Menyelamatkan Atau Mengorbankan Nyawa?
Oleh: Ndaru Anugerah
Alih-alih ingin menyelamatkan nyawa akibat si Kopit, maka segudang protokol disarankan oleh WHO, dari mulai pakai masker, jaga jarak hingga penutupan sana-sini. Krisis Kopit, istilahnya.
Namun pertanyaan kritisnya, benarkah semua langkah yang diambil tersebut dapat menyelamatkan nyawa umat manusia dari si Kopit?
Pertama mengenai penutupan berkepanjangan pada sektor-sektor penting yang ada di masyarakat. Apakah hal ini dibenarkan untuk menyelamatkan nyawa manusia?
Nyatanya malah sebaliknya.
Penutupan pada sektor ekonomi malah memicu masalah besar pada ekonomi global, dari mulai PHK dimana-mana yang mengakibatkan pengangguran massal, memicu kepanikan di pasar saham, kolaps-nya perbankan, hingga resesi global. (https://www.latribune.fr/economie/international/covid-19-des-repercussions-profondes-sur-l-economie-mondiale-847885.html)
Kedua, apakah tindakan mengurung jutaan orang di rumah dapat menyelamatkan nyawa dari si Kopit?
Nyatanya, pengurungan di rumah malah meningkatkan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Ini bisas terjadi, karena pengurungan akan memicu stress (karena nggak ada kerjaan dan juga duit).
Burung aja stress kalo dikurung terus-terusan, lha gimana dengan manusia yang natur-nya adalah makhluk sosial? (https://www.lesoir.be/292976/article/2020-04-07/confinement-doublement-des-appels-sur-les-lignes-decoute-pour-les-victimes-de)
Selain itu, tindakan pengurungan ala karantina atau lockdown justru malah memicu depresi pada manusia. (https://www.francetvinfo.fr/sante/maladie/coronavirus/coronavirus-il-y-a-une-augmentation-des-depressions-du-fait-des-consequences-psychiatriques-du-confinement-alerte-une-psychiatre_4025557.html)
Bukan itu saja, tindakan pengurungan juga memicu kasus bunuh diri di beberapa negara. “Konsekuensi sosial ekonomi dari krisis berkontribusi pada peningkatan kasus bunuh diri,” demikian ungkap staf Pusat Pencegahan Bunuh Diri. (https://www.dhnet.be/actu/societe/le-confinement-a-provoque-une-hausse-de-suicides-5ef4d6787b50a66a59c24d67)
Berikutnya, tindakan pengurungan bukan saja mengakibatkan pengangguran besar-besaran, tapi juga sukses memicu efek domino seperti kurangnya akses pelayanan kesehatan, kriminalitas, kekerasan hingga kelaparan. (https://www.unescap.org/sites/default/d8files/2020-07/SG-Policy-brief-COVID-19-and-South-East-Asia-30-July-2020.pdf)
Bahkan pengurungan di beberapa negara mengakibatkan terhentinya perawatan kesehatan untuk penyakit yang butuh perawatan khusus (seperti kanker, jantung, diabetes, stroke, paru-paru). (https://www.who.int/fr/news-room/detail/01-06-2020-covid-19-significantly-impacts-health-services-for-noncommunicable-diseases)
Memang berapa orang yang mati akibat si Kopit hingga saat ini? Ada 913.988 orang. (https://www.worldometers.info/coronavirus/)
Saya coba sajikan data pembanding, jika angka tersebut dijadikan rujukan untuk mengambil langkah ‘pengamanan’.
Akibat kekurangan air bersih, setiap tahunnya menyebabkan kematian sebanyak 5 juta orang. Dan akibat kekurangan gizi, setiap tahun ada sekitar 5 juta anak meninggal karenanya. (https://www.planetoscope.com/mortalite/34-deces-dus-a-un-acces-insuffisant-a-l-eau-dans-le-monde.html)
Bukan itu saja. Pada tahun 2017, jumlah orang meninggal yang diakibatkan penyakit kanker mencapai 10 juta orang. Bahkan penyakit jantung menyebabkan kematian sekitar 18 juta orang pada tahun yang sama. (https://ourworldindata.org/causes-of-death)
Lalu dimana posisi si Kopit? Jelas jauh panggang dari asap.
Terus jika ada seorang kepala daerah, setelah sekian lama melakukan PSBB yang terus menerus diperpanjang kek sinetron berjilid, eh tetiba kasih pengumuman bahwa karantina akan diulang lagi dari awal secara total. (https://megapolitan.okezone.com/read/2020/09/10/338/2275700/psbb-total-di-jakarta-anies-kita-kalahkan-wabah-ini-bersama-sama)
Diulang lagi gigi lu gondrong!!
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments