Saat Thailand Ambil Tindakan
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada beberapa waktu yang lalu, saya menurunkan ulasan saya tentang sepak terjang lembaga nirlaba AS dalam mendanai berbagai LSM yang ada di berbagai belahan dunia. (baca disini, disini dan disini)
Disitu, khususnya pada bagian pertama tulisan, saya mengungkapkan upaya yang dilakukan oleh beberapa negara dalam melakukan screening ketat atas pendanaan LSM di negaranya, terutama yang mendapat kucuran dana dari lembaga asal Washington.
Dan sepertinya, langkah preventif yang menyangkut pendanaan LSM lokal, juga bakal diterapkan di Thailand dalam waktu dekat ini.
Maksudnya?
Pemerintah Thailand tengah menggarap RUU tentang kegiatan organisasi non-pemerintah alias NGO, dengan tujuan untuk membina kerjasama antara negara dan LSM, khususnya yang menyangkut transparansi dan kepentingan publik. (https://www.bangkokpost.com/thailand/general/2252099/ngos-vow-to-stop-bill-policing-their-activities)
Beberapa klausul dalam RUU tersebut, bisa buat para pegiat LSM di Negeri Gajah Putih panas dingin membacanya. Salah satunya adalah bahwa kegiatan yang mereka gelar nggak boleh menimbulkan bahaya bagi keamanan nasional. Otomatis mereka harus taat hukum dan menjaga ketertiban.
Nah bagi yang kedapatan melanggar klausul tersebut, maka mereka harus bersiap menghadapi beberapa tuduhan seperti musuh negara. Selain itu, mereka yang kedapatan melanggar aturan, bakal bisa dikenakan pasal pencucian uang jika didapati menerima aliran dana secara ilegal.
Dan yang nggak kalah penting, LSM diwajibkan untuk mengungkapkan misi mereka selain sumber pendanaan utama bagi kegiatan mereka.
Mengetahui gelagat buruk yang akan menimpa mereka lewat RUU tersebut, nggak perlu waktu lama bagi para LSM untuk menentang rencana itu. Dan bisa ditebak, tudingan yang dialamatkan ke pemerintah adalah sebagai pelanggaran HAM dan hak-hak berdemokrasi.
Ya, memang itulah modus operandi yang dikembangkan, jika posisi mereka terpojok, bukan?
Kalo memang itu tudingannya, jelas nggak tepat.
Mengapa?
Setidaknya ada 3 hal sebagai alasannya.
Pertama, pihak pemerintah telah memberikan forum kepada para LSM dan juga publik untuk memberikan masukan atas RUU tersebut sebelum dibicarakan ke kalangan internal kabinet dan diajukan ke DPR untuk disahkan. Jadi nggak ujug-ujug langsung disahkan.
Intinya: pemerintah siap terima kritikan jika ada klausul yang dinilai tidak masuk akal pada RUU tersebut.
Dan yang kedua, adalah wajar jika pemerintah sebagai regulator untuk menerapkan azas keterbukaan dan transparansi pada apapun organisasi yang beroperasi di negara itu. Bukankah itu merupakan bagian dari good governance yang jadi tuntutan publik? (https://www.bangkokpost.com/thailand/general/2242143/govt-backs-bill-to-police-ngo-income)
Selain itu, masyarakat Thailand mendukung upaya RUU LSM tersebut. Ini tergambar pada jajak pendapat yang dirilis oleh Institut Nasional Administrasi Pembangunan pada 16 Januari silam.
Berdasarkan survei yang mereka lakukan, 52% warga setuju bahwa LSM berkewajiban untuk mengungkapkan sumber pendanaan mereka. Selain itu 34% warga menganggap bahwa kegiatan yang LSM lakukan dapat mempengaruhi masalah keamanan nasional. (https://www.bangkokpost.com/thailand/general/2248247/majority-agree-with-bill-to-regulate-ngos-poll)
Jadi, hasil survei itu sudah cukup representatif untuk menggambarkan suara rakyat Thailand atas RUU tersebut.
Tapi apapun itu, kalo punya potensi mengodal-adil dapur LSM, sama saja memberi ruang kepada pemerintah untuk ‘mengintervensi’ kerja-kerja laten mereka. Menjadi wajar jika niat baik pemerintah langsung ditolak jaringan LSM yang ada di Thailand.
“Kami akan memobilisir semua elemen untuk menolak RUU tersebut dan segera ditarik dari peredaran, karena melanggar kebebasan berekspresi dan hak-hak dasar lainnya yang diatur konstitusi,” demikian ujar mereka.
Selanjutnya mereka menegaskan, “Tidak ada investor yang mau berinvestasi di negara yang tidak menghormati hak asasi manusia.”
Prok-prok-prok.
Kalo memang itu benar, artinya nggak ada investor yang mau berinvestasi di China donk, sebab China juga menerapkan aturan yang ketat pada LSM? Nggak begitu juga kan, kenyataannya?
Bagi saya, apa yang dilakukan pemerintah Thailand sudah sangat tepat mengingat kedaulatan negara ada di atas segalanya. Dengan memberlakukan UU LSM, artinya kontrol pemerintah memang harus ada, mengingat pada tataran teknis banyak LSM yang digunakan sebagai perangkat AS dalam menggelar revolusi warna di banyak negara. (baca disini)
Selain itu, kalo memang dikatakan bahwa pemerintah Thailand telah melanggar HAM dan demokrasi atas RUU LSM tersebut, lantas apa yang menjadi rujukannya?
Bukankah HAM dan demokrasi adalah senjata yang digunakan AS dalam menghantam musuh-musuhnya selama ini?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments