Mengulang Drama Usang


514

Mengulang Drama Usang

Oleh: Ndaru Anugerah

Tatanan dunia baru, dimana kontrol digital kepada penduduk dunia akan dijalankan sepenuhnya oleh sang Ndoro besar, secara perlahan tapi pasti mulai menampakkan wujudnya.

Dan ini nggak akan terwujud tanpa sokongan jaringan 5G yang mulai dikebut pembangunan infrastrukturnya semasa plandemi Kopit. (https://finance.yahoo.com/news/global-5g-infrastructure-market-rise-133700381.html)

Wajar saja. Memangnya kontrol digital yang menerapkan teknologi Internet of Things (IoT) sebagai alat pemindai, bisa dijalankan tanpa jaringan 5G?

Hanya saja, pembangunan infrastruktur tersebut menjadi terkendala saat UU yang memberikan kewenangan kontrol tersebut, nggak ada. Gimana mungkin sistem kontrol diberlakukan kalo perangkat UU-nya nggak tersedia?

Lalu bagaimana memecahkan masalah ini?

Baru-baru ini, ada seorang yang bernama Peiter Zatko, yang merupakan mantan hacker kelas kakap sekaligus mantan kepala keamanan Twitter, secara ‘mengejutkan’ buka suara di depan kongres AS, soal bahaya yang bisa ditimbulkan Twitter kepada para penggunanya, jika pemerintah AS nggak punya perangkat UU yang mengaturnya. (https://bit.ly/3f4xFIV)

Memangnya apa yang diungkapkan Zatko di depan kongres?

Twitter memiliki perangkat lunak yang jadul sehingga rentan diretas. Dan ini sudah terjadi dimana platform-nya telah dijebol oleh pihak intelejen asing,” begitu kurleb ujar Zatko. (https://www.dumptheguardian.com/technology/2022/sep/13/twitter-whistleblower-testimony-congress-peiter-zatko)

Nggak hanya itu, sebab Zatko juga menuding Twitter yang dinilainya abai terhadap masalah bot spam yang marak terjadi di platform mereka, sehingga merugikan para user setianya yang jumlahnya ratusan juta.

Sekilas, apa yang dibuka oleh Zatko di depan wakil rakyat AS terkesan melindungi kepentingan publik. Intinya, Twitter yang punya jutaan penggunanya dinilai nggak layak pakai sebagai platform media sosial.

Kalo sudah begini, maka sasaran tembaknya adalah keamanan siber, dimana kasus peretasan bisa leluasa dilakukan pada platform Twitter yang dinilai kadaluarsa.

Jika begini ceritanya, siapa juga yang nggak mendukung upaya anti-eksploitasi data yang diungkapkan Zatko pada Twitter?

Pertanyaan kritisnya: apa iya seorang mantan kepala keamanan Twitter, punya tujuan ‘mulia’ bagi umat manusia?

Secara umum, kasus buka-bukaan yang dilakukan Zatko, bukanlah yang pertama terjadi. Mungkin anda masih ingat tentang whistle blower bernama Frances Haugen yang tahun lalu juga mengungkapkan kelemahan yang ada pada platform Facebook dan ini jelas merugikan para penggunanya. (https://www.wsj.com/articles/the-facebook-files-11631713039)

Tentang ini saya pernah bahas setahun yang lalu. (baca disini)

Apakah seorang Haugen mempunyai tujuan mulia? Ini pertanyaan retorik yang nggak perlu diajukan.

Mirip dengan modus yang dilakukan Haugen, maka seorang Zatko juga punya tujuan yang sama.

Alih-alih ingin mengungkapkan kelemahan yang ada pada Twitter, maka ini otomatis akan membuka peluang untuk mendorong diberlakukannya sistem kontrol pemerintah pada platform media sosial yang disediakan Big Tech.

Dengan kata lain, sistem sensor akan diberlakukan pemerintah, bukan pada platform media sosialnya, melainkan pada para penggunanya.

Ini yang akan menjadi incaran, dibalik skenario buka-bukaan yang dilakukan Zatko dan juga Haugen.

Ini jadi masuk akal, saat bersaksi di depan kongres, Zatko mengatakan bahwa, “Tidak ada cukup penegakkan atas kewibawaan pemerintah dalam mengatur operasi Big Tech.”

Dengan kata lain, harus ada penegakkan atas kewibawaan pemerintah pada platform Twitter. Dan ini hanya bisa diwujudkan dengan UU Digital Public Infrastructure.

Jika UU tersebut berhasil ‘dimainkan’, maka nggak akan ada lagi halangan bagi pemerintah untuk melakukan aktivitas sensor pada platform media sosial, milik saya dan anda, dengan dalih menegakkan keamanan siber. (https://www.journalismliberty.org/publications/what-is-digital-public-infrastructure)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Sepertinya indo melakukan modus yang sama ya mas. Tetap dengan dalih keamanan data masyarakat, tapi dengan umpan isu2 peretasan diakhiri dgn kehadiran hacker2an inside job Bjorka.
    Semua dipakai untuk memancing persetujuan publik dgn Undang2 PDP yg ujug2 juga disahkan.

    Trik2 sulap usang yg tak bakal dipahami ondel-ondel Monas.

error: Content is protected !!