Yang Penting Bisa Menang


517

Yang Penting Bisa Menang

Oleh: Ndaru Anugerah

Apa yang biasa dilakukan AS dalam menghancurkan negara yang jadi musuh politiknya? Bisa banyak cara, tentunya. Salah satunya dengan mengangkat satu figur oposisi yang bisa dijadikan simbol perlawanan terhadap rejim di negara tersebut.

Adalah Alexei Navalny yang selama ini sengaja dibesarkan AS dalam mengusik kepemimpinan Vladimir Putin, dengan menjadikan dirinya sebagai tokoh oposisi yang cukup vocal di Rusia.

Beberapa langkah Putin coba dilawan dengan kehadiran Navalny sebagai oposan tulen.

Namun sialnya, popularitas Putin bukannya meredup, malah makin kinclong. Sementara nasib Navalny yang dikit-dikit main tuding kepada Putin, nyatanya nggak berhasil mendapat simpati dari rakyat Rusia.

Aliasnya, popularitas Navalny jauh panggang dari asap ketimbang popularitas Putin yang kerap dihujatnya.

Nggak percaya? Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan di Rusia oleh Lavada Center, hanya 9% warga Rusia yang menyukai sosok Navalny. Dan sebagian besar malah nggak ngeh siapa Navalny sesungguhnya. (https://www.dw.com/en/alexei-navalny-most-russians-dont-care-about-his-work-poll-shows/a-51114579)

Padahal, Lavada Center merupakan LSM binaan NED yang sudah pasti didanai AS. Jadi kalo anda pertanyakan hasil jajak pendapat tersebut, mending anda ke laut aja. (https://web.archive.org/web/20170313153007/https://www.ned.org/region/eurasia/russia-2011/)

Nggak aneh, seorang Putin bisa dikatakan memandang sebelah mata atas eksistensi Navalny.

Tetiba ada tudingan dari Barat bahwa Putin berupaya meracuni sosok Navalny dengan zat saraf Novichoks. Padahal penyelidikan belum dilakukan. Akibat tudingan tersebut, Navalny terpaksa dilarikan oleh LSM antah berantah bernama Cinema for Peace langsung dari Rusia ke Jerman. Atas dasar apa? (https://www.bbc.com/news/world-europe-54002880)

Sekarang coba dipikir, apa untungnya bagi seorang Putin untuk meracuni seorang oposan yang nggak populer di Rusia? Wong nggak usah diracun, kehadiran Navalny juga nggak ngefek apa-apa terhadap kepemimpinan Putin.

Lantas, ada apa gerangan dibalik kasus Navalny tersebut?

Pernah dengan Proyek Nord Stream 2? Kalo belum baiknya anda baca ulasan saya yang terdahulu. (baca disini)

Proyek itu merupakan jaringan pipa gas yang akan mengalir dari Rusia ke daratan Eropa melalui Jerman yang dibuat oleh Gazprom Rusia. Konon kabarnya, sudah 90% proyek pipa gas tersebut telah rampung dikerjakan. (https://pgjonline.com/news/2020/08-august/poland-fines-gazprom-57-million-over-nord-stream-2)

Bagaimana rutenya? Berjalan melalui Laut Baltik, pipa dari Teluk Narva Rusia melewati negara-negara Eropa Timur (dengan jalur laut) menuju Lubmin, Jerman.

Begitu selesai, maka gas dari Rusia akan bisa mengalir deras ke Eropa Barat. Ini bisa terjadi mengingat AS yang selama ini jualan gas ke Eropa, harganya nggak bersahabat alias mahal. Sedangkan gas Rusia, harganya ramah lingkungan dan juga ramah dikantong.

Lalu apa motif utama Rusia menjual gas ke Jerman dan negara Eropa Barat lainnya? Ngakunya sih bisnis semata. Nyatanya selain itu, ada juga motif terselubung yang nggak pernah diakui oleh Rusia, yaitu motif politik. Tentang ini saya akan bahas pada lain tulisan.

Bisa dibayangkan, betapa marahnya AS melihat rencana Rusia tersebut. Padahal AS sudah banyak mendanai revolusi warna di negara-negara Eropa Timur yang merupakan wilayah bekas Soviet, toh nyatanta eksistensi Rusia nggak kunjung rontok.

Kalo anda ada di pihak AS, apa yang akan anda lakukan dalam menggagalkan upaya dagang tersebut? Yang paling masuk akal, buat skenario seolah-olah Rusia tengah mengancam pihak oposisi dengan cara diracun. Dan Navalny adalah sosok yang pas dalam memerankan opera sabun tersebut.

Asal tahu saja. Jutaan dollar telah digelontorkan AS dan NATO bagi modal politik Navalny, masa iya uang yang sudah dibuang nggak menghasilkan apa-apa sebagai investasi?

Ini nggak mengada-ada. Deutsche Welle selaku media pemerintah Jerman setidaknya mengamini skenario keracunan yang menimpa Navalny tersebut. (https://www.dw.com/en/navalny-novichok-and-nord-stream-2-germany-stuck-between-a-rock-and-a-pipeline/a-54803955)

Dengan adanya skenario meracuni pihak oposisi oleh Rusia, maka isu HAM yang akan diangkat sebagai bahan gorengannya. Highlight-nya kurleb: apakah negara-negara Uni Eropa (khusunya Jerman) layak berbisnis dengan sosok pelanggar HAM?

Dan kasus Navalny akan dijadikan entry point dalam menekan Jerman yang semula bersikukuh akan mengambil pasokan gas dari Rusia. Pesannya jelas: “Segera tinggalkan proyek Nord Stream 2 secepatnya!” (https://www.bbc.com/news/world-europe-50879435)

Untuk menegaskan pesannya, maka AS dan NATO kembali mengunakan proxy mereka dalam menekan Jerman. “Setelah (Putin) meracuni Navalny, kami membutuhkan jawaban uni-Eropa yang kuat untuk menghentikan proyek Nord Stream 2,” ungkap Norbert Rottgen dari partai konservatif Merkel, Jerman. (https://www.businessinsider.com/germany-under-pressure-abandon-nord-stream-2-pipeline-from-russia-2020-9)

Dengan kata lain, framing bahwa Rusia tengah berencana membunuh Navalny, akan bisa memberikan segudang amunisi bagi AS dan NATO dalam menyabotase proyek gas Rusia bagi Eropa Barat tersebut.

Ini yang bisa menjelaskan, mengapa sosok Navalny langsung diterbangkan ke Jerman (dan bukan negara lainnya), begitu tahu bahwa dirinya telah diracuni oleh Rusia. Jelas saja, karena proyek Nord Stream 2 menyasar Jerman sebagai pintu masuknya.

Padahal kasus ini mirip tuduhan yang dilakukan Inggris pada Rusia saat double agent Rusia yang bernama Sergei Skripal dan anak perempuannya yang juga diracun oleh zat saraf yang sama di tahun 2018. (https://www.wsj.com/articles/russian-dissident-navalny-poisoned-with-novichok-nerve-agent-germany-says-11599055910)

Masa iya Rusia nggak cukup kreatif dalam melenyapkan pihak yang dianggap musuh negara, dengan memakai pola yang sama?

Kira-kira bagaimana dengan nasib Nord Stream 2 yang digagas Rusia? Sepertinya akan sulit bagi negara Beruang Merah dalam melanjutkan proyek ini, mengingat tekanan hebat dari AS yang diberikan kepada pemerintahan Jerman.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!