2024: Berkaca Pada Macron (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bang, kenapa pembahasan soal prediksi pilpres 2024 mendatang, tidak dilanjutkan?” tanya seorang pembaca.
Ya ampun. Saya baru nyadar kalo saya belum menuntaskan analisa saya tentang gelaran pilpres yang bakal terjadi di Planet Namek pada 2024 mendatang.
Mumpung ingat, saya akan mencoba melanjutkan ulasan saya.
Pada bagian pertama, kita telah ulas tentang sosok Jacques Attali, yang berkontribusi dalam menarik seorang Macron untuk masuk ke ranah politik di Perancis.
Singkatnya, Attali coba ‘menawarkan’ gagasannya untuk memodernisasi perekonomian Perancis saat itu, yang tengah mengalami stagflasi, dengan cara mengurangi biaya pada sektor tenaga kerja, agar punya daya saing di pasar global. (baca disini)
Pada tataran teknis, maka salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah Sarkozy saat itu, adalah dengan meningkatkan jumlah imigran yang datang ke Perancis.
Apa untungnya mendatangkan imigran?
Paling nggak punya beberapa keuntungan.
Pertama, imigran yang datang tentu dibayar dengan upah lebih rendah ketimbang WN Perancis. Selain itu imigran menurut UU nggak bisa masuk dalam serikat pekerja, jadi nggak mungkin mengadakan aksi unjuk rasa atau pemogokkan. Dan yang ketiga, datangnya imigran akan otomatis menggusur pekerja lokal dari sektor manufaktur maupun jasa.
Selain itu, proposal yang ditawarkan Attali juga menganjurkan agar pemerintah Sarkozy juga mengurangi secara drastis angka subsidi di bidang pendidikan, kesehatan dan juga kesejahteraan (berupa uang pensiun).
Namun sayangnya, Sakrozy nggak berani menerapkan proposal yang diberikan Atttali, dengan alasan pragmatis: “Proposal itu nggak cukup populis untuk dijalankan.”
Kita lupakan dulu perihal proposal ‘tertuda’ yang dilayangkan Attali.
Saat diajak bergabung dengan komisi, sepak terjang Macron mampu ‘memukau’ Attali. Puncaknya Macron diperkenalkan dengan Francois Enron. Enron inilah sosok yang jadi sahabat sekaligus mitra utama dari David de Rothschild.
Nggak aneh jika kemudia Macron dipekerjakan pada Rothschild’s & Co Banque di tahun 2008 karena ada peran Enron di dalamnya.
Di tempat yang baru inilah karir Macron melejit, dari awalnya seorang analis, kemudian menjadi seorang mitra. Nggak usah ngomongin gaji deh, sebab dari komisinya saja Macron berhasil mendapatkan satu juta euro dalam setahun masa kerja. (https://www.ft.com/content/9bd62502-12cf-11e7-b0c1-37e417ee6c76)
Tapi bukan uang yang paling terpenting dalam karir Macron, karena yang lebih penting dirinya telah dianggap sebagai bagian dari klan Ndoro besar, lewat Rothschild sebagai pintu masuknya.
Makanya dilkalangan geopolitik, sosok Macron lebih dikenal sebagai bankir-nya Rothschild, ketimbang sosok politisi.
Ini sangat penting untuk dicatat, karena saat Matthew Pigasse berencana mengincar jabatan sebagai penasihat ekonomi untuk pemerintahan Francois Hollande di tahun 2010, Rothschild lewat Attali mengkandaskan langkahnya dengan menempatkan Macron pada posisi tersebut.
Dari posisi sebagai penasihat ekonomi, karir Macron terus moncer dengan jabatan barunya sebagai wakil sekjen Istana Elysee di tahun 2012. Setelah itu, di tahun 2014, Macron berhasil masuk jajaran kabinet Hollande dengan menjabat sebagai Menteri Ekonomi dan Industri.
Sungguh karir yang sangat spektakuler.
Saat diberi akses oleh Hollande, Macron kembali memasukkan proposal Attali yang sempat mandek saat pemerintahan Sarkozy berupa liberalisasi ekonomi. Jadi kalo bicara kebijakan ala Macron, publik Perancis tahu bahwa sesungguhnya Attali-lah yang bermain di belakangnya.
Meskipun kebijakan yang dituangkan dalam RUU tersebut ditolak oleh para pekerja Perancis dan juga parlemen, toh Hollande akhirnya menggunakan hak prerogatifnya dengan menyetujui draft RUU yang ditawarkan Macron di tahun 2015. (https://www.wsj.com/articles/frances-hollande-casts-fate-with-ex-banker-macron-1425851639)
Menjadu lumrah jika elektabilitas Hollande langsung merosot tajam gegara kebijakan kontroversial tersebut.
Menariknya, melorotnya Hollande tidak otomatis menjatuhkan karir Macron.
