Rame-Rame Kroyok LBP


513

Rame-Rame Kroyok LBP

Oleh: Ndaru Anugerah

Awalnya gabener Aibon yang mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan operasional bus AKAP, bus AJAP serta bus pariwisata dari dan ke Jakarta, disaat pandemi COVID-19.

Sontak kebijakan itu mendapat tentangan dari Menhub ad-interim, LBP dengan membatalkan keputusan tersebut.

Alasannya sederhana: semua kebijakan yang berkaitan dengan pelarangan atau kebijakan yang berkaitan dengan Corona, sudah diambil alih oleh pemerintah pusat. Jadi bukan kewenangan daerah, lagi.

Tak cukup sampai disini, serangan kembali diluncurkan oleh MSD dengan mengunggah video di akun twitter-nya. Intinya dia menyatakan bahwa hal yang dipikirkan oleh LBP hanya uang semata. (27/3)

Ini menyoroti persiapan pemindahan ibu kota negara dan menghubungkannya dengan penanganan COVID-19 di Indonesia. MSD menilai pemerintah saat ini mementingkan peninggalan monumental (legacy) berupa ibukota baru di atas permasalahan lainnya yang lebih penting.

Langkah yang diambil MSD kemudian memicu FZ untuk ikutan buka suara. Lewat akun twitter-nya dia menyatakan: “LBP itu sudah bertindak seperti the real president, ya?” (30/3)

Selanjutnya ekonom senior FB yang giliran buka suara, juga melalui akun twitter-nya: “LBP lebih berbahaya daripada virus Corona.” (3/4)

Dari semuanya, belakangan LBP meradang atas statement Didu yang menuduhnya mata duitan, dan berencana menuntutnya lewat jalur hukum.

Atas upaya hukum yang akan diambil LBP, DS selaku ketua Dewan Pertimbangan MUI akhirnya ikutan buka suara: “MSD akan didukung oleh rakyat dan saya akan ikut serta,” juga lewat akun twitter-nya.

Dan semua polemik ini digoreng dan ditambahi bumbu oleh media. Jadi makin maknyus rasanya.

Apa yang bisa disimpulkan?

Kenapa media sosial yang dipakai sebagai alat untuk mengungkapkan opini-nya? Nggak lain adalah untuk menggiring opini publik atas orkestrasi yang sedang dimainkan: “Adalah benar bahwa pemerintah telah abai terhadap masalah Corona dengan tidak menetapkan status lockdown.”

Satu yang pasti, penggiringan opini ini perlu dilakukan karena para penggonggong nggak punya basis massa riil untuk menyerang seseorang.

“Kalo mereka punya pasukan, ngapain juga perang wacana?”

Tentang ini saya sudah pernah ulas, dan juga siapa yang bermain. (baca disini)

Lalu kenapa belakangan LBP yang diserang?

Sudah rahasia umum jika LBP adalah sosok dibelakang layar atas kebijakan Jokowi selama ini. Bahkan tanpa seorang LBP, akan sulit bagi pakde dalam memenangkan kontestasi pilpres tempo hari. Ini juga pernah saya ulas. (baca disini)

Jadi gagal serang Jokowi, ya serang sosok dibelakang layarnya.

Lagian LBP punya kelemahan. Dia Kristen. Jadi kalo ada apa-apa, tinggal mainkan kartu yang sama saat menggulung Ahok tempo hari. Lewat politisasi agama, tentunya.

Gimana bola akan bergulir?

Menurut analisa saya, upaya untuk menyerang pemerintahan Jokowi lewat LBP jelas akan sia-sia.

Kenapa?

LBP itu orang yang matang dalam pengalaman, terutama di lapangan. Kebayang, tanpa pengalaman yang matang, bagaimana dia bisa menggalang dukungan buat Jokowi lewat akar rumput (grass root) di pilpres yang lalu?

Dan LBP jelas bukan Ahok yang sangat temperamental. LBP sangat mumpuni untuk ilmu intelijen sekaligus kontra-intelijen. Inilah bekal yang akan digunakannya kelak dalam memecah barisan yang kini tengah menyerangnya secara kroyokan.

Dengan kata lain, ada kesalahan fatal manakala menyasar LBP sebagai common enemy.

So, case closed. Nggak perlu dibahas akhir ceritanya.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!