Pestanya Usai


506

Oleh: Ndaru Anugerah

Perang Suriah sudah menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Namun hasilnya diluar prediksi. Justru Suriah yang disokong penuh Rusia, berhasil memukul mundur pasukan jihadis yang di back up habis oleh AS dan sekutunya, termasuk Turki. Tentang ini sudah banyak saya ulas.

Namun, ditengah tanda-tanda akan berakhir, tiba-tiba Turki menyerang pasukan Suriah di daerah Idlib. Dan Putin akhirnya angkat bicara bernada ancaman kepada Erdogan. “Mending ente mundur aja dari Suriah kalo nggak mau ane libas.”

Ada apa sebenarnya?

Kenapa tetiba Turki kerahkan pasukan lengkap untuk menyerang Suriah di daerah Idlib? Ada apa di Idlib?

Kalo anda lihat google map, maka lokasi Idlib ada di Barat Laut Suriah. Dan untuk menggapai perbatasan Turki, hanya butuh waktu sekitar satu jam lewat jalur darat. Sewaktu perang Suriah, pasukan jihadis dipasok masuk ke Suriah, melalui Turki, ya lewat kota yang satu ini salah satunya.

Menurut laporan lembaga think-tank AS di tahun 2016, Century Foundation, yang secara khusus menangani perang Suriah, menegaskan bahwa pasukan jihadis yang berperang di Suriah telah mendapatkan dana jutaan dollar dari donatur internasional semisal USAID dan DfID.

Khusus USAID, saya juga pernah ulas secara lengkap. Dan untuk DfID (Department of International Development), lembaga donor kemanusiaan dari Inggris tersebut sangat intensif dalam mengirimkan bantuan medis ke pasukan jihadis lewat beberapa subkon-nya.

Tahu White Helmet, kan? Itu salah satunya.

Terbayang, dengan dukungan dana super jumbo, wajar prediksi awal bahwa perang Suriah bakal sukses melibas Bashar Assad dengan mudahnya. Belum lagi bantuan framing dari media mainstream internasional yang juga sangat mendukung langkah para jihadis tersebut.

Sayang beribu sayang, kenyataan tak seindah harapan.

Seiring kalahnya pasukan avengers pada perang Suriah, Idlib menjadi kota terakhir para pengungsi yang tidak setia terhadap pemerintahan Bashar Assad. Termasuk para jihadis tersebut. Harapannya mereka akan diterima dengan tangan terbuka oleh pemerintah Erdogan, yang sebelumnya telah mendukung mereka dengan suka cita.

Masalahnya ternyata nggak semudah itu, Rudolfo.

Pertama, arus pengungsi ke perbatasan Turki telah mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Menurut catatan PBB di Desember 2019 saja, ada sekitar 700 ribu pengungsi yang berbondong-bondong menuju perbatasan Turki.

Jumlah ini akan terus meningkat seiring upaya ‘penyapuan’ yang dilakukan Bashar Assad di seantero Suriah, termasuk di daerah perbatasan yang merupakan jalur keluar masuk para jihadis ke dalam Suriah. Angka ini diprediksi bisa mencapai jutaan, kalo tidak segera diantisipasi.

Kedua, kepopuleran Erdogan di dalam Turki tengah melorot drastis ibarat celana kolor yang putus talinya. Bagaimana nggak. Erdogan telah digadang-gadang sebagai khalifah masa depan bagi dunia Islam, kok bisa keok lawan Suriah. Apa kata dunia, Choky?

Pusing-lah kepala Erdogan. Rengekan ke Trump untuk memulangkan para jihadis ke negara asal juga nggak membuahkan hasil. Yang ada, demo penolakan besar-besaran yang digelar untuk menentang rencana kembalinya para kombatan jihadis tersebut ke tanah airnya masing-masing. Tak terkecuali di Eropa.

Di tengah kegalauan, ternyata Bashar Assad mengundang Erdogan untuk datang ke Suriah. “Mungkin ada kabar baik,” demikian pikirnya.

Singkat kata, dikirimlah agen spionase terbaiknya ke Suriah. Setelah spik-spik, ternyata bukan kabar baik yang didapat, melainkan ancaman untuk segera hengkang dari Suriah. Dalam pertemuan tersebut, konon katanya, perwakilan Rusia sempat buka suara, “Kalo tetap ngotot, terpaksa kita gelar pasukan untuk bantu Suriah.” Kecewa-lah Turki.

“Kenapa Rusia kok bisa-bisanya dukung Suriah mati-matian, bang,” tanya seseorang.

Setidaknya ada dua alasan. Pertama Rusia adalah sekutu utama Suriah sejak pemerintah Hafez Assad. Kedua karena Rusia mau balas jasa atas kebaikan yang pernah dilakukan Bashar Assad.

Maksudnya?

Menurut laporan ANSA, awalnya ada rencana pembangunan jalur pipa gas yang menghubungkan Qatar sebagai negara importir gas terbesar di dunia ke daratan Eropa. Jalur ini membentang melalui Arab Saudi, Kuwait, Irak melewati Suriah tersambung ke Turki dan berakhir di negara-negara yang ada di benua Eropa.

Karenanya proposal diajukan Qatar di tahun 2009, namun mendapat penolakan dari Bashar Assad. Alasannya sederhana, menjaga perasaan Rusia yang telah lama menjadi sekutu alami Suriah.

Pasalnya, Rusia juga jualan gas ke benua Eropa. 37% pasokan gas di benua biru tersebut, dari Rusia-lah asalnya.

Dengan membiarkan rencana Qatar, sama saja mematikan lapak gas Rusia di benua Eropa. Demi menjaga relasi, Bashar yang merupakan sekutu terbaik Rusia, menampik usulan tersebut.

“Masalahnya, jalur pipa sudah siap menunggu di Turki. Masa mau dianggurin aja, gegara penolakan Assad?”

Ditambah alasan demi alasan, nggak ada cara lain, maka Bashar Assad harus ditumbangkan. “Buat susah aja.” Awalnya lewat perang asimetris digelar di Deera. Namun karena gagal maning, maka perang konvensional terpaksa digelar. Begitulah ceritanya.

Kabar terakhir, gempuran militer secara masif digelar oleh Turki atas restu Erdogan. Langkah ini digelar untuk menghentikan laju pengungsian plus pemberontak dan jihadis ke Turki.

Masalahnya, mau ditaruh dimana tuh pengungsi kalo seandainya dibiarkan masuk ke Turki? Selain nggak ada tempat penampungan, lha wong Turki saat ini juga lagi kembang kempis ekonominya? Masa iya mau dikasih makan tahu bulat?

Gempuran militer ini kuat ditenggarai, karena AS sudah berjanji akan memberi bantuan militer kepada Turki dalam menghadapi Suriah. Akankah?

“AS itu terkenal akan sikap pragmatisnya. Artinya, kalo nggak ada kemungkinan menang ngapain juga diberi bantuan. Lagian, ini kan sudah jadi masalah internal Turki. Apa untungnya beri bantuan kalo seandainya menang sekalipun melawan Suriah?”

Jadi kian seru aja lihat tingkah Erdogan yang kini tengah mati-matian menjaga marwahnya. Rencana buat khilafah sudah dikantonginya, masak keteteran lawan negara yang lebih kecil kek Suriah? Mau ditaruh dimana tuh muka?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!