Temu Kangen Kampret


512

“Om, gimana prediksi reuni yang akan digelar oleh alumni 212,” begitu tanya seorang di seberang sana. Agak malas juga ngebahasnya, mengingat kerjaan lagi numpuk menjelang akhir tahun ini. Karena ditanya, ya terpaksa saya jawab.

Sebelumnya kita perlu tarik ke belakang, bagaimana awalnya aksi 212 yang ‘melegenda’ bagi para pemujanya itu bisa terjadi.

Adalah Ahok yang ditenggarai memicu aksi dikalangan massa ‘Islam’ berunjuk rasa untuk menjatuhkan dirinya saat gelaran Pilkada 2016 silam. Isu yang diusung adalah bela Islam dan bela Qur’an terhadap sosok Ahok yang dinilai kafir dan telah menista Islam.

Aksi-pun berujung sukses. Perolehan suara Ahok melempem dan dirinya pun terpaksa meringkuk di penjara sebagai bonusnya. Case closed.

Nah kalo kemudian ada rencana reuni 212, akan ada blunder jadinya.

Pertama, apa ada orang yang kembali menista agama? Kan udah nggak ada?

Kedua, pemilihan diksi reuni, apa iya sudah tepat? Mengingat, kata ‘reuni’ biasanya tuh dipakai oleh para mantan siswa atau mahasiswa untuk bertemu kembali setelah sekian lama nggak bersua. Ada ajang kangen-kangenan disana setelah meninggalkan bangku sekolah cukup lama.

Lha ini, demonstran kok jadi reunian? Pertanyaan selanjutnya, setelah reuni, terus mau apa? Apa hanya sebatas temu kangen? Pasti ada agenda politik yang diperjuangkan. Ini sangat kental, mengingat tahun ini tahun politik. Apapun syarat muatan politiknya. Kentut aja bisa dijadikan motif politik, apalagi kumpul-kumpul massa dalam jumlah besar?

Aliasnya, ini adalah ajang konsolidasi politik para kampret. Nah, kalo sudah bicara ngumpulin massa, jangan pernah lupa diktum perang asimetrik. Tiap ada kerumunan massa berkumpul, pasti ada pendananya. Siapa kira-kira bermain disana?

Untuk tahu siapa yang kira-kira bermain di belakang layar, kita perlu tahu apa peristiwa yang belakangan telah terjadi. Ahaa… nemu juga akhirnya. Belum lama berselang, Om Wowo menghadiri forum pertemuan di Singapura yang bertajuk “The World in 2019” yang digelar di hotel Grand Hyatt, Singapura (27/11). Beliau diundang sebagai pembicara pada forum tersebut.

Saking bersemangatnya PM Singapura, Lee Hsien Loong, atas pertemuan tersebut, sampai meng-upload foto dirinya dengan Prabowo dengan diberi caption: “Kami mendiskusikan bagaimana Singapura dan Indonesia dapat memperkuat ikatan yang kuat dan membawa hubungan kami ke depan.”

Dari kalimat itu saja, kita bisa ambil kesimpulan, bahwa Singapura sangat berkepentingan agar Prabowo-lah yang akan memenangkan kontestasi di 2019. Kenapa nggak Jokowi? Dengan naiknya Jokowi yang kedua kali, tentu akan memberi mimpi buruk buat negara Singa tersebut.

Sekedar info, saat Jokowi mengeluarkan paket kebijakan ekonomi Tax Amnesty, Singapura lumayan kelimpungan. Terjadi penarikkan dana besar-besaran dari negeri tersebut, sehingga negera tersebut terpaksa mengeluarkan kebijakan yang bisa menahan capital flight dari negeri tersebut.

Ini baru satu periode. Gimana 2 periode, coba? Bisa kusut jadinya.

Lumrah, mengingat Singapura yang miskin SDA dan hanya mengandalkan SDM-nya serta dukungan AS dan Israel, dipaksa untuk menjadi the leading country di kaawasan Asia Tenggara. Dengan adanya Jokowi, bisa jadi mimpi buruk buat masa depan negara tersebut.

“Bisa-bisa nggak ada yang investasi lagi, di negara gue,” begitu kurang lebih yang dipikirkan P.M. Lee.

Tidak boleh ada 2 singa dalam suatu kawasan. Sehingga, Pakde yang berkeinginan Indonesia menjadi pemimpin kawasan Asia Tenggara, harus disingkirkan.

Lihat saja, siapa yang menyokong gelaran acara tersebut. Ada majalah The Economist sebagai pihak media dan penyelenggara. Ada para CEO dari perusahaan seperti Citi, Franklin Templeton Investment dan nggak ketinggalan Price Waterhouse Coopers. Dari komposisi yang hadir, kita bisa tahu kemana arah pembicaraannya.

Nggak mungkin juga kan, kalo sekedar obrolan di warung kopi sambil ngebahas video wik-wik-ahh-ahh? Belum lagi kakak Prabowo yang sudah jelas-jelas mendeklarasikan kedekatan dirinya dengan genk Rothschild. Jadi klop-lah arah agenda pertemuan tersebut.

Mereka butuh kepastian akan dibawa kemana kebijakan Indonesia, apabila ‘skenario’ berjalan sesuai rencana. Setelah Om Wowo memberikan paparan, para ‘bouwheer’ pun merasa puas. Sasus-pun berhembus bahwa kendala teknis berupa dana kampanye yang dimiliki Om Wowo kemarin-kemarin, sontak terpecahkan saat itu juga.

Dana-pun mengalir deras. Sampai-lah fulus ke ajang temu kangen kampret yang akan berlangsung di ‘kampus’ mereka pada minggu esok (2/12). Namun, kendala teknis akan mepetnya waktu, menjadi masalah bagi mobilisasi massa. Belum lagi, massa NU sudah jauh-jauh hari diwanti-wanti untuk tidak terjebak skenario kampret.

Cukup? Untuk menambah runyamnya skenario kampret, akan ada aksi penggembosan yang rencananya dilakukan oleh Kapitra cs, yang sedianya akan menggelar aksi ‘Refleksi 212’ sebagai aksi tandingan. Makin boncos, mangg…

Akankah reuni ini berbuah manis?

Kalo pada reuni pertama mereka di tahun 2017 lalu, jumlah peserta aksi hanya berkisar 30-40 ribu orang saja, maka bisa dipastikan reuni kali ini akan stagnan pula. DLDL alias dia lagi, dia lagi pesertanya. Yah kalo nggak massa PKS, pasti simpatisan HTI. Pun ada sempalan, “Namun nggak banyak jumlahnya,” demikian sebuah sumber memberi bocoran.

Rugi bandar dahh, brayy…

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!