Selamat Datang Resesi


514

Selamat Datang Resesi

Oleh: Ndaru Anugerah

Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III akan mengalami kontraksi alias minus pada kisaran -2,9 hingga -1,0%. Sehingga kalo diproyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi pada akhir 2020 nanti akan ada diangka -1,7 hingga -0,6%. (https://ekonomi.bisnis.com/read/20200928/9/1297394/setelah-indonesia-resesi-ancaman-depresi-ekonomi-semakin-dekat)

Otomatis Indonesia sudah menyandang status resesi diakhir September ini, karena sudah 2 kuartal tingkat pertumbuhan ekonominya terkontraksi terus. Pada kuartal II kemarin, pertumbuhannya malah -5,32%. (https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/23/070000065/indonesia-bersiap-alami-resesi-ekonomi-ini-dampaknya-bagi-masyarakat?page=all)

Apa dampaknya kalo kita mengalami resesi?

Yang paling kentara, pasokan barang yang akan mengalami penurunan drastis, sementara permintaan tetap. Akibatnya harga-harga akan terkerek naik dan memicu inflasi. Dan inflasi pada gilirannya mampu membuat daya beli masyarakat (terutama middle class) akan jeblok.

Padahal konsumsi (terutama rumah tangga) merupakan penyokong produk domestik bruto (PDB) yang diperlukan bagi pemulihan ekonomi Indonesia.

Selain itu, penurunan pasokan akan mengakibatkan lonjakan pada angka pengangguran sekaligus saudara kembarnya ke-misqueen-an.

Untuk mengatasi kondisi ini, mau nggak mau pemerintah mendorong masyarakat berbelanja agar daya beli tetap terjaga. Nggak aneh kalo pemerintah banyak-banyak kasih bansos atau suntikan dana hibah lainnya ke masyarakat misqueen agar daya beli bisa terkatrol naik.

Rumusnya, makin banyak bansos digelar dengan jangkauan yang diperluas, maka daya beli bisa dirangsang. Namun satu yang perlu diingat. Dengan banyaknya bansos, otomatis akan menambah utang negara. Emang uang bisa dipetik dari pohonan?

Dan bila resesi nggak tertangani dengan baik, maka akan bisa mengarah pada depresi.

Apa pula depresi itu?

Secara definitif, depresi ekonomi adalah penurunan aktivitas ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan di satu atau banyak negara. Biasanya depresi akan terjadi bila resesi setidaknya selama setahun nggak tertanggulangi. (https://en.wikipedia.org/wiki/Economic_depression)

Pertanyaan sederhana, apa Indonesia nggak bisa masuk ke jurang depresi pada 2021 nanti?

Sangat mungkin terjadi.

Satu yang bisa menegaskan, apakah Indonesia bisa keluar dari krisis tahun depan, sementara Tedros sudah bilang bahwa vaksin yang efektif baru akan ada pada akhir 2021 nanti? (https://www.tvnz.co.nz/one-news/world/targets-2-billion-covid-19-vaccine-doses-end-2021)

Aliasnya, jurang depresi masih terbuka lebar bagi Indonesia bisa bergabung di dalamnya.

Memang apa sih yang akan terjadi kalo kita depresi?

Percayalah, anda nggak akan suka mendengarnya. Rentetan peristiwa dimulai dari deflasi dimana para produsen mengobral barang dagangannya biar laku terjual. Ini akan memicu bukan saja PHK massal tapi juga kebangkrutan massal, terutama di sektor industri, secara permanen.

Apa hanya itu? Tentu tidak Rudolfo.

Depresi juga akan memicu krisis keuangan, kehancuran pasar saham, kebangkrutan bank-bank hingga kebangkrutan negara karena nggak mampu lagi membayar utang yang dimilikinya.

Dunia pernah mengalami masa depresi besar yang dinamakan great depression yang berlangsung selama kurun waktu 5 tahun (1929-1934). Dampaknya sungguh tragis. (baca disini)

Apakah anda ingin mengalaminya kembali? Pasti iya, ngaku aja deh. Buktinya PSBB yang terus menerus diperpanjang, anda setuju-setuju aja, kan?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!