Mencari Dewi Keadilan


514

Baiq Nuril Maknun, demikian namanya. Akhir-akhir ini dia banyak diperbincangkan di kolong jagad media karena kasusnya yang menyentil rasa keadilan. Terlebih karena dia adalah wanita yang bukan siapa-siapa..

Siapa sebenarnya sosok Nuril?

Nuril adalah seorang mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram, NTB. Namanya jadi trending usai dinyatakan bersalah gegara menyebarkan rekaman yang bermuatan kesusilaan. Hukuman yang harus diganjarnya adalah 6 bulan penjara serta denda Rp.500 jeti berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).

Kasus yang menimpanya bermula saat dirinya menjadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram di tahun 2012. Suatu ketika, entah karena kesengsem sama parasnya, sang kepsek tiba-tiba menelpon Nuril. Mula-mula bicara seputar pekerjaan. Lama-lama nyerempet ke pembicaraan seputar esek-esek.

Sang kepsek kemudian dengan gamblangnya bercerita kepada Nuril tentang pengalaman seks-nya, yang dilakukan dengan para wanita yang bukan muhrim-nya. Entah apa maksudnya?

Tapi cerita bergaya stensilan tersebut tidak berhenti sampai disitu. Singkat cerita, omongan mesum tersebut nyerempet ke diri Nuril. terjadilah percakapan yang bernada pelecehan dari sang kepsek kepada bawahannya tersebut.

Mungkin kalo teleponnya sesekali, masih bisa dimaklumi. Nah sang kepsek jadi ketagihan menelpon si Nuril. Merasa terganggu dengan pelecehan yang bersifat verbal tersebut, akhirnya Nuril ambil inisiatif untuk merekam pembicaraan dirinya dengan sang kepsek.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk membuktikan bahwa dirinya tidak punya hubungan apa-apa dengan sang kepsek. Maklum, rumor yang beredar di tempat kerjanya, ada hubungan spesial antara dirinya dengan sang kepsek. Kendati demikian, Nuril toh tidak pernah membuka bukti rekaman tersebut karena beresiko pada pekerjaannya.

Masalah muncul, tak kala Nuril curhat kepada teman sejawatnya yang bernama Imam Mudawin. Buntut curhatnya membawa rekaman tersebut akhirnya disundul oleh rekannya tersebut ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.

Beranglah sang kepsek, karena merasa aibnya yang mirip-mirip episode kandang kambing habibul, dibongkar oleh Nuril. Merasa tidak terima, akhirnya berbuntut aduan ke pihak yang berwajib dengan dalih melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1. Aneh juga, karena yang menyebarkan rekaman kan Iman, lho kenapa Nuril yang dituntut?

Singkat cerita di pengadilan, Nuril dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Mataram.

Merasa tak puas, Jaksa Penuntut Umum akhirnya mengajukan kasasi. Dan setelah menunggu waktu yang cukup lama, pada 26/9 yang lalu, Nuril dinyatakan bersalah oleh pihak MA.

Kini giliran Nuril yang kelimpungan. Banyak pihak berempati pada dirinya. Maka berbondong-bondonglah dukungan mengalir buat dirinya, dari mulai membuat petisi online sampai mengajukan amnesti kepada presiden Jokowi. Toh semuanya belum membuahkan hasil.

Bagi Jokowi, dengan memberikan amnesti, berarti ada proses intervensi hukum yang tengah berjalan. Setelah ditimbang-timbang, mending nggak usah diberikan. Mengingat ini tahun politik, dimana setiap langkah perlu dihitung secara cermat, lebih baik main aman.

“Ajukan PK terhadap putusan MA. Bila kondisi PK ditolak, saya akan berikan Grasi,” demikian ungkap Pakde memberi solusi.

Bicara Grasi memang hak & wewenang seorang presiden. Namun proses pemberian Grasi bukan tanpa masalah, mengingat UU membatasi Grasi hanya bisa diberikan kepada orang yang dipidana minimal 2 tahun penjara. Lha, Nuril kan cuma diganjar 6 bulan penjara? Mana mungkin diberi Grasi?

Belum lagi dengan proses pemberian Grasi, artinya melegitimasi bahwa Nuril telah melakukan kesalahan yang tidak pernah dia perbuat. Udah jadi korban pelecehan seksual, kok masih aja salah. Blunder, kan?

Tinggal sekarang Nuril yang berjuang untuk bisa mendapatkan kue keadilan bagi dirinya.

Kasus Nuril sebenarnya telah mengajarkan kepada kita semua, bahwa jadi wanita di negeri ini memang sudah ‘kodrat’nya menjadi warga negara kelas 2. Ada, tapi tak punya hak bicara.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!