Pengulangan Sejarah
Oleh: Ndaru Anugerah
“Apakah pandemi palsu bernama flu babi di tahun 2009 yang dikeluarkan WHO nggak memakan korban jiwa pada pemakaian vaksinnya?” tanya seseorang.
Agak malas juga jawabnya, mengingat saya pernah mengulas vaksin flu babi pada fake pandemic di 2009 tersebut. (baca disini)
Tapi demi mencerdaskan hasrat golongan middle class yang bingung mau dapat sumber informasi darimana selain media mainstream, saya akan coba mengulasnya kembali ditambah beberapa fakta baru.
Goyang mang….
“Di seantero Eropa, lebih dari 800 anak (selama 2014) telah mengalami penyakit kerusakan otak akibat penggunaan vaksin,” demikian ungkap IB Times. (http://www.ibtimes.co.uk/brain-damaged-uk-victims-swine-flu-vaccine-get-60-million-compensation-1438572)
Sebagai informasi, setelah wabah flu babi di tahun 2009 tersebut, tercatat sekitar 60 juta orang menerima vaksin, dan mayoritas adalah anak-anak.
Jadi kalo angka 800 seperti yang dilaporkan, angka itu terbilang sangat kecil. “Apa iya hanya 800 anak korbannya?” Aliasnya kemungkinan masih ada korban lainnya, yang dengan berbagai alasan tidak melaporkan ke pihak kesehatan yang berwenang.
Tapi okelah, kita kesampingan kemungkinan tersebut, dengan berbasis pada data yang sudah ada.
Sebagai informasi, vaksin yang diberi nama Pandemrix tersebut, difabrikasi oleh sebuah perusahaan farmasi yang berafiliasi ke big pharma yang bernama GlaxoSmithKline.
Apa efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin pandemrix tersebut?
Vaksin tersebut menyebabkan narkolepsi dan cataplexy pada anak-anak. Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit kerusakan syaraf otak (neurologis) yang disebabkan oleh zat tambahan pada vaksin, seperti: merkuri, aluminium, MSG, antibiotic hingga formaldehida. (http://www.naturalnews.com/037653_vaccine_additives_thimerosal_formaldehyde.html)
Apa itu narkolepsi dan cataplexy?
Narkolepsi dapat mempengaruhi siklus tidur seseorang, dan membuatnya tidak dapat tidur lebih dari 90 menit (dalam sehari) sehingga penderitanya gampang jatuh pingsan di siang hari. Narkolepsi sendiri dapat merusak fungsi mental dan ingatan otak, sehingga mereka mudah berhalusinasi selain menderita penyakit mental lainnya. (https://www.webmd.com/sleep-disorders/guide/narcolepsy)
Sedangkan cataplexy sendiri dapat menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran ketika dia mengalami emosi yang meningkat, termasuk saat dirinya tertawa. (https://www.medicalnewstoday.com/articles/307668#:~:text=Cataplexy%20is%20a%20sudden%2C%20brief,Cataplexy%20occurs%20during%20waking%20hours.)
Di Norwegia saja, tercatat lebih dari 170 kasus anak-anak yang dilaporkan mengalami narkolepsi setelah menerima vaksin Pandemrix. “Pemerintah (Norwegia) sejauh ini telah membayar kompensasi $ 13 juta kepada 86 korban, termasuk 60 anak-anak,” ungkap sumber berwenang (http://www.globalpost.com/dispatch/news/regions/europe/140320/norway-swine-flu-narcolepsy-pandemrix-vaccinations)
Tove Jensen, yang putranya menderita narkolepsi parah setelah menerima vaksin pandemrix, mengungkapkan, “Situasinya mengerikan. Anak saya cacat permanen dan terus menjalani pengobatan. Kami berharap sesuatu akan terjadi sehingga dia bisa mendapatkan hidupnya kembali.”
Sebagai gambaran, saat pandemi flu babi dinyatakan oleh WHO di tahun 2009, otoritas kesehatan Norwegia mendesak semua orang untuk menerima vaksinasi flu babi (pandemrix) yang direkomenasikan WHO tersebut.
Walhasil, lebih dari 2 juta orang Norwegia atau sekitar 45% dar populasi penduduk negara tersebut diberi vaksin pandemrix. Sedangkan di Eropa, ada sekitar 30 juta orang yang berhasil di vaksin. (https://www.pri.org/stories/2014-03-25/european-children-suffer-narcolepsy-after-swine-flu-vaccinations)
Kasus di Norwegia ternyata nggak sendirian. Di Inggris, pasien yang menderita kerusakan otak akibat pandemrix, ramai-ramai melayangkan gugatan ke pemerintah.
Peter Todd selaku pengacara penggugat mengungkapkan, “Tidak pernah ada kasus seperti ini sebelumnya, dimana para korban sudah tidak bisa disembuhkan lagi seumur hidupnya selain butuh pengobatan yang luas (yang tidak murah).” (https://www.thetimes.co.uk/article/victims-of-swine-flu-jab-to-get-pound60m-payout-02ptvlnlzqk)
Diantara para penggugat, ada Josh Hadfield (8 tahun) dari Somerset yang terpaksa menggunakan obat anri narkolepsi seharga 20 ribu dollar per tahun. Ini diperlukan agar tuh anak bisa tetap TERJAGA SAAT BERSEKOLAH.
“Jika kamu membuatnya tertawa, dia akan pingsan. Kemudian dia tidak ingat apa-apa. Dia berharap tidak pernah dilahirkan. Dan saya merasa sangat bersalah karena membiarkan dirinya menerima vaksin tersebut,” ungkap Caroline Hadfield sang ibunda. (http://ukreloaded.com/hundreds-of-children-brain-damaged-by-vaccine-uk-tax-payers-shell-out-90-million-in-compensation/)
Setelah melewati persidangan yang panjang, akhirnya pada Maret 2014 pemerintah Inggris kalah dalam persidangan dan dipaksa membayar kompensasi sekitar £ 60 juta kepada sekitar 60 penggugat. (http://www.ibtimes.co.uk/brain-damaged-uk-victims-swine-flu-vaccine-get-60-million-compensation-1438572)
Artinya apa? Vaksin pandemrix pabrikan GlaxoSmithKline terbukti dipersidangan bahwa telah menyebabkan penyakit kerusakan otak (terutama pada anak-anak) semisal narkolepsi dan cataplexy.
“Kalo nggak bagaimana bisa menang dipersidangan, Bray…”
Berkaca pada pandemi flu babi 2009, Badan Obat-Obatan Eropa (EMA) menyerukan untuk tidak menggunakan vaksin pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun, karena sebuah penelitian mengindikasikan risiko 13 kali lipat anak akan menderita narkolepsi saat divaksinasi. (https://www.ema.europa.eu/en/news/european-medicines-agency-recommends-restricting-use-pandemrix)
Dan sekarang, sejarah berulang dimana ada pandemi ‘jadi-jadian’ ala WHO yang diakhir cerita bakalan mengulang aktivitas jualan vaksin plus, yang digadang-gadang akan difabrikasi oleh Big Pharma lagi.
Masihkah kita percaya?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA)
0 Comments