Pelajari Kemana Air Mengalir (*Bagian 2)


533

Pelajari Kemana Air Mengalir (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian 1 saya sudah ulas tentang kemana aliran dana BMGF. Pertanyaannya kemana semua uang yang telah dikeluarkan akan bermuara?

Menarik apa yang dikatakan BG pada TED Talk di tahun 2010. Ia menyatakan masalah C02 serta solusinya bagi umat manusia.

“Dunia saat ini memiliki 6,8 milyar manusia… Jika kita melakukan pekerjaan yang tepat pada vaksin baru, perawatan kesehatan, dan layanan kesehatan produksi, kita dapat menurunkan sekitar 10%-15%.” (https://youtu.be/JaF-fq2Zn7I?t=237)

Apa yang BG telah sebutkan? Pertama vaksin, kedua penurunan laju pertambahan penduduk. Diharapkan ini akan dapat membantu menyelesaikan masalah iklim yang ditenggarai memicu pemanasan global.

Dengan kata lain, vaksin diperlukan untuk mengontrol laju pertambahan penduduk.

Bahkan William Gates selaku ayah dari BG, telah mendirikan The Gates Foundation di tahun 1994, dengan program utama mendanai kegiatan keluarga berencana (Planned Parenthood dan American Birth Control League) di Amrik sana. (http://www.pbs.org/now/transcript/transcript_gates.html)

Jadi bisa dikatakan bahwa tujuan BMGF mendanai WHO, nggak lain adalah pengendalian populasi penduduk yang sudah jadi tradisi turun menurun keluarga Gates.

Nggak aneh kalo kemudian Robert F. Kennedy Jr mengajukan petisi pada BMGF ke Gedung Putih, atas sejumlah pelanggaran HAM.

Bukan itu saja, Robert juga memperingatkan terhadap vaksin yang akan dikeluarkan BG untuk mengatasi Corona. (https://childrenshealthdefense.org/news/heres-why-bill-gates-wants-indemnity-are-you-willing-to-take-the-risk/)

Bagaimana vaksin diproduksi, bagaimana teknis pemasarannya dan dukungan badan kesehatan dunia lengkap dengan bantuan media mainstream, semua itu jelas membutuhkan badan/lembaga yang telah menerima kucuran dana jumbo dari BMGF sebelumnya.

Untuk memuluskan agendanya, kembali BMGF memainkan peranan melalui aliansi strategis bernama Digital Identity Alliance alias ID2020. Siapa yang bermitra disana, nggak lain Microsoft, GAVI, konsultan manajemen Accenture dan juga Yayasan Rockefeller. (https://id2020.org/alliance)

Sebagai informasi, sejak September 2019, ID2020 telah menjalin kerjasama dengan pemerintahan Bangladesh untuk memperkenalkan identitas digital yang akan diterapkan pada tahun 2020 ini. (https://www.biometricupdate.com/201909/id2020-and-partners-launch-program-to-provide-digital-id-with-vaccines)

Teknisnya, akan ada gabungan vaksinasi dengan rekaman data biometrik (seperti sidik jari atau sensor anggota tubuh) yang memungkinkan identifikasi digital dijalankan pada masing-masing orang. (https://www.biometricupdate.com/201906/nec-and-simprints-join-forces-with-gavi-to-extend-vaccination-coverage-with-biometrics)

Pada Februari 2020 yang lalu, 100 juta identitasi digital telah berhasil dibuat dan siap pakai, serta akan dipasarkan dengan nama inklusi digital. (https://www.weforum.org/agenda/2020/02/digital-inclusion-made-bangladesh-stand-out/)

Program identitas digital ini sangat klop dengan situasi pandemi C19 saat ini.

Maksudnya?

Dalam sebuah wawancara dengan acara TED (24/3) – Chris Anderson – BG menjelaskan sebagai berikut: “Akhirnya yang harus kita miliki adalah sertifikat digital, siapa yang pulih, siapa yang divaksinasi… Jadi pada akhirnya akan ada semacam bukti kekebalan digital yang akan memfasilitasi pembukaan global.” (https://www.youtube.com/watch?v=R3VowBAYKZo&feature=youtu.be&t=2338)

Perhatikan kembali pada durasi 33:55 video tersebut. Ada 2 kata kuncinya, pertama sertifikat digital, dan kedua pembukaan global. Yang pertama merujuk pada digital ID dengan vaksin sebagai platform dasarnya, yang kedua merujuk pada pembukaan status lockdown.

Bagaimana ini akan diterapkan kemudian?

Tentunya perlu semacam try out alias ujicoba pelaksanaannya, terlebih dahulu. Jadi intinya perlu semacam trial and error, bagaimana program pelacakan digital bisa dilakukan kelak.

Saat ini, Google dan Apple telah menyediakan aplikasi Corona terpadu untuk mengidentifikasikan kemungkinan orang yang terinfeksi C19 dengan menggunakan dua sistem operasi ponsel, Android dan iOS. Jika sukses, maka ini akan dapat menciptakan sistem pelacakan yang efektif dan bisa diakses secara global.

Tentang ini saya pernah ulas sebelumnya (baca disini).

Aliasnya, sistem yang akan dipakai nanti, saat ini tengah mengalami fase ujicoba dengan sistem tracking Corona yang kini ditawarkan Google dan Apple.

Namanya ujicoba, pasti banyak kekurangannya. Kalo sudah sempurna, itulah saat program vaksinasi digital siap dilaksanakan.

Sebagai penutup, dalam sebuah tayangan di TV Jerman yang bernama ARD Tagesthemen (12/4), Ingo Zamperoni sebagai asisten BG, menyampaikan bahwa, “Terlepas dari semua upaya kami, kami akan dapat mengendalikan pandemi jika kami (berhasil) mengembangkan vaksin.” (https://www.youtube.com/watch?v=083VjebhzgI)

Kalo diparafrase kalimatnya, bisa dikatakan, bahwa keadaan akan berangsur normal jika ada ‘obat ajaib’ yang bernama vaksin, sehingga pandemi C19 bisa diatasi. Sebelum itu ada, keadaan nggak bakalan normal, Bray.

Lalu bagaimana vaksin bisa diciptakan?

“Mang ku pikir sumbangan jutaan dollar yang telah dikeluarkan kepada Big Pharma, semuanya gratis, gitu?”

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!