Menyoal Pemerintahan Global


521

Menyoal Pemerintahan Global

Oleh: Ndaru Anugerah – 26012024

Bagaimana bentuknya pemerintahan global?

Hal ini sudah saya jawab sebelumnya. Isu, perangkat dan cara kerjanya, anda harus pahami. (baca disini dan disini)

Secara singkat, pemerintahan global mengambil bentuk ‘kerjasama-kerjasama’ formal (konvensi) yang ujung-ujungnya menjalankan ‘kesepakatan’ bersama kepada negara-negara yang terlibat dalam kerjasama tersebut.

Salah satunya adalah COP alias Conference of the Parties.

Seperti yang kita ketahui bersama, COP adalah bagian dari Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Dan sejak debutan pertama di Bonn, Jerman pada 1995 silam, COP terus melakukan pertemuan tahunan dengan isu bersama: perubahan iklim. (https://unfccc.int/process/bodies/supreme-bodies/conference-of-the-parties-cop)

Namun, tahukah anda jika COP perubahan iklim, bukanlah satu-satunya ‘kerangka kerja’ milik PBB?

Sebelumnya mari kita bahas COP dan bagaimana cara kerja lembaga ini.

Berdasarkan definisi umumnya, COP merupakan pertemuan iklim internasional yang diadakan setiap tahun oleh PBB. Singkatnya, PBB mengembangkan kerangka kerjasama dengan menjadikan COP sebagai tempat kongkow-kongkownya. (https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/what-cop)

Nah negara-negara yang ikut serta dalam kerjasama tersebut kelak ditagih komitmen-nya untuk mengambil tindakan secara ‘sukarela’ (berdasarkan ksepakatan yang telah dibuat bersama) untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh manusia terhadap iklim yang ada di bumi. (https://unfccc.int/process-and-meetings/what-are-united-nations-climate-change-conferences)

Pertanyaannya: memangnya tindakan yang diambil bersifat sukarela?

Seperti yang kita ketahui bersama, negara-negara yang terlibat kerjasama menyetujui untuk membatasi emisi gas rumah kaca pada taraf tertentu di masa depan.

Dan jika komitmen bersama tersebut diterapkan pada masing-masing negara, maka akan ada evaluasi entah itu keberhasilan atau kegagalan yang akan diungkapkan pada pertemuan tahunan COP selanjutnya. Jadi ada target yang hendak dicapai dan itu bersifat wajib. (https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-annual-greenhouse-gas-index)

Dengan mekanisme seperti ini, mungkinkah ini bersifat sukarela? Jika anda dikasih suatu target, apakah itu bersifat sukarela atau karena anda harus menunaikan kewajiban tersebut?

Itu nggak perlu anda jawab.

Sekarang kita coba buka tentang aturan main pada UNFCCC tersebut, agar kita tahu apa yang temaktub di dalamnya. (https://unfccc.int/sites/default/files/resource/02_0.pdf)

Salah satu aturan main pada COP UNFCCC adalah bahwa ‘tidak seorangpun boleh berbicara pada pertemuan COP tanpa terlebih dahulu memperoleh izin dari pihak penyelenggara’. (aturan ke-32)

Atau ada juga aturan yang menyatakan bahwa keputusan yang sifatnya substantif harus dibuat berdasarkan musyawarah mufakat, kecuali masalah keuangan yang berdasarkan pada dua pertiga suara mayoritas. (aturan ke 42).

Dan masih banyak contoh lainnya.

Singkatnya, aturan main tersebut bersifat mengikat dan harus diikuti semua negara anggota. Jadi nggak ada sifat kerelaan didalamnya, karena ada target-target yang harus dikejar tiap tahunnya guna mengatasi perubahan iklim.

Ironisnya, kerjasama serupa juga banyak dibentuk PBB. Ada COP PBB yang bertujuan memerangi proses desertifikasi (penggurunan). (https://www.unccd.int/convention/governance/cop)

Ada juga COP PBB yang bertujuan untuk mengatasi kejahatan terorganisir yang bersifat transnasional. (https://www.unodc.org/unodc/en/organized-crime/intro/conference-of-the-parties.html)

Atau COP PBB yang berguna untuk mengatur penggunaan senjata kimia berbahaya. (https://www.opcw.org/about/conference-states-parties)

Dengan kata lain, hadirnya COP secara otomatis berfungsi mengatur jalannya pemerintahan di dunia lewat aturan main yang dimilikinya, melalui jaringan badan dunia sekelas PBB. Bahasa yang digunakan menjalankan ‘komitmen bersama’ alias perjanjian yang sifatnya wajib.

Sama halnya dengan pandemic treaty atau perjanjian pandemi, yang juga bersifat wajib manakala hal tersebut diterapkan PBB.

Jadi nggak bisa suatu negara seenak jidatnya menolak status pandemi yang ditetapkan WHO, karena ‘komitmen bersama’ menegaskan hal itu.

Termasuk perangkat sensor yang diterapkan pada dunia maya, dimana semua informasi yang mencoba menentang atau sekedar mempertanyakan pandemic treaty, bakalan kena sensor. Dan anda nggak boleh protes. (https://www.unesco.org/en/articles/online-disinformation-unesco-unveils-action-plan-regulate-social-media-platforms)

Bahkan salah satu klausul pandemic treaty menyatakan dengan tegas ‘meninjau secara berkala pelaksanaan kesepakatan dan mengambil keputusan yang diperlukan untuk mendorong pelaksanaannya yang efektif dan dapat mengadopsi amandemen, lampiran dan protokol yang berkaitan dengan perjanjian pandemi WHO’. (https://apps.who.int/gb/inb/pdf_files/inb5/A_INB5_6-en.pdf)

Mau terima atau nggak, semua aturan main yang berlaku pada suatu negara, dapat dengan mudah diubah agar selaras dengan perjanjian pandemi tersebut.

Itulah pemerintahan global yang sesungguhnya. Dan jika itu diterapkan, dimana letak kedaulatan suatu negara?

Masalahnya, nggak ada orang yang memperhatikan hal ini.

Semua pihak akan berpikiran sederhana: “Mana mungkin sekedar forum kongkow-kongkow bakalan menghasilkan kesepakatan yang bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan bersama?”

Padahal forum kerjasama itu nggak lain adalah instrumen kontrol yang dirancang sang Ndoro besar, bagi kehidupan kita bersama, tanpa kita bisa protes.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!