Divaksin atau Nggak, Bedanya Dimana?
Oleh: Ndaru Anugerah
Bicara plandemi Kopit memang nggak ada habisnya. Gimana mau habis kalo secara berkala muncul varian-varian baru dengan segudang narasi yang menyertainya dan sudah pasti sanggup membuat kaum middle-class paranoid.
Ujung-ujungnya akan ada solusi untuk mengatasinya. Vaksin jenis baru dengan dosis yang disempurnakan. Orang awam kenal dengan istilah booster. (baca disini)
Dengan hadirnya booster, maka tiap orang akan menerima suntikan itu secara simultan alih-alih untuk menghindari varian baru. Jika ditanya kapan proses booster akan berakhir, hanya Tuhan yang tahu jawabannya.
Apakah dengan booster akan menghindari seseorang terkena varian Kopit jenis baru?
Nggak ada jaminan.
Bahkan bukti efektivitas vaksinasi saja, sangat meragukan. Kasus di Botswana, dimana orang-orang yang ‘katanya’ terpapar varian Omicron, justru semuanya telah mendapatkan status vaksinasi lengkap alias 2 kali enjus. “Kok sudah lengkap vaksinasinya, malah terinfeksi Omicron?” (baca disini dan disini)
Sekali lagi masalahnya ada di vaksin yang sangat tidak efektif dalam mengatasi plandemi si Kopit. Lebih bombastis iklannya ketimbang khasiatnya.
Penelitian terbaru juga menegasikan efektivitas vaksinasi.
Maksudnya?
Dr. Phillip Salvatore dan rekan-rekannya mengadakan penelitian di sebuah penjara federal yang berada di Texas, AS pada Juli 2021 silam, tentang dampak vaksinasi Kopit terhadap para penghuni hotel Prodeo tersebut. (https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.11.12.21265796v1)
Secara teknis, para penghuni lapas yang terpilih, akan dilihat pengaruh vaksinasi yang didapatnya. Akan dilihat, apakah sampel yang divaksin apakah lebih baik dalam hal terinfeksi virus selain tingkat kematian yang diakibatkan oleh si Kopit.
Apa hasilnya?
Pertama, nggak ada beda antara napi yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap dengan yang belum mendapatkan vaksinasi dalam hal infeksi virus. Kedua kelompok punya risiko yang sama besar, termasuk menularkan infeksinya pada orang lain.
Dengan kata lain, asumsi yang menyatakan bahwa orang yang belum divaksin akan lebih rentan terinfeksi dan mennularkan Kopit, adalah salah besar, karena nggak ada bedanya dengan orang yang telah divaksin secara lengkap, sekalipun.
Kedua, tidak satupun dari tahanan yang terinfeksi Kopit kemudian meninggal, meskipun lebih dari 70% responden punya masalah obesitas. Padahal ‘katanya’ obesitas adalah salah satu pemicu seseorang rentan tertular Kopit secara akut. (https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/CIRCULATIONAHA.120.047659)
Dengan temuan ini, kita wajib bertanya: apakah gunanya vaksinasi?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments