Ketika Revolusi Warna Impoten


522

Ketika Revolusi Warna Impoten

Oleh: Ndaru Anugerah

Apakah semua revolusi warna yang giat digelar pada negara-negara Balkan punya kans untuk menuai keberhasilan? Nggak juga. Tajikistan adalah salah satu contohnya. Bahkan bisa dikatakan, revolusi warna nggak laku untuk ‘dijual’ disana.

Tahun ini, sama dengan Kyrgyzstan, Tajikistan juga mengadakan pemilu. Namun hingga hasilnya diumumkan, nggak juga ada gejolak politik sedikitpun. Seperti kita ketahui bersama, revolusi warna modusnya bermula dari sengketa hasil pemilu, bukan?

Begitu pemilu digelar, rakyat Tajikistan berbondong-bondong pergi ke TPS untuk memilih sosok presiden idaman. Namun nyatanya, Emomali Rakhmon lagi yang dipilih rakyat sejak tahun 1992, dengan kemenangan mutlak di atas 90% suara.

“Kami nggak mau mempertaruhkan nasib bangsa kami kepada pemimpin yang belum teruji,” demikian kurleb ungkapan mayoritas rakyat Tajikistan. Dan memang Rakhmon dikenal sebagai sosok ‘orang kuat’ di Tajikistan, walaupun dunia Barat menggambarkannya sebagai sosok yang otoriter. (https://www.dw.com/en/emomali-rakhmon-wins-tajikistan-election-with-more-than-90-of-vote/a-55238879)

Lantas kenapa proyek revolusi warna nggak punya nilai jual di Tajikistan?

Ada beberapa faktor penyebabnya. Saya coba membahasnya.

Pertama karena hadirnya sosok orang kuat di Tajikistan, yang bernama Emomali Rakhmon. Kenapa kok Rakhmon bisa dijuluki sebagai orang kuat?

Pada tahun 1992, Tajikistan juga pernah terjadi revolusi warna dimulai dengan sengketa hasil pemilu. Dan karena letaknya yang berdekatan dengan Afghanistan, yang dijadikan proxy AS kala itu adalah kelompok fundamentalis Islam. (https://www.c-r.org/accord/tajikistan/tajik-civil-war-causes-and-dynamics)

Singkat cerita, perang saudara nggak bisa dicegah. Setelah 5 tahun berperang hasilnya adalah korban tewas sebanyak 65 ribu orang dan sekitar 20% penduduk Tajikistan dipaksa mengungsi. (http://factsanddetails.com/central-asia/Tajikistan/sub8_6a/entry-4858.html)

Kenangan buruk akan perang saudara, masih membekas hingga kini pada rakyat Tajikistan. Dan dibawah kepemimpinan Rakhmon-lah, perang saudara tersebut dapat diakhiri.

Jadi kalo orang Tajikistan diberi pilihan: mau pilih Rakhmon atau perang saudara kembali, maka pilihan sudah pasti jatuh ke Rakhmon. Sebuah pilihan yang waras. (https://www.rferl.org/a/qishloq-ovozi-tajikistan-civil-war/28575338.html)

Apakah karena kemampuannya mengakhiri perang saudaraa, maka Rakhmon dijuluki orang kuat di Tajikistan? Nggak juga.

Begitu civil-war berakhir, Rakhmon langsung ambil langkah strategis. Apa yang menjadi penyebab terjadinya perang saudara tersebut, maka itulah yang kemudian dilarangnya untuk beroperasi di Tajikistan. Ya, setidaknya dibatasi lah kalo nggak bisa dilarang.

Ada 2 pihak yang bisa dijadikan ancaman bagi Tajikistan ke depannya. Pertama Islamic Renaissance Party (IRP) dan kedua LSM. Itulah biang kerok revolusi warna di Tajikistan.

Nggak heran bila kemudian Partai Renaisans Islam tersebut, dibubarkan pada tahun 2015 dengan alasan klasik ‘gagal’ mencapai ambang batas 5% kursi di parlemen pada pemilu. (https://www.rferl.org/a/tajik-islamic-party-banned/27213877.html)

Bukan itu saja. IRP juga dikaitkan dengan beberapa kali serangan teror yang terjadi di Tajikistan. (https://astutenews.com/2018/08/did-iran-sponsor-a-terrorist-attack-in-tajikistan/)

Selain IRP, Rakhmon juga mengatur dengan ketat terkait LSM yang boleh beredar di Tajikistan. Nggak heran jika sedikit suara sumbang atas kepemimpinan Rakhmon di Tajikistan yang biasanya bersumber dari LSM yang biayai Barat. (https://iwpr.net/global-voices/ngo-law-brings-chill-wind-tajikistan)

Dengan langkah politis yang dibesutnya, menjadikan Rakhmon sebagai sosok orang kuat yang mampu menjaga stabilitas Tajikistan. Anggapan bahwa tanpa Rakhmon, Tajikistan bisa bubar, jelas tidak berlebihan. Emang ada yang lebih kuat ketimbang Rakhmon?

Jadi jangan aneh kalo media mainstream Barat kerap menjuluki Rakhmon sebagai sosok yang otoriter dan tidak demokratis.

Apakah keamanan di Tajikistan gegara hadirnya sosok Rakhmon semata?

Ada faktor kedua yang perlu saya sebut, yaitu Rusia sebagai pihak eksternal. Tanpa sokongan Rusia, mustahil bagi sosok Rakhmon bisa bertahan. (https://thediplomat.com/tag/russia-tajikistan-relations/)

Apa kepentingan utama Rusia sehingga membantu Tajikistan?

Secara geografis, posisi Tajikistan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan bisa jadi sebagai ancaman dimasa depan bagi Rusia. Dengan banyaknya kelompok Jihadis binaan AS yang bermukim di Afghanistan, Tajikistan bisa dijadikan wilayah sasarn untuk melancarkan perang hibrida. (https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09592318.2016.1151656?src=recsys)

Dan kita sama-sama tahu, jika Asia Tengah yang kaya SDA merupakan sphere of influence bagi Rusia. Jadi kalo diibaratkan manusia, maka Asia Tengah adalah perutnya Rusia. Dan yang namanya perut yang harus dijaga biar nggak ditusuk oleh musuh. (https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/002070209404900404)

Dengan kata lain, ada ‘interfensi’ intelijen Rusia pada wilayah Tajikistan, didukung dengan hadirnya Rakhmon sebagai sosok orang kuat.

Ini juga yang bisa menjelaskan, kenapa Kyrgyzstan justru babak belur dihajar oleh proxy AS, mengingat tidak adanya sosok orang kuat di sana. Begitupun di Belarusia.

Sekarang jadi tahu kan, kenapa Tajikistan relatif stabil?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!