Jokowi Tersandung Corona


517

Oleh: Ndaru Anugerah

Gamang. Mungkin itu kata yang pas dalam menggambarkan betapa galaunya pemerintahan Jokowi dalam menganggapi kasus Corona. Seakan pemerintah menutup rapat semua pemberitaan yang mencoba mengangkat kasus penyebaran virus impor dari Wuhan tersebut di Indonesia.

Namun, ibarat kentut. Seberapa rapat disembunyikan, toh aroma aduhay-nya bakal terendus juga.

Bermula dari kasus yang dinyatakan suspect COVID-19 di RSUP Dr. Kariadi, Semarang yang berakhir pada kematian sang pasien pada hari Minggu (23/2) yang lalu.

Pemerintah berkali-kali menyanggah bahwa itu kasus Corona. “Hanya gejala yang menyerupai virus Corona,” demikian penjelasan resminya. Tapi kok, kenapa jenasahnya musti dimasukkan ke dalam plastik segala dan peti matinya kemudian dibakar? Apa nggak terlalu lebay?

Sebelumnya, memang ada temuan yang dilakukan oleh universitas Harvard yang menyatakan setidaknya terdapat beberapa kasus COVID-19 di Indonesia. Pasalnya, pesawat dari dan ke Wuhan sudah bolak-balik ke Indonesia, masa iya nggak ada satu-pun WNI yang terinfeksi?

Yang ada, sekelas Menkes Terawan dan Menko Kemaritiman dan Investasi LBP, keduanya sependapat bahwa kasus COVID-19 masih negatif di Indonesia. “Nggak ada itu kasus Corona di Indonesia,” bantahnya terhadap temuan dari Harvard university tersebut.

Menanggapi rilis yang dikeluarkan Harvard, Arab Saudi dan India justru ambil sikap yang berbeda. Walaupun Indonesia ngotot negaranya negatif COVID-19, nyatanya Arab Saudi dan India malah melakukan screening ketat terhadap travelers yang berasal dari 10 negara.

Dan Indonesia salah satunya.

“Dibilang negatif COVID-19, kok malah diberlakukan screening ketat?” ungkap seorang pelancong dari negeri +62 dengan nada kebingungan.

Dengan kata lain, ada indikassi bahwa pemerintah menutup rapat informasi atas merebaknya wabah COVID-19. Pertanyaannya: kenapa harus ditutup serapat mungkin?

“Guna menghindari kepanikan massal,” ungkap seorang narsum.

Dan atas desakan beberapa pihak, terutama WHO, akhirnya kemarin Jokowi mengumumkan jika Indonesia tidak lagi kebal COVID-19. “Ada 2 orang WNI yang positif COVID-19,” demikian pernyataan pers yang dikeluarkan di Istana Negara kemarin (2/2).

Konon ceritanya, si anak yang berusia 31 tahun terinfeksi COVID-19 setelah mengadakan kontak fisik dengan seorang berkebangsaan Jepang pada acara pesta dansa di Jakarta. Si anak lalu menularkan virus tersebut pada ibunya. Jadilah keduanya terinfeksi virus Wuhan tersebut.

Namun satu yang mungkin dilupakan atau sengaja tidak diangkat ke permukaan oleh media, bahwa dalam rumah mereka, juga bermukim sang kakak dari anak yang sebelumnya terinfeksi plus sang embak selaku PRT. Setelah diperiksa, keduanya dinyatakan negatif COVID-19.

Artinya apa? Bahwa COVID-19 nggak menakutkan seperti yang selama ini kita khawatirkan. Apalagi bersifat mematikan. Kalo bicara mematikan, SARS dan MERS jauh lebih lethal ketimbang COVID-19.

Apa lacur. press release yang dikeluarkan pemerintah, malah membuat sebagian kecil masyarakat panik. Guna antisipasi, diserbu-lah supermarket beramai-ramai guna menimbun bahan makanan. Dan apa yang ditakutkan pemerintah, segera menemukan jawabannya.

Cuma pertanyaannya, kenapa justru mie instant yang diborong berdus-dus, Bambang?

Ditengah kebingungan yang dialami Jokowi entah harus bagaimana, jeng Sri Mulyani angkat suara: “Virus Corona dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi hanya sekitar 4,7%”

Apa iya cuma segitu?

“Biasanya, apa yang diungkapkan pemerintah, angkanya bisa lebih buruk lagi di lapangan.”

Makin kalut-lah pakde mengingat sektor-sektor strategis semisal: pariwisata, impor hingga bisnis haji dan umroh juga akan terkena imbas dari wabah COVID-19 tersebut. Kalo ini terjadi secara sistematis, nggak lama Indonesia bakalan gulung tikar.

Guna antisipasi, keluarlah ide untuk menggelontorkan dana sebesar Rp 72 milyar untuk para influencer. Harapannya, mereka dapat menarik banyak wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia ditengah kondisi ekonomi yang kian tak menentu.

Warbiayasah ajaib!

Pertama, apa para influencer bisa diharapkan menjadi magnet yang dapat menarik laju wisatawan disaat rawan seperti ini? Lha wong tours & travel plus maskapai penerbangan sudah banting-bantingan kasih harga promo, tetap aja gagal mendongkrak jumlah wisatawan.

Yang kedua, disaat negara lain sibuk membentengi diri untuk selektif menerima kunjungan wisata dari turis mancanegara, kok kita malah terbuka seluas-luasnya untuk laju kunjungan? Apa kita sudah terlalu sakti sehingga kebal terhadap COVID-19?

Alih-alih plesir, eh malah dapat Corona diakhir kunjungan. Siapa yang mau setor nyawa?

Mungkinkah Jokowi sudah mulai tersandung virus asal Wuhan? Entah-lah…

Satu yang pasti, pemerintah bisa kehilangan basis legitimasi jika terus gagal melindungi warganya. Contoh yang sederhana perihal masker dan hand-sanitizer. Sejak wabah COVID-19 merebak, kedua produk itu sudah mulai hilang dari peredaran. Kalopun ada, harganya selangit.

Siapa bermain jika sudah barang langka dan harga yang fantastik, kalo bukan mafia? Kenapa mereka bisa leluasa bergerak? Karena mereka nggak dapat sanksi tegas dari pemerintah selaku regulator dalam hal ini. Padahal itu barang-barang tersebut sangat dibutuhkan warga saat ini.

Apa negara mengharapkan warganya kena COVID-19?

Bandingkan dengan negara tetangga Singapura. Justru disaat genting seperti ini, negara tersebut mati-matian melindungi warganya. Masker dibagikan secara gratis oleh negara. Dan kalopun dijual, harganya harus dalam ambang kewajaran.

Bagaimana jika ada yang menjual masker diluar batas kewajaran?

Siap-siap aja, karena negara nggak akan segan memenjarakan oknum penjualnya plus diberikan denda dengan nominal abrakadabra. Singkat kata mafia nggak akan berkutik karena nggak dikasih angin oleh negara.

Jadi, kalopun kini tercipta sedikit kepanikan dengan cara menumpuk bahan pangan, kita jadi mahfum. Apa negara ini sudah melindungi kepentingan warganya?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!