Di tahun 2016, ada gerakan yang bernama “Pemuda untuk Macron” muncul dimana-mana di seantero Perancis. Hal yang sangat janggal mengingat bagaimana sosok Macron yang tidak begitu populer dikalangan pemuda, justru muncuk ke permukaan, tepat disaat ekonomi Perancis mengalami depresi. (https://www.ft.com/content/94eab3dd-1edb-4fc6-bc65-43ba145edc09)
Apakah gerakan ini timbul secara spontan? Silakan anda simpulkan sendiri.
Ibarat gayung bersambut, Macron lalu mendorong gerakan ‘nasional’ ini dengan mendirikan partai baru yang diberi nama En Marche alias Partai Maju, yang kelak akan mengantarnya ke tampuk kepresidenan di tahun 2017. (https://theconversation.com/president-macron-marches-to-parliamentary-majority-in-france-79245)
Kok bisa partai baru yang visinya nggak jelas plus nggak punya basis massa, dan dipimpin oleh sosok yang nggak punya track record yang mumpuni sebagai politisi, tetiba memenangkan kontestasi pilpres di Perancis?
Contoh yang sederhana: saat kampanye Macron bersuara keras tentang aksi terorisme, tapi dia nggak ambil kebijakan menutup perbatasan ataupun membatasi arus imigran ke Perancis. Atau saat bicara soal pengurangan anggaran militer, tapi di sisi yang lain dirinya masih bergantung pada NATO.
Lha konsistensinya dimana?
Saya nggak akan mengulas bagaimana taktlk yang digunakan oleh Macron dalam memenangkan kontestasi pilpres di Perancis, karena itu terlalu panjang untuk diulas.
Kembali ke laptop…
Apa yang menyebabkan Macron bisa memimpin Perancis diusianya yang masih sangat belia dan nggak punya dukungan politik?
Karena ada sokongan Ndoro besar di belakangnya.
Eksistensinya makin diperkokoh saat Macron didaulat sebagai murid sekolah Davos di tahun 2012 silam. Sudah menjadi rahasia umum jika sekolah Davos bertujuan mencetak kader pemimpin dunia yang akan mengintegrasikan rencana induk sang Ndoro besar di tahun 2030 mendatang. (https://www.younggloballeaders.org/community?utf8=%E2%9C%93&q=Macron)
Silakan baca ulasan saya. (baca disini dan disini)
Makanya saat pilpres Perancis 2022 silam, saya bisa prediksi dengan tepat bahwa Macron akan bisa memenangkan kontestasi untuk kedua kalinya, meskipun banyak pengamat beranggapan lain. (baca disini)
Ngapain saya panjang lebar cerita tentang Macron dan prediksi siapa yang akan memimpin Planet Namek di tahun 2024 mendatang?
Karena kisah Macron hanyalah ‘cermin’ dari kader sang Ndoro besar lainnya di Planet Namek, yang akan berkontestasi di tahun 2024 mendatang.
Anda nggak perlu bertanya bagaimana dia akan menang kelak, ataupun kadung percaya pada narasi buzzer bahwa sosok ini nggak akan mungkin memenangkan pilpres.
Apapun yang terjadi, dia akan memenangkan kontestasi. Percayalah!
Setidaknya ada 2 alasan utama. Pertama karena dia sosok kader didikan sang Ndoro besar dan kedua, sang Ndoro butuh pemimpin yang bisa diajak ‘kerjasama’ untuk menyukseskan rencana besarnya guna mewujudkan tatanan dunia baru.
Siapa sosok ini, tentu bukan hal sulit untuk mencarinya, bukan? (https://www.younggloballeaders.org/community?utf8=%E2%9C%93&q=Anies+baswedan&x=14&y=5&status=&class_year=§or=®ion=a0Tb00000000DCDEA2)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Dapat disimpulkan bahwa kader dari sang ndoro lah yg memenangkan kontestasi pilpres 2024, setau saya kader ndoro yg anak didikan sekolah davos itu anies Baswedan, sri mulyani, luhut panjaitan, najwa Shihab, dll..
pada akhir analisa, saya secara tersirat sudah mengungkapkan satu nama yang akan memenangkan kontestasi 2024 kelak.
Saya juga sepemikiran klo AB ada kemungkinan besar memenangkan kontestasi 2024 krn faktor kader ndoro besar terlebih mesin politik yg mengusung jga punya misi yg sama. Tpi ada satu yg msh mengganjal dlm pikiran saya, kenapa JKW bsa menang di 2014 bahkan bisa 2 periode padahal di masa itu jga ada calon calon lainnya yg bisa diajak kerjasama dgn ndoro besar. Apa tidak ada kemungkinan bisa terulang lagi dgn calon terkuat saat ini yakni GP?
Tahun2 ke depan adalah tahun konsolidasi para kader sekolah Davos. Silakan baca ulasan sy ttg hal itu.
Kalo jkw bs menang 2 periode, anda jg bs baca ulasan sy:
https://ndaruanugerah.com/upaya-menahan-langkah-trump/