Ada Berkat di Balik Sanksi
Oleh: Ndaru Anugerah
C19 boleh jadi menghantam hampi di semua negara di dunia. Tak terkecuali negara-negara yang saat ini tengah menghadapi sanksi dari AS, seperti: China, Rusia, Kuba, Venezuela dan nggak ketinggalan Iran. Bagaimana nasib negara-negara tersebut saat ini?
Dimulai dengan China. Saat ini negeri Tirai Bambu tersebut telah berhasil memperlambat kasus C19 di negaranya selain telah membuka kembali jalur bisnis yang selama ini ditutup gegara lockdown.
Saat ini China mempunyai kasus C19 sebanyak 82.836 dengan 4633 angka kematian dan 77.555 orang telah dinyatakan sembuh, menurut data dari Worldometers (28/4). Artinya, fatality rate-nya demikian rendah (5,6%) dan tingkat kuratif-nya demikian tinggi.
Berikutnya adalah Rusia. Ditengah kondisi pandemi, negara tersebut masih sempat memproduksi dan mendistribusikan peralatan pelindung medis ke seluruh dunia, selain menerbangkan tenaga medisnya ke penjuru dunia guna membantu negara lain mengatasi Corona.
Bahkan Rusia sempat mengirim pesawat kargo ke AS yang berisi peralatan medis lengkap, meskipun sanksi ekonomi AS telah mencerderai kondisi ekonomi negara tersebut. (https://www.theguardian.com/world/2020/apr/01/coronavirus-russia-sends-plane-full-of-medical-supplies-to-us)
Saat ini, Rusia memiliki 93.558 kasus C19, dengan 867 angka kematian menurut data dari Worldometers (28/4). Artinya, fatality rate-nya juga relatif kecil (hanya 0,9%).
Negara berikutnya yang juga kena sanksi AS adalah Kuba. Ajaibnya, Kuba malah menyempatkan diri untuk mengirim para tenaga medisnya ke negara-negara tetangga (seperti: Haiti, Venezuela, Suriname dan Jamaika) dan juga ke Italia.
“Ini adalah pertempuran global, karenanya kita harus berjuang bersama. Nyawa manusia lebih penting ketimbang harta yang paling berharga sekalipun” demikian ungkap seorang Carlos Garcia Hernandez selaku petugas medis Kuba. (https://www.mintpressnews.com/images-cuba-doctors-helping-italy-coronavirus-viral/265930/)
Belum lagi sumbangsih Kuba atas obat antivirus Interferon Alpha 2B yang terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan pada tubuh pasien Corona. (https://www.mintpressnews.com/cuba-leading-world-fight-against-coronavirus/265771/)
Menurut catatan Worldometers (28/4), Kuba memiliki 1389 kasus C19, dengan 56 orang meregang nyawa. Artinya, fatality rate-nya juga terbilang kecil, hanya sekitar 4%. Tentang Kuba, saya sudah pernah mengulasnya secara lengkap (baca disini).
Berikutnya Venezuela. Negara yang berkali-kali ingin didongkel AS gegara seruan ‘go to hell’ seorang Maduro kepada negeri Paman Sam tersebut, juga memiliki kasus C19 yang relatif kecil. Menurut data Worldometers (28/4), terdapat 329 kasus, dengan 10 orang telah kehilangan nyawanya.
Artinya fatality rate-nya hanya 3% saja.
Kok bisa?
Nggak lain karena gercep dari seorang Maduro. Bahkan sebelum ada kasus yang dikonfirmasi, sang presiden telah mengumumkan keadaan darurat kesehatan. Gedung dan fasilitas publik seperti restauran, sekolah, perkantoran hingga teater langsung ditutup.
Anehnya, walaupun ada ribuan warga Venezuela yang berada di AS (dimana 92% diantaranya sempat menentang Maduro pada pemilu 2013), toh mereka akhirnya lebih memilih pulkam juga ke negaranya.
Artinya, mereka lebih percaya pada sosok presiden Maduro yang tengah berjuang menghadapi pandemi C19, ketimbang harus tinggal di AS yang justru dihantam pandemi lebih parah. (https://venezuelanalysis.com/news/14835)
Dan terakhir tentu saja Iran sebagai salah satu titik panas (hotspot) dunia dalam pandemi C19 ini. Ini tidak aneh, mengingat sasus yang beredar, bahwa AS memang ‘sengaja’ merencanakan serangan Corona pada negeri Mullah tersebut, agar bisa tercipta pergantian rejim secepatnya. (https://twitter.com/newtgingrich/status/1238536554886451203)
Ironisnya, sanksi ekonomi AS yang menghalangi ekspor minyak Iran, secara tidak sengaja malah mempersiapkan Iran secara lebih baik dalam menghadapi jatuhnya harga minyak global, ketimbang sekutu AS di Timteng seperti: Arab Saudi, UEA dan juga Qatar.
Setidaknya pendapat Prof. Mohammad Morandi melalui akun twitter-nya mengamini hal tersebut. (https://twitter.com/s_m_marandi/status/1252317515105144832)
Belum lagi suskes Iran dalam menerbangkan satelit militer Nour ke angkasa, beberapa hari yang lalu. Seolah ini ingin mengolok-olok AS atas kegagalan sanksi mereka atas Iran. (baca disini)
Lalu berapa data C19 di Iran?
Mengacu data yang dikeluarkan Worldometers (28/4), terdapat sebanyak 92.584 kasus, dengan 5877 kematian. Juga, sebanyak 72.439 orang telah berhasil disembuhkan.
Artinya apa? Fatality rate-nya hanya 6,3% selain lebih banyak orang yang berhasil sembuh ketimbang yang tidak berhasil diselamatkan. “Jangan-jangan Iran telah mempunyai penawar dari virus Corona tersebut, sehingga angka kematian bisa ditekan?”
Apapun itu, semua negara yang saya sebutkan tadi mempunyai satu kesamaan, dimana mereka menolak untuk tunduk pada supremasi AS sebagai polisi dunia, yang mengusung konsep neo-liberalismenya.
Apakah itu bisa dikatakan sebagai sebuah keberhasilan? Entahlah.
Tapi faktanya, ditengah sanksi tersebut, mereka justru lebih siap dari negara-negara manapun yang menjadi sekutu ataupun yang tidak diganjar sanksi oleh AS.
Apakah ini yang disebut sebagai a blessing in disguise?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
Mungkin karmanya begitu, apa yg ditebar itulah yg di tuai