Perihal Mengucap Syukur


518

Perihal Mengucap Syukur

Oleh: Ndaru Anugerah – 21022024

Adalah natur manusia yang selalu merasa kurang dalam hidupnya.

Dikasih satu, selalu ingin dua.

Dikasih empat, tapi inginnya dapat sepuluh.

Selalu saja menuntut lebih dan merasa bahwa apa yang dimilikinya selalu kurang.

Kapan seorang merasa bersyukur?

Ketika dirinya mengeluh atas makanan yang bisa dimakannya hari ini, tapi segera menyadari saat dirinya melihat seorang gelandangan yang tengah mengais tong sampah demi sekedar mencari makanan sisa.

Saat seseorang yang kerap mengeluh tentang kondisi rumahnya yang sempit, sampai akhirnya dia mendapati seorang yang tengah terlelap tidur di jalan yang kotor dan berdebu diterpa cuaca panas.

Jadi apa yang sesungguhnya dibutuhkan?

Hati yang penuh ucapan syukur. Tanpa ucapan syukur, maka hidup kita nggak akan bisa tenang.

Orang bijak pernah berkata, “Beban terberat yang bisa dimiliki seseorang adalah kebiasaan yang kerap mengeluh.”

Bagaimana mungkin?

Dengan mengeluh, kita nggak akan pernah melihat berkat yang sudah kita peroleh. Walhasil, rasa kurang itulah yang akhirnya menggerogoti hidup kita. Selalu menuntut lebih dan lebih.

Mengucap syukur pada esensinya merupakan kunci bagi mereka yang mengejar kebahagiaan hidup.

Orang yang kerap mengeluh, nggak akan bisa mencapai gerbang kebahagiaan hidup, sebab kebahagiaan seseorang bukan terletak pada apa yang dimilikinya, tapi bagaimana dia menerima apa yang dimilikinya tentu saja dengan ucapan syukur.

Apa yang membuat kita kurang bisa mengucap syukur?

Karena kita kerap membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Dengan membanding, secara nggak langsung kita memupuk rasa iri yang ada dalam diri kita. Pada gilirannya, rasa iri itu akan menggerogoti hidup kita dan kita akan hidup dalam keterpurukan.

Orang mungkin lupa, jika memandang ke atas, di atas langit masih ada langit yang lain. Artinya kalo hati kita selalu merasa kurang, percayalah rasa kurang itu yang akan mengusai hidup kita dan kita akan dibuat tamak.

Sebaiknya, mulailah hidup anda dengan mengucap syukur dengan menikmati hidup apa adanya dan bukan ada apanya. Yah kalo hanya bisa jalan-jalan di dalam negeri saat liburan tiba, nikmati saja yang ada. Nggak usah juga merasa iri dengan rekan kerja anda yang bisa menghabiskan waktu liburannya dengan traveling keliling Eropa.

Masih syukur bisa liburan.

Pernahkah anda berpikir tentang manusia gerobak yang saban hari tinggal di jalanan, tanpa pernah bisa merasakan nikmatnya liburan seperti yang ada bisa lakukan?

Jika seseorang mempunyai hati yang penuh ucapan syukur, maka saat masalah berat menimpa dirinya, dia nggak akan pernah terguncang, tidak juga merasa putus asa apalagi mengeluh bersilit-silit.

Orang yang demikian ini patut disebut berbahagia, karena mereka-lah pemilik kehidupan yang sejati.

Sebaliknya sikap mengeluh hanya akan menghabiskan energi yang kita miliki.

Sadarkah kita, terkadang selepas pulang kerja kita merasa diri kita sangat merasa lelah, jangan-jangan itu bukan karena kerjaan kita sangat berat hari itu, tapi karena kita terlalu banyak mengeluh atas hidup yang kita jalani. Dan itu sangat menguras energi yang kita punya.

Dengan mengucap syukur, hidup kita akan bahagia. Jangan dibalik bahwa kebahagiaan hidup-lah yang bisa membuat kita bersyukur. Bukan, bukan itu diktumnya.

Saya jadi teringat sosok Abu Qilabah saat ditanya, “Siapakah orang yang paling kaya?”

Dengan santun dia menjawab, “Orang yang paling kaya adalah orang yang selalu mengucap syukur atas apa yang diberikan Allah pada dirinya.”

Sudahkah kita mengucap syukur atas berkat yang kita dapat hari ini, ataukah kita lebih mengedepankan ego kita dengan cara mengeluh?

Pilihan ada di tangan kita.


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!