Duet AHY & Puan?


509

Belakangan, banyak sekali yang nanya ke saya, entah lewat medsos, telepon maupun secara langsung, yang intinya minta kepastian tentang 1 hal. “Apakah benar duet maut AHY & Puan akan diusung ke depannya melawan duet Prabowo & Anies di gelaran pilpres 2024?”

Pikir saya mah, simpel…

Jokowi aja belum dilantik di periode kedua. Kok mikirnya jauh amat? Lagian gimana ngitungnya kok bisa mengerucut ke nama-nama tersebut sebagai kandidat yang bertarung di 2024 nanti?

Saya orangnya agak nggak enakan kalo harus menolak orang yang sudah bertanya kepada saya. Lagian, portal ini ada, salah satu tujuannya adalah untuk mengedukasi pembaca lewat berbagai dimensi. Politik termasuk didalamnya.

Ok, sekarang mari kita berhitung. Kok kayak matematika, sih? Karena dalam politik ada diktum: perhitungan yang cermat akan menentukan tingkat akurasi prediksi kita.

Kalo kita lihat dari permukaan semata, gerakan politik yang dibesut lewat pertemuan Teuku Umar dan Gondangdia (24/7) yang lalu, keduanya pasti membawa implikasi politik. Intinya, kedua event tersebut bisa terjadi karena satu hal. Ada aksi, maka akan ada reaksi. Itu yang sudah terjadi.

Tentang hal ini, saya pernah ulas sebelumnya.

Yang bisa disimpulkan, pertemuan tersebut merupakan fase penjajakan, kali-kali aja mitra strategis bisa ditemukan. PDIP pragmatis berpikir, jalan mewujudkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang mereka miliki nggak akan bisa terwujudkan, kalo mengandalkan kekuatan sendiri.

Target jangka pendek PDIP adalah mencari suksesi Jokowi di 2024 nanti. Namun masalahnya ada aturan presidential threshold yang mengharuskan paslon hanya bisa diusung oleh parpol dengan torehan suara 20% di parlemen. Kalo cuma modal 19,33% suara PDIP, mana cukup?

Aliasnya PDIP perlu mitra strategis untuk bisa mengusung paslon mereka demi target-target mereka. Kalo nggak, jangan coba-coba bicara soal Nawacita, bray…

Saya hanya bisa menganalisa sampai disini saja, mengingat kondisi saat ini masih sangat cair. “Don’t be impulsive,” ungkap seorang wartawan senior. Masa belum apa-apa udah klimaks, sih?

Lantas bagaimana ceritanya, tiba-tiba ada angin berhembus bahwa pasangan yang akan bertanding di 2024 adalah seperti yang diungkapkan di atas?

Kalo AB akan maju, itu kemungkinan besar saya bisa kasih garansi. Mengingat perjalanan dia ke negeri Paman Sam tempo hari adalah demi meminta restu untuk melaju. Tentang siapa pasangannya, saya masih belum bisa memprediksinya saat ini.

Namun satu yang pasti, bahwa pertarungan di 2024 adalah pertarungan poros ekonomi, antara China dan Amerika.

Tentang AB sendiri, kita sudah ketahui bersama, bahwa dia adalah anak emas gank Rothschild yang banyak bercokol di AS. Rekam jejaknya sudah jelas mengindikasi tentang hal itu.

“Emang lu pikir, Chevron mau-maunya kasih uang gratisan untuk sekedar men-support program Indonesia Mengajar yang dulu pernah dibesut oleh AB?” begitu ujar sebuah sumber.

Logikanya, akan ada kubu tandingan yang kelak bisa bertarung melawan paslon AB.

Kenapa bisa saya katakan demikian?

Karena China sudah menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintahan Jokowi untuk menyukseskan program BRI-nya di Indonesia. Di sisi yang lain, Jokowi sendiri punya kepentingan untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Dan ini butuh modal gede. China-lah penyedianya. Tercatat pada April 2019 yang lalu, proses kerjasama itu sudah diteken, senilai USD 9,1 milyar alias Rp. 1.300-an trilyun. Angka yang bikin kita bisa menelan ludah, tentunya. Rencananya uang itu untuk membangun 28 proyek-proyek strategis.

Pertinyiinyi: apa iya, China begitu bodohnya untuk mau memberikan dana investasi sedemikian besar, hanya untuk digagalkan oleh seorang presiden terpilih yang sama sekali nggak berpihak pada kepentingan bisnis mereka kelak di Indonesia?

Let’s say, AB yang akan memenangkan kontestasi. Apakah pihak AS akan berdiam diri melihat China dengan bebasnya menjalankan proyek BRI mereka di Indonesia.

Kasus Malaysia sudah bisa dirujuk sebagai jawabannya, dimana Mahatir kemudian membatalkan proyek BRI China secara sepihak, meskipun Najib sebelumnya sudah menekennya. Kebayang bagaimana ruginya China bila hal itu terjadi?

Satu yang bisa disimpulkan, bahwa kubu penantang AB adalah orang dari kubu ‘sebelah’. Dan Jokowi sebagai individu (bukan petugas partai), saya yakin benar, sudah mempersiapkannya. At least, before the dusk is over.

“Memang AHY kenapa, bang?” tanya seseorang disana.

Lihat saja rekam jejaknya.

Nggak susah-susah amat, lihatnya. Pepo merupakan the golden boy dari Mamarika. Ini saya pernah juga mengulasnya secara rinci. Dan kini Pepo sudah memiliki putra mahkota sebagai penerus dinastinya.

Retorikanya: mungkinkah buah jatuh jauh dari pohonnya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!