuk berbisnis tetiba mau disuruh perang beneran?”

Bagaimana kelanjutan nasib ordo KT, setelah pendudukan Yerusalem oleh Sultan Saladin?

Kita lanjut dibagian kedua nanti.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!