Upaya Biden (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah – 24012024
Pada bagian pertama tulisan, kita sudah membahas bagaimana sosok Biden mengupayakan dirinya agar terpilih kembali pada gelaran pilpres di 2024 ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengaktivasi GWOT 2.0 di kawasan Timur Tengah. (baca disini)
Lantas bagaimana modus permainannya?
Cara yang paling mudah adalah dengan merampok ladang minyak sebagai sumber pendanaan. Dengan hasil rampokan tersebut, maka mereka dapat menghidupi aktivitas teror mereka selain mendanai ‘operasi terselubung Pentagon’ yang ada di wilayah tersebut.
Setidaknya itu sasus yang beredar. Kalo tidak, ngapain juga Pentagon ngurusin ladang minyak yang kebetulan jadi ladang bisnis organisasi teror sekelas ISIS? Untuk memberantas ISIS atau justru berkolaborasi dengan ISIS?
Anehnya, masa iya sekelas Pentagon nggak bisa memberantas ISIS dengan teknologi canggih yang mereka punya sekalipun. Masalahnya ada niat atau nggak, kok berantas gerombolan ISIS aja nggak bisa walaupun sudah makan waktu tahunan?
Berarti benar dong anggapan orang jika Pentagon berkolaborasi dengan ISIS (dan bukan untuk memeranginya seperti narasi yang beredar selama ini) untuk tujuan yang sama?
Silakan baca ulasan saya disini agar anda paham duduk masalahnya. (baca disini, disini, disini)
Ada banyak ladang minyak yang bisa jadi daerah jarahan, dari mulai Deir Ezzor yang ada di Suriah, hingga ladang minyak Kirkuk yang ada di Irak.
Nah minyak hasil jarahan tersebut lantas dimasukan ke truk-truk untuk diangkut menggunakan kapal tanker ke lepas pantai Ceyhan yang ada di Turki.
Proses ini telah terjadi selama beberapa tahun, dan aman-aman saja karena banyak pihak yang bermain, dari mulai Pentagon, anggota Kongres, keluarga Barzani yang ada di Kurdi hingga pemerintah Turki yang saling bekerjasama. (https://libertarianinstitute.org/articles/syrian-oil-smuggling-ring-unites-turkey-syrian-kurds-barzani-family/)
Masalah muncul saat rantai pasokan nggak berjalan lagi sebagaimana mestinya.
Apa maksudnya?
Kita tahu bahwa melalui Turki-lah minyak-minyak hasil jarahan ‘dijual’. Jadi Turki menyediakan dirinya sebagai wilayah transit.
Problem muncul saat AS dan sekutunya mencoba ‘mendongkel’ Erdogan lewat kudeta yang gagal di tahun 2016. Dan sang sultan paham akan skenario rencana busuk ini, sehingga aksi kudeta bisa digagalkan. (https://www.aljazeera.com/news/2017/7/15/turkeys-failed-coup-attempt-all-you-need-to-know)
Karenanya, Erdogan mencoba membalas dengan cara membantu Rusia dalam upaya menggagalkan upaya destabilisasi NATO di Irak dan Suriah yang menggunakan lengan proksi mereka, ISIS (walaupun Erdogan bermain di dua kaki saat itu).
Setidaknya rencana tersebut berhasil di Suriah, bukan?
Namun demikian, tidak kondusifnya Turki dalam membantu Biden, bukan berarti rencana nggak bisa dilakukan.
Pemakaian proksi teroris ISIS, tetap harus dilakukan, khususnya yang ada di Suriah Selatan dan juga Irak Barat.
Dan untuk mendapatkan sokongan senjata dari AS dan sekutunya, maka jalur Laut Merah harus diamankan, karena memang itulah jalur aman satu-satunya bagi pengiriman logistik perang yang menopang ISIS.
Selain itu, pasukan udara Israel juga kerap membantu mengamankan jalur pendaratan rahasia pada wilayah-wilayah yang dipetakan sebagai wilayah kekuasaan ISIS, guna memasok persenjataan para teroris, khususnya yang ada di wilayah perbatasan Yordania – Suriah.
Saat anda mendengar berita bahwa sekelas pesawat Hercules C-130 milik AS berhasil mendarat di wilayah teroris dengan aman, anda jangan merasa heran. Karena memang sebenarnya pasukan AS hadir bukan untuk memerangi terorisme melainkan membantunya menyuplai senjata para teroris.
Apakah rencana ini berhasil dengan baik?
Kasus penyerangan Gibraltar Eagle bisa dijadikan rujukan bagaimana rencana tersebut nggak mudah untuk dieksekusi.
Berikutnya ada juga serangan yang dilakukan pasukan Iran terhadap markas Mossad yang ada di Erbil, Irak pada pertengahan Januari silam. (https://www.msn.com/he-il/news/other/iran-says-it-attacked-israeli-mossad-hq-in-iraq-to-avenge-the-killing-of-its-commanders-amid-gaza-war/ar-AA1n35FN)
Mengapa Iran begitu nekat menyerang markas Mossad di Erbil?
Karena Iran tahu bahwa markas itu hanya sebagai kedok. Fungsi sesungguhnya dari markas itu adalah sebagai pusat logistik perang bagi gerombolan ISIS yang akan beroperasi di wilayah Irak.
Nggak aneh jika Iran langsung bereaksi begitu tahu informasi tersebut. Ini penting dilakukan guna menghentikan skenario adu domba antara kaum Sunni dan Syiah yang terjadi di Irak.
Sebagai penutup, rencana yang dirancang Biden untuk memperpanjang masa jabatan kepresidenannya, tidaklah mudah. Di dalam negeri saja elektabilitasnya anjlok, di luar negeri juga sami mawon. Akan sangat-sangat sulit.
Akankah sang Opa berhasil merekayasa rencananya?
Ini ibarat usaha pak Lurah di Planet Namek yang tengah berupaya keras mendorong anak sulungnya agar bisa memenangkan kontestasi. Segala upaya dikerahkan, dengan tujuan akhir pemenangan. Ya itu sah-sah saja dilakukan bagi para pecundang politik.
Berhasil atau tidak?
Mungkin pak Lurah lupa kalo ada faktor lain yang melihat upaya busuknya, baik itu dari dalam maupun di luar negeri. “Rakyat yang diam, bukan berarti dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka akan melawan pada saatnya,” begitu ungkap teman saya.
Logisnya, akan ada saatnya rakyat yang diam akan‘bersuara’ sebagai simbol penolakan terhadap upaya yang dilakukannya. Percayalah!
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments