Klub Ndoro Besar (*Bagian 3)


521

Klub Ndoro Besar (*Bagian 3)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama dan kedua tulisan, saya telah mengulas tentang Grup Bilderberg (GB) dengan proyek pertama mereka di Eropa dan juga rencana lanjutan pembentukkan masyarakat global dengan melibatkan China di tahun 2009. (baca disini dan disini)

Pertanyaannya, apakah benar bahwa GB akan membangun pemerintah global berdasarkan data dan bukan asumsi semata?

Jon Ronson selaku kontributor pada The Guardian, sempat menghubungi David Rockefeller untuk minta kejelasan ini di tahun 2001. Namun sial, karena Rockefeller nggak bersedia menemuinya untuk sesi wawancara karena dinilai konten-nya nggak relevan.

Lewat sekretaris-nya, akhirnya Rockefeller bilang begini, “Ini sebenarnya hanya pertarungan antara pemikiran rasional dan irasional. Orang yang rasional akan memilih globalisasi, sementara orang irasional lebih menyukai nasionalisme (adanya bentuk negara).” (http://www.guardian.co.uk/books/2001/mar/10/extract)

Disini saja kita sudah bisa dapat jawaban tidak langsung dari tokoh paling berpengaruh di kartel sang Ndoro besar.

Pernyataan Rockefeller mendapat penegasan dari Denis Healey yang juga anggota senior di GB saat diwawancarai oleh Ronson. “Kami di Bilderberg mengajak para politisi muda yang sedang naik daun dan mempertemukan mereka dengan pemodal dan industrialis guna menciptakan kebijakan global yang masuk akal.”

Bahkan Will Hutton selaku mantan editor di Observer yang pernah diundang di pertemuan Bilderberg mengatakan, “GB merupakan pendeta tertinggi pada globalisasi, dengan mempengaruhi cara dunia bekerja untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan.” (http://www.guardian.co.uk/news/2004/jun/04/netnotes.markoliver)

Jadi kalo dibilang bahwa GB adalah pendukung tata kelola global dan juga pemerintahan global, bukanlah asumsi apalagi ‘teori konspirasi’ karena memang ada rujukannya dari orang-orang yang menjadi bagian klub Ndoro besar tersebut.

Satu yang perlu anda ketahui, bahwa GB selalu mengajukan ‘krisis’ untuk memajukan agenda mereka. Dan krisis ekonomi adalah yang paling gampang ditelusuri rekam jejaknya selain krisis ‘global’ lainnya.

Mantan Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn menyatakan pada Mei 2010, “Krisis adalah peluang.” (https://www.imf.org/en/News/Articles/2015/09/28/04/53/sp062910)

Jelas aja bisa dikatakan bahwa ‘krisis adalah peluang’ lha wong mereka yang punya agenda ‘tersembunyi’ dibalik krisis tersebut.

Saat mengatakan bahwa krisis adalah peluang, IMF selaku lembaga keuangan sang Ndoro, memang punya rencana untuk ‘mengubur’ peran dollar ke depannya, dan menggantikannya dengan mata uang cadangan global yang kelak disebut sebagai Special Drawing Rights (SDR) sejak krisis global 2008.

Apa fungsi dari mata uang global kalo bukan untuk ‘persiapan’ pemerintahan satu dunia?

Dan IMF selaku otoritas yang berwenang dalam menerbitkan SDR, otomatis akan mengambil peran dari tata kelola ekonomi dunia. Ini memang skenario yang akan dikembangkan. (http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/04/19/AR2009041902242.html?hpid=topnews)

Makanya jangan heran kalo sekelas tokoh kawakan GB, Jean Claude Trichet mengatakan, “Tata kelola global adalah esensi untuk meningkatkan secara pasti ketahanan sistem keuangan global.”. (http://www.bis.org/review/r100428b.pdf)

Dengan kata lain, tanpa adanya tata tata kelola global, dunia nggak akan punya ketahanan pada sistem keuangannya.

Kalo dirujuk, siapa tokoh yang paling berpengaruh di GB?

Dialah David Rockefeller.

Ini bukan tanpa sebab. James Wolfenson selaku Presiden World Bank (1995-2005) menyatakan bahwa David Rockefeller-lah yang memiliki pengaruh besar dalam hidupnya. (https://wamu.org/story/20/11/25/james-wolfensohn-former-world-bank-chief-and-champion-of-the-poor-dies-at-86/)

Wajar jika Wolfenson yang merupakan warga Australia mengatakan hal tersebut, mengingat karirnya bisa melaju dengan cepat dan menjadi Presiden World Bank, karena ada peran Rockefeller di dalamnya.

Jadi, seseorang yang ‘biasa-biasa’ saja, bisa disulap menjadi orang yang ‘berpengaruh’ di dunia, karena ada ‘sentuhan’ Rockefeller. Nggak berlebihan kalo dikatakan bahwa David Rockefeller adalah sosok paling berkuasa di GB.

Dengan demikian, kalo kita bicara spektrum globalisasi, nggak akan lepas dari pengaruh dinasti Rockefeller. (http://www.cfr.org/world/council-foreign-relations-special-symposium-honor-david-rockefellers-90th-birthday/p8133)

Dan David Rockefeller sendiri dalam bukunya yang berjudul Memoirs yang dirilis pada 2002 menyatakan, “Beberapa orang percaya bahwa kami adalah bagian komplotan rahasia internasionalis yang bersekongkol dan membangun struktur politik dan ekonomi global yang terintegrasi, satu dunia.”

Rockefeller menambahkan, “Jika itu tuduhan yang dialamatkan kepada saya dan saya dinyatakan bersalah karenanya, saya akan merasa bangga karenanya.” (https://www.amazon.com/Memoirs-David-Rockefeller-ebook/dp/B004G606FI)

Ini bukan pernyataan Rockefeller yang pertama tentang julukan ‘globalis’ berpengaruh yang menempel pada dirinya. Di tahun 1991, David Rockefeller juga melontarkan pernyataan yang kurleb sama di depan para jurnalis pada pertemuan Bilderberg.

“Nggak mungkin kami bisa mengembangkan rencana kami bagi dunia selama ini, jika kami terus menerus menjadi sorotan publisitas,” ungkap David Rockefeller. (https://www.researchgate.net/publication/314819733_Radical_Transformative_Nationalisms_Confront_the_US_Empire)

David Rockefeller memang sudah meninggal pada 2017 silam. Namun bukan berarti impian globalis yang dimilikinya, sirna seiring kematiannya. (https://www.nytimes.com/2017/03/20/business/david-rockefeller-dead-chase-manhattan-banker.html)

Nyatanya, The Great Reset yang kini diusung oleh genk WEF Davos (yang bertujuan menciptakan One World Order), juga disokong oleh Rockefeller Foundation, bukan? (https://www.weforum.org/organizations/the-rockefeller-foundation)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!