Konsolidasi Politik Jokowi
Terima tidak terima, adalah fakta bahwa setiap pergantian tampuk kepemimpinan nasional, selalu melibatkan militer didalamnya. Baik secara langsung, pun tak langsung. Saya tidak bermaksud membuat dikotomi antara sipil dan militer, tapi militer sebagai sebuah entitas layak mendapatkan sorotan.
Intinya, militer memiliki andil didalam setiap suksesi kepemimpinan. Nah yang menarik untuk dicermati, adalah pilpres 2019 nanti. Kemana arah militer berkiblat?
Menurut analisa saya terdahulu, ada kemungkinan besar bahwa dalam pilpres 2019, jokowi sebagai petahana, akan berhadapan dengan sosok yang mempunyai latar belakang militer. Sadar akan sinyalemen ini, maka pakde pun membuat gerakan konsolidasi dikubu militer.
Sudah rahasia umum, militer sangat tinggi loyalitas pada pimpinan. Mengambil kasus, bagaimana seorang gatot muda, yang dikader sejak dini oleh seorang Jenderal Edy Sudrajat. Tak heran, loyalnya seorang Gatot kepada Jenderal ES, tak perlu disangsikan.
Pun, GN yang walaupun tidak lagi menjabat Panglima TNI, namun bukan berarti dia sudah nggak punya ‘kaki’ di tubuh militer, utamanya Angkatan Darat. Ini bisa terjadi, karena yah itu tadi, loyalitas pada pimpinan, tak akan lekang oleh waktu.
Lanjut…
Pakde, yang tidak memiliki background militer, sangat mahfum akan hal ini. Konsolidasi harus dibuat, kalo nggak mau kehilangan dukungan dari kubu militer. Terlebih, kalo pesaingnya dari pihak yang berlatar militer, “Bisa babak belur, bandar…”
Walau sudah ada LBP, Ryamizard Ryacudu, dan Subagyo HS, dll, namun itu belum cukup. Setelah dipilih-pilih, masuklah 2 figur penting. Pertama Agum Gumelar dan kedua Moeldoko. AG masuk sebagai anggota watimpres alias dewan pertimbangan presiden dan Moeldoko masuk sebagai KSP alias kepala staf presiden.
2 sosok ini, sangat penting eksistensinya dikubu pakde. Pertama, sosok AG yang mantan danjen Kopassus diharapkan mampu mendulang suara di provinsi Jabar, mengingat AG merupakan sosok militer yang berasal dari Jabar.
Sebagai ilustrasi, pada pilpres 2014, pakde lumayan boncos perolehan suaranya di wilayah Jabar. Dan ini gak boleh terulang, apalagi jumlah suara pemilih tahun 2019 nanti bisa mencapai 33 jutaan… Masa jumlah yang banyak gini disia-sia, Coky?
Bagaimana dengan Moeldoko? Mantan panglima TNI ini, diharapkan mampu memecah sokongan di kubu TNI, utamanya AD. Konon katanya, Moeldoko adalah seseorang yang terbiasa melakukan mobilisasi kekuatan selain kemampuan kontra-intelijen yang sangat dibutuhkan jokowi dalam pilpres 2019, nanti.
Ini sudah tahun keempat, pakde berkuasa. Tahun konsolidasi kata orang. Maka sudah selayaknya konsolidasi dibuat. Harus ada kesehatian dalam bergerak. Kondusif, kata kuncinya dan gak boleh gaduh. The right man on the right place harus tercipta.
Saya menakar, dukungan militer akan terbelah di pilpres 2019, kalau seandainya-pun calon lawan jokowi berasal dari kubu militer. Dan sokongan dari kubu militer akan sangat menentukan kemenangan pakde, kelak.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments