Mengulas Deep State (*Bagian 2)


524

Mengupas Deep State (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, saya telah mengulas tentang term deepstate dan juga siapa yang menjadi bagian dari deep-state tersebut. (baca disini)

Lantas darimana uang untuk menjalankan operasi rahasia yang diusung oleh CIA selaku rekanan Wallstreet?

Sejak dilanda PD II, Eropa butuh dana besar untuk membangun kembali wilayah tersebut. Kelak dana besar tersebut dikenal dengan istilah Marshall Plan. Dan Dulles melihat bahwa ada ‘sumber’ yang bisa dimainkan sebagai amunisi operasi rahasia. (Baca: Master of Spies, karya James Srodes)

Bersama dengan George Kennan dan James Forrestal, Dulles menyusun kode rahasia pada Marshall Plan yang dapat memberikan CIA akses keuangan guna melakukan misi politiknya. (https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/02684520802591475)

Tapi dana yang didapat lewat Marshall Plan, bukan satu-satunya sumber pendanaan CIA. Ada sumber lainnya dan banyak dijadikan rujukan sumber pendanaan, yaitu penyeludupan narkoba. (https://www.scribd.com/document/212247684/Valentine-Douglas-The-French-Connection-Revisited-The-CIA-Irving-Brown-And-Drug-Smuggling-as-Political-Warfare-1999)

Selain itu, CIA juga menggunakan M-Fund untuk melakukan operasi di wilayah Timur Jauh. M-Fund sendiri merupakan dana yang digunakan untuk merekonstruksi Jepang. Jadi fungsinya kurleb sama dengan Marshall Plan di Eropa. (http://www.jpri.org/publications/workingpapers/wp11.html)

Selama lebih dari dua dekade, CIA dengan borosnya mendanai partai-partai sayap kanan yang ada ada di Timur Jauh seperti Jepang dan Indonesia, dengan menggunakan dana dari M-Fund tersebut.

Seperti yang kita ketahui, M-Fund awalnya dikelola oleh Yoshio Kodama yang merupakan aset utama CIA di Jepang sekaligus bos Yakuza Jepang. (https://www.jstor.org/stable/42705308)

Lha lantas, dana M-Fund itu sumbernya darimana?

Nggak lain adalah emas Yamashita, alias emas yang didapat Jepang pada PD II sebagai hasil jarahan di negara-negara yang pernah dijajahnya. (https://www.docdroid.net/file/download/yTNhC5F/dhdf-pdf.pdf)

Dalam menjalankan misinya mengelola dana liar tersebut sebagai sumber dana operasi rahasianya, CIA dibantu oleh beberapa badan ‘resmi’ yang sudah pasti tunduk kepada kepentingan mereka. (https://www.pdfdrive.com/american-war-machine-deep-politics-the-cia-global-drug-connection-and-the-road-to-afghanistan-e191306830.html)

Kalo anda pernah dengar tentang badan PARU (Police Aerial Reinforcement Unit) yang ada di Thailand, anda akan mengerti bagaimana cara kerjanya.

Berdasarkan SOP resminya, PARU adalah polisi perbatasan yang ada di negara gajah tersebut. Nah terus ngapain juga CIA lewat Sea Supply Inc mendanai badan tersebut kalo hanya itu tugasnya?

Dengan kata lain, ada misi terselubung CIA dalam mendukung PARU, yaitu menyediakan infrastruktur bagi arus lalu-lintas narkoba dan juga menyediakan pasukan paramiliter guna melawan rezim yang dinilai ‘mbalelo’. Disitulah CIA punya kepentingan ‘yang sebenarnya’. (https://www.bangkokpost.com/thailand/special-reports/1077984/cia-spook-recalls-thailands-role-in-secret-war)

Sumber dana operasi CIA lainnya didapat melalui komisi dari hasil menjual senjata ke banyak pihak secara legal/ilegal. Adapun senjata yang dijual tersebut merupakan produk perusahaan Lockheed dan Northrop yang sudah lama jadi rekanan CIA. (Silakan baca: A Harlot High and Low: Reconnoitering through the Secret Government, karya Norman Mailer)

Jadi kalo suatu negara atau kelompok mau beli senjata dari perusahaan Lockheed dan Northrop, ya CIA-lah broker-nya. “Sistem pembayaran Lockheed berlaku sama di seluruh dunia, dimana CIA adalah perantaranya dengan memakai ‘tangannya’ yang ada di banyak negara.” (https://www.archives.gov/files/declassification/iscap/pdf/2014-004-doc01.pdf)

Kalo semua negara yang melakukan kontrak pembelian dengan Lockheed harus melalui CIA, apakah sama kasusnya dengan yang terjadi di Indonesia?

Tentu saja.

Awalnya kontrak Lockheed di Indonesia dilakukan melalui tangan rekan bisnis Soeharto saat menjadi Pangdam Diponegoro, yang bernama Bob Hasan. (https://apjjf.org/2015/13/31/Peter-Dale-Scott/4351.html)

Namun karena krisis dengan AS memanas di tahun 1965, pembayaran Lockheed kemudian dialihkan pada August Munir Dasaad, tepat 6 bulan sebelum peristiwa kudeta 30 September. (https://www.researchgate.net/publication/265876032_Economists_with_Guns_Authoritarian_Development_and_US-Indonesian_Relations_1960-1968_review)

Awalnya Dasaad merupakan pendukung Sukarno. Namun sejak Mei 1965, Dasaad telah menjalin kontak serius dengan Jenderal Soeharto. Kontak itu bisa terjalin melalui peran Jenderal Alamsjah. (https://fdocuments.in/document/constructive-bloodbath-in-indonesia-nathaniel-mehr.html)

Kelak Jenderal Alamsjah-lah yang akan menyediakan dana bagi keperluan Soeharto setelah berhasil ‘menggantikan’ Sukarno. (https://www.jstor.org/stable/2758262?seq=1)

Itu baru kasus di Indonesia. Di Arab Saudi dan Timur Tengah, kasusnya juga sama.

Jadi saat impor AS akan minyak dari negara tersebut meningkat di tahun 1960-1970an, maka untuk menyeimbangkan neraca pembayaran AS, cara yang ditempuh adalah mengekspor senjata ke negara kaya minyak tersebut. (https://www.perlego.com/book/1609317/americas-special-relationships-foreign-and-domestic-aspects-of-the-politics-of-alliance-pdf)

Itu baru dari bisnis jubel senjata dan peralatan militer dengan Lockheed dan Northrop. Dan baru di 2 negara yang saya bahas, belum negara lainnya. Belum lagi dari bisnis gelap lainnya yang banyak dilakukan CIA guna mendapatkan dana operasional.

Dan ini sudah pasti makin menambah pundi-pundi CIA dalam melakukan operasi rahasianya di seluruh belahan dunia, secara khusus yang menyasar pihak manapun yang menentang bisnis kartel yang dijalankan oleh kubu Wallstreet lewat jejaring perusahaan ‘besar’.

Lantas bagaimana permainan digelar selanjutnya? Apakah CIA dan Wallstreet selaku deep-state hanya menjalankan misinya dengan bisnis kotor yang telah saya sebutkan sebelumnya?

Pada bagian selanjutnya saya akan bahas.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!