Menyoal Virus dan Pengujiannya (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama, saya telah mengulas tentang upaya mencari keberadaan virus lewat proses yang acak-adut, yang katanya virusnya telah diisolasi. (baca disini)
Sekarang kita bertanya: benarkah virusnya telah diisolasi dan dimurnikan?
Untuk itu, kita perlu tahu dulu apa itu isolasi virus. Secara definitif isolasi virus berarti mendapatkan virus secara murni melalui ekstraksi yang didapatkan melalui tahap isolasi. (https://courses.lumenlearning.com/microbiology/chapter/isolation-culture-and-identification-of-viruses/)
Apakah proses ini sudah dilakukan?
Banyak ahli melihat, struktur protein yang diakui sebagai virion SARS-CoV-2 tersebut, kok penampilannya nggak unik karena mirip dengan vesikulas endositik dan eksosom. (https://kidney360.asnjournals.org/content/1/8/824)
Nggak aneh jika kemudian Dr. Andrew Kauffman buat pernyataan, kalo itu tuh bukan virus Kopit, tapi eksosom. (baca disini)
Lagian, RT-PCR itu nggak bisa mengidentifikasi darimana fragmen virus yang telah diamplifikasi berasal. Jika kemudian gambar virion seperti yang saat ini kita ketahui di dapat dari RT-PCR, bukan berarti RNA yang diurutkan berasal dari fragmen tersebut. (https://uncoverdc.com/2020/04/07/was-the-covid-19-test-meant-to-detect-a-virus/)
Lanjut ya.
Saat jurnalis investigasi Jerman Torsen Engelbrecht dan Konstantin Demeter meminta konfirmasi kepada sejumlah ilmuwan yang mengklaim telah mengisolasi dan memurnikan virus Kopit, nggak satupun dari mereka yang dapat melakukannya. (https://off-guardian.org/2020/06/27/covid19-pcr-tests-are-scientifically-meaningless/)
Dengan kata lain, isolasi dan pemurnian virus yang telah banyak diklaim, hanyalah pepesan kosong semata. Nah terus darimana kok bisa tahu bentuk virus Kopit seperti yang banyak beredar saat ini, kalo tahap isolasi dan pemurnian belum dilakukan?
Misalnya, di Australia. Dr. Mike Catton dan Dr. Julian Druse mengklaim bahwa mereka telah mengisolasi virus Kopit pada Januari 2020. Saat diminta konfirmasinya, Dr. Druse bilang, “Kami memiliki urutan pendek (RNA) yang didapat dari tes diagnostik yang sama persis dengan urutan dari China.” (https://twitter.com/TheDohertyInst/status/1222345640769777671)
Bahkan Dr. Catton menambahkan, “Segmen yang didapat terlalu pendek untuk dapat menjelaskan sifat-sifat virus.”
Ini mah bukan konfirmasi atas apa yang ditanyakan, Bambang.
Dengan kata lain, tim Australia hanya mengkalibrasi pengujian mereka guna memperbaharui MN908947.1 dari Wuhan, China. Jadi mereka nggak melakukan tahap isolasi dan pemurnian virus seperti yang mereka klaim.
Nggak aneh jika pemerintah Australia ambil sikap, “Keandalan tes Kopit tidak pasti karena basis bukti yang terbatas.” Ya karena virusnya belum diisolasi dan dimurnikan, gimana mungkin tes-nya reliable? (https://www.tga.gov.au/covid-19-testing-australia-information-health-professionals)
Kasus ini nggak sendirian. Di Kanada, atas nama UU kebebasan informasi, peneliti yang bernama Christine Massey minta kepada pemerintah Kanada, “Bisakah saya mendapatkan data tentang isolasi virus SARS-CoV-2 yang telah dilakukan?”
Pemerintah Kanada malah jawab begini, “Setelah melakukan pencarian menyeluruh, dengan sangat menyesal kami tidak dapat menemukan catatan apapun terkait pertanyaan anda.” (https://www.fluoridefreepeel.ca/wp-content/uploads/2020/06/Health-Canada-FinalResponse-A-2020-00208-2020-06-13.pdf)
Di Inggris, kasusnya juga sama. Saat peneliti Andrew Johnson menanyakan kepada Public Health England (PHE) dengan pertanyaan yang sama, jawabannya bikin miris, “PHE tidak menyimpan informasi tersebut, karenanya tidak bisa menjawab pertanyaan anda.” (https://www.whatdotheyknow.com/request/679566/response/1625332/attach/html/2/872%20FOI%20All%20records%20describing%20isolation%20of%20SARS%20COV%202.pdf.html)
Bahkan di AS sendiri, kasusnya juga 11-12.
Status panel diagnostik RT-PCR milik CDC menyatakan (13/7), “Tidak ada isolate virus terkuantifikasi dari 2019-nCoV yang tersedia saat ini. Deteksi virus RNA mungkin tidak menunjukkan adanya virus menular atau bahwa 2019-nCoV adalah agen penyebab gejala klinis.” (https://www.fda.gov/media/134922/download)
Dengan kata lain, belum ada sampel virus murni yang diperoleh dari pasien yang dikatakan mengidap penyakit Kopit tersebut.
Jadi kalo ditanya secara sains, virus Kopit ada apa nggak? Ya nggak ada, karena bukti sains-nya nggak tersedia.
Lho bukannya dikatakan bahwa virus Kopit dapat merusak paru-paru orang yang mengidapnya?
American College of Radiology wanti-wanti untuk tidak menggunakan CT scan untuk diagnosis Kopit, karena citra CT scan Kopit tidak memiliki perbedaan yang jelas antara berbagai penyakit pernafasan lainnya.
“Pencitraan dada pada Kopit bersifat tidak spesifik dan tumpeng tindih dengan infeksi lain termasuk influenza, H1N1, SARS, dan MERS. Terlebih disaat musim flu terjadi,” begitu ungkapnya. (https://www.acr.org/Advocacy-and-Economics/ACR-Position-Statements/Recommendations-for-Chest-Radiography-and-CT-for-Suspected-COVID19-Infection)
Bisa disimpulkan, dengan tidak tersedianya data yang akurat tentang virus yang diisolasi dan dimurnikan, maka semua upaya dari mulai tes yang digunakan hingga pembuatan vaksin menjadi kacau-balau. Lha virusnya aja nggak jelas bentuknya gimana?
Lantas, bisakah kita memerangi virus yang nggak jelas bentuknya dengan vaksin yang kini tersedia?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments