Penolakan di Negeri Matador


520

Penolakan di Negeri Matador

Oleh: Ndaru Anugerah

Negara-negara Eropa sudah ancang-ancang untuk melakukan vaksinasi Kopit gelombang pertama di wilayahnya masing-masing.

Namun apesnya, banyak petugas kesehatan dan juga kelompok lainnya yang masuk kelompok gelombang pertama disuntik vaksin, justru menolak untuk divaksinasi. (https://www.zerohedge.com/medical/major-covid-vaccine-glitch-emerges-most-europeans-including-hospital-staff-refuse-take-it)

Di Spanyol misalnya. Pemerintah berencana melakukan vaksinasi awal bagi 15-20 juta orang dari total 47 juta orang yang akan divaksin, sebelum bulan Juni 2021. Ini dilakukan agar sektor pariwisata di Negeri Matador tersebut bisa menggeliat kembali pada Musim Panas tahun ini.

Tapi dengan adanya penolakan dari para petugas medis, ini jelas bikin pusing pemerintah Spanyol. Padahal Menkes Spanyol, Salvador IIIa berkali-kali ngomong di depan publik, “Cara mengalahkan virus Kopit adalah dengan cara melakukan vaksinasi pada kita semua.”

Namun toh himbauan tersebut tetap nggak digubris.

Sekedar informasi, program vaksinasi di Spanyol nggak dibuat wajib, alias sukarela. Kenapa kok bisa begitu? Karena ada Nuremberg Code yang melindungi hak individu untuk mengambil keputusan. Jadi negara nggak bisa main paksa WN-nya untuk melakukan vaksinasi. (baca disini)

Dalam hal penolakan, Spanyol nggak sendirian.

Di Polandia, berdasarkan survei terbaru mendapatkan hasil bahwa kurang dari 40% WN Polandia yang mau divaksinasi Kopit.

Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa hanya setengah tenaga medis di RS yang ada di Warsawa tempat suntikan pertama dilakukan, yang bersedia untuk divaksin. (https://www.reuters.com/article/health-coronavirus-europe-vaccines-resis/despite-hi-tech-advances-many-europeans-wary-of-taking-covid-shot-idUSKBN2910J4)

Lha kalo petugas medis saja nggak mau divaksin dengan berbagai alasan, gimana populasi yang lebih luas bakalan mau divaksin? Aliasnya penolakan besar-besaran sudah terbayang di depan mata.

Di Perancis juga samimawon. Jajak pendapat yang dilakukan IFOP baru-baru ini, menemukan bahwa hanya 41% WN Perancis yang bersedia untuk divaksin. (https://www.connexionfrance.com/French-news/Covid-anti-vax-sentiment-rises-above-50-in-France-with-new-poll)

Di Bulgaria juga mendapatkan hasil survei yang kurleb sama. Lembaga survei Alpha Research mendapatkan bahwa kurang dari 1 dari 5 orang Bulgaria yang rencananya bakal disuntik vaksin (nakes, guru, staf panti jompo), bakal bersedia untuk divaksin Kopit.

Artinya, mayoritas responden menolak untuk divaksin. (https://uk.reuters.com/article/health-coronavirus-europe-vaccines-resis/despite-hi-tech-advances-many-europeans-wary-of-taking-covid-shot-idUKKBN2910J4)

Masih banyak hasil jajak pendapat lainnya di negara-negara Eropa yang kalo saya paparkan mendapatkan hasil yang kurleb sama alias menolak untuk divaksin.

Lantas apa alasan utama warga Eropa menolak untuk divaksin.

Macam-macam.

Mulai dari efektivitas vaksin yang akan dipakai (mengingat mutasi Corona demikian pesat sehingga percuma untuk dilakukan vaksinasi) hingga faktor keamanan dimana beberapa vaksin menggunakan teknologi mRNA yang belum pernah diujicobakan pada manusia sebelumnya.

Padahal butuh waktu sekitar 15-20 tahun dalam pengembangan vaksin m-RNA sebelum bisa dipakai dengan aman. (https://www.nbcnews.com/health/health-news/u-k-becomes-first-country-approve-pfizer-biontech-covid-19-n1249651)

Lha ini kok baru 8-9 bulan kok, langsung dipakai? Yang bokir….

Karena frustasi dengan kondisi ini, akhirnya pemerintah Spanyol ‘main ancam’.

Siapapun yang menolak vaksin, padahal telah dijadikan target penerima vaksin, akan didaftarkan secara khusus,” begitu kurleb-nya. (https://www.theguardian.com/world/2020/dec/29/spain-to-keep-registry-of-people-who-refuse-covid-vaccine)

Menanggapi kebijakan tersebut, publik Spanyol bertanya-tanya, “Kok begitu tindakannya?”

Guna menepis anggapan bahwa pemerintah ‘main ancam’, akhirnya keluar klarifikasi, “Apa yang kami lakukan hanya pendataan saja sifatnya dan dokumen yang diambil tidak akan dipublikasi demi menghormati hak individu.”

Lha kalo begitu, ngapain juga pemerintah Spanyol melakukan pendataan dan menyimpan database tersebut? Untuk apa?

Itu jelas mengada-ada. Mengapa?

Karena kemungkinan data tersebut nantinya akan tersambung ke passport kekebalan yang akan dapat melacak dan mengawasi siapapun yang menolak untuk divaksin. (https://www.zerohedge.com/political/canadian-health-ministry-exploring-immunity-passports-vaccine-tracking-and-surveillance)

Jadi, kalo sudah terlacak, mereka yang menolak bakalan nggak bisa beraktivitas dengan normal dengan alasan belum divaksin.

Bukankah begitu, Rudolfo?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